Dugaan Korupsi Kredit Fiktif Koperasi Karyawan PTPN V

Penyidik Sudah Periksa 21 Saksi

Penyidik Sudah Periksa 21 Saksi

PEKANBARU (HR)-Penyidik Direktorat Reserse Kriminal Khusus Polda Riau terus menggesa penyelidikan kasus dugaan korupsi kredit fiktif Rp54 miliar yang disalurkan pada Koperasi Karyawan Nusa Lima. Tercatat, sudah 21 orang saksi yang dipanggil untuk dimintai keterangan.

"Kasus ini masih dalam tahap penyelidikan. Sudah 21 saksi yang diperiksa, baik dari koperasi dan beberapa pihak lainnya," ujar Kabid Humas Polda Riau AKBP Guntur Aryo Tejo, Jumat (6/3).
Lebih lanjut, Guntur menerangkan, kalau penyidik juga masih mengumpulkan dokumen dan bukti-bukti terkait pelanggaran yang terjadi, termasuk didalamnya dugaan terjadinya kerugian negara.
"Untuk kerugian, masih menunggu hasil audit Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan Riau," tukasnya.
Untuk diketahui, terkait penyelidikan kasus ini, penyidik telah memeriksa Ketua Kopkar Nusa Lima berinisial H, Senin (23/2) lalu. Pemeriksaan tersebut terkait kapasitasnya sebagai saksi.
Kopkar Nusa Lima adalah koperasi karyawan PT Perkebunan Negara V Wilayah Riau. Dugaan kredit fiktif Rp54 miliar tersebut bermula pada tahun 2008 lalu, saat itu Kopkar Nusa Lima mengajukan kredit sebesar Rp54 miliar kepada BNI 46 Pekanbaru dengan agunan gaji karyawan. Pembayaran nantinya dilakukan melalui pemotongan gaji setiap tahun.
Dalam hal ini, diduga adanya penggelembungan nilai gaji karyawan. Digambarkan, gaji karyawan yang semula Rp2 juta dicantumkan dalam berkas pengajuan Rp4 juta. Setelah pengajuan diterima, untuk memuluskan kredit BNI menaikkan lagi menjadi Rp10 juta.
Meski mengatasnamakan karyawan PTPN V sebagai anggota kopkar, para anggota sendiri diduga tidak mengetahui adanya pengajuan ini. Karyawan tidak menerima kredit yang diajukan, begitu juga dengan pemotongan gaji yang dilakukan.
Belakangan dari penyelidikan didapati bahwa kredit yang diajukan itu dialihkan untuk membeli 700 hektare lahan di Kabupaten Kampar, Kuantan Singingi dan Rokan Hulu. Lahan ini ditanami dan kemudian dijual lagi. Sebagian hasil penjualan digunakan untuk mengangsur kredit, sisanya digunakan pada kepentingan lain. Sementara seharusnya, pembayaran harusnya dilakukan dengan pemotongan gaji sesuai kredit..(dod)