Terungkap, Fakta Terbaru Kedekatan Brigjen Prasetijo dengan Djoko Tjandra

Terungkap, Fakta Terbaru Kedekatan Brigjen Prasetijo dengan Djoko Tjandra

RIAUMANDIRI.ID, JAKARTA - Fakta terbaru tentang kedekatan anara Brigjen Prasetijo Utomo, mantan Kepala Biro Koordinasi dan Pengawasan PPNS Bareskrim Polri, dengan buronan kasus cessie Bank Bali, Joko Soegiarto Tjandra alias Djoko Tjandra, diungkap Polri. Jenderal bintang satu itu ternyata ikut mendampingi perjalanan Djoko Tjandra ke Pontianak, Kalimantan Barat (Kalbar).

"Iya, bersama (Djoko Tjandra)," kata Karo Penmas Divisi Humas Polri Brigjen Awi Setiyono, seperti dilansir detikcom, Sabtu (18/7/2020).

Brigjen Awi Setiyono belum menjelaskan lebih detail untuk apa Prasetijo pergi bersama Djoko Tjandra. Namun ia mengatakan hal itu membuat Prasetijo tidak hanya diproses secara kode etik, namun juga akan diproses terkait dugaan disiplin.


"Ke luar daerah tanpa izin pimpinan. Dia buat surat sendiri, dia berangkat, berangkat sendiri. Kalau ditanya keterlibatan pimpinan (tidak ada), (sebab) dia tanda tangan sendiri, jadi dia sendiri yang harus tanggung jawab," tegas Awi.

Sebagaimana diketahui, dengan menggunakan wewenang dalam jabatannya sebagai Kepala Biro Koordinasi dan Pengawasan PPNS Bareskrim Polri kala itu, Prasetijo menerbitkan surat jalan untuk Djoko Tjandra. Dalam surat bernomor SJ/82/VI/2020/Rokorwas, Djoko Tjandra disebut menjabat sebagai konsultan di Bareskrim.

Dalam surat itu juga tertera, Djoko melakukan perjalanan ke Pontianak pada 19 Juni 2020 untuk kepentingan konsultasi dan koordinasi, dan dia kembali pada 22 Juni 2020. Surat itu diteken Prasetijo dan dikeluarkan pada 18 Juni 2020, atau sehari sebelum keberangkatan mereka ke Pontianak.

Awi menegaskan keterangan Djoko Tjandra yang tertulis di surat jalan adalah kebohongan belaka yang dibuat Prasetijo.

"Dan yang ditulis konsultan itu karangan dia lo, itu palsu itu. Ada pihak yang masih berpikir Djoko Tjandra konsultan di Bareskrim, harus diluruskan bahwa itu karangan, itu palsu, itu bohong," ujar Awi.

Pada kesempatan berbeda, Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) angkat bicara soal kasus ini. Kompolnas menduga ada indikasi tindak pidana suap dalam perbuatan Brigjen Prasetijo itu.

"Dia melakukan hal yang bukan menjadi kewenangannya, kenapa melakukan itu? Kita patut menduga itu ada penyuapan di situ. Oleh karena itu Propam dan Reskrim. Tim yang dibentuk oleh Kabareskrim, ada Dirtipidum, Dirtipikor, kemudian Siber juga Propam itu bisa mengungkap di sini. Kalau misalnya diduga nggak ada aliran dana itu nggak mungkin ada Dirtipikor di situ," kata Komisioner Kompolnas, Poengky Indarti dalam diskusi 'Ironi Djoko Tjandra dan Tim Pemburu Koruptor'.

Poengky mengungkapkan pihaknya menerima informasi bahwa Brigjen Prasetijo mengetik surat jalan menggunakan komputernya sendiri. Poengky menyebut surat jalan itu pun palsu karena dalam prosedur sesungguhnya, surat jalan dikeluarkan atas dasar surat perintah atasan, dalam hal ini Kabareskrim atau Wakabareskrim.

"Dari hasil pemeriksaan, kami dapat informasi bahwa ini yang bersangkutan memang menggunakan komputer sendiri dan membuat surat sendiri, dan surat ini surat palsu karena prosedurnya tidak seperti itu. Artinya, harus ada otentikasi, ditandatangani pihak lain, dan harus ada sprin (surat perintah). Dan memang nggak bener juga, di situ menulis Djoko Tjandra ini sebagai konsultan, ini konsultan dari mana? Konsultan dari Hong Kong, Itu bohong! Bohongnya itu sudah ketahuan," ucap Poengky.

Dia menekankan lagi, pihaknya menduga motif Prasetijo membantu Djoko Tjandra adalah untuk memperkaya dirinya sendiri. Kompolnas sendiri menilai perbuatan Prasetijo cukup kuat untuk dibawa ke ranah pidana karena ada unsur pembuatan surat palsu dan indikasi penyuapan.

"Kalau kita lihat sepeti ini tuh sudah nggak mungkin institusi, jadi ini permainan pribadi dan jelas motif yang bersangkutan itu untuk memperkaya diri sendiri. Sanksi pidana ini sudah kelihatan dari surat palsu, penyuapan, itu juga bisa diterapkan. Jadi bukan hanya hukuman ringan, tapi hukuman berat. Jangan saling menyalahkan, sudah ada kasus ini koordinasi dengan baik" imbuh Poengky.

Pihak lainnya, yaitu Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) meyakini Djoko Tjandra saat ini sudah berada di Kuala Lumpur, Malaysia. MAKI bahkan mengaku pernah bertemu langsung dengan Djoko Tjandra di Negeri Jiran itu.

"Ini jelas di Kuala Lumpur. Saya tahu persis Oktober kemarin tim kita ketemu dan sekarang dia balik ke Kuala Lumpur," kata Koordinator MAKI Boyamin Saiman dalam diskusi yang sama dengan Poengky.

Boyamin juga menyebut secara rinci lokasi pertemuan pihaknya dengan Djoko Tjandra, yaitu di Menara Tun Razak Exchange, lantai 105-106. "Tim saya pernah ketemu Oktober 2019 dan saya yakin di sana," sambung Boyamin.

Boyamin membeberkan lebih lanjut hal-hal yang diketahuinya, yakni rute perjalanan pelarian Djoko Tjandra dari Indonesia ke Malaysia. Dia menyebut Djoko masuk dan keluar Indonesia melalui jalur perbatasan Entikong, Kalimantan Barat (Kalbar), lalu melakukan perjalanan ke Jakarta dari Pontianak menggunakan pesawat, lalu turun di Bandara Halim Perdanakusuma, Jakarta Timur (Jaktim). Menurut Boyamin, hal itu dilakukan Djoko Tjandra berulang kali.

"Itu bolak-balik (perjalanan Pontianak-Jakarta) dari (Bandara) Halim, masuk lewat Halim dari Pontianak. Jadi urutan begini, dari Malaysia, Kuala Lumpur, ada dua potensi langsung ke Pontianak atau lewat Entikong jalur tikus. Saya yakin banyak jalan tikus karena tidak terdeteksi apa pun Djoko Tjandra itu masuk pakai Djoko Tjandra maupun Djokcan. Artinya, dia masuk lewat jalan tikus Entikong, kemudian dari Bandara Pontianak ini ke Jakarta ada beberapa, ada pernah pakai private jet, pakai Lion, pakai komersial ini berulang-ulang. Djoko Tjandra ini tidak lama di Indonesia, cuma 2-3 hari, cepat-cepat balik ke Kuala Lumpur, ngurus PK dan KTP. Selesai. Dia balik ke Kuala Lumpur, ngurus paspor. Selesai. Balik ke Kuala Lumpur," ungkap Boyamin.

Senada dengan fakta terbaru yang diungkap Polri, Boyamin menyebut Brigjen Prasetijo menemani kepergian Djoko Tjandra yang menggunakan jet pribadi atau private jet. "Dia ke Pontianak itu pakai surat jalan yang diterbitkan Prasetijo Utomo itu. Itu dia juga pernah ikut kawal pakai private jet," sebut Boyamin.

Boyamin menyarankan pemerintah melakukan pengejaran ke Malaysia. Ia juga menyebut pemerintah bisa menjalin kerja sama dengan meminta bantuan otoritas Malaysia untuk menangkap Djoko Tjandra.

"Tugas Kejaksaan Agung bersama Menko Polhukam dan lainnya mengejar ke sana untuk dipulangkan. Presiden Pak Jokowi meminta Perdana Menteri Malaysia untuk menangkap orang ini. Karena upaya Jaksa Agung terdahulu Pak Prasetio lima tahun nggak gol, sekarang mumpung momentum ini bisa buat gol, bisa nangkap Djoko Tjandra di Kuala Lumpur dan dipulangkan Indonesia. Itu aja," tutur Boyamin.

Soal saran Boyamin, Kapuspenkum Kejagung Hari Setiyono mengaku Kejagung tidak dalam kapasitas melakukan diplomasi. "Upaya kalau di luar negeri kita semua tahu diplomasi berat, itu teknis jalur-jalur diplomasi beratnya kami nggak masuk ke sana," tutup Hari dalam kesempatan diskusi yang sama.