Ini Dua Nama Tersangka Baru Korupsi Dana Hibah Pemkab Bengkalis 2012

Ini Dua Nama Tersangka Baru Korupsi Dana Hibah Pemkab Bengkalis 2012

RIAUMANDIRI.CO, PEKANBARU - Dua tersangka dalam penyidikan baru kasus dugaan korupsi penyimpangan dana hibah Kabupaten Bengkalis tahun 2012, mulai terkuak. Mereka adalah Yudhi Veryantoro, dan Suhendri Asnan, anggota DPRD Bengkalis periode 2009-2014.

Penyidikan baru ini dilakukan Penyidik Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Dit Reskrimsus) Polda Riau itu berdasarkan pengembangan perkara sebelumnya yang telah menjerat 8 orang sebagai pesakitan. Mereka juga telah dihadapkan ke persidangan dan dinyatakan bersalah.

Adapun para pesakitan yang telah dijebloskan ke penjara itu, adalah mantan Ketua DPRD Bengkalis, Jamal Abdillah. Tersangka lainnya, yang merupakan mantan anggota DPRD Bengkalis periode 2009-2014, yakni Purboyo, Hidayat Tagor, Rismayeni dan Muhammad Tarmizi. 
 
Selain itu, juga terdapat nama mantan Bupati Bengkalis, Herliyan Saleh, dan Azrafiani Aziz Rauf selaku Kabag Keuangan Pemkab Bengkalis. Terakhir, Ketua DPRD Bengkalis periode 2014-2019, Heru Wahyudi.


Atas penyidikan baru itu, Penyidik kemudian mengirimkan dua Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) ke Jaksa Peneliti pada Kejati Riau, pada medio April 2018 lalu. Meski begitu, saat SPDP tidak tertera nama para tersangka.

Jaksa Peneliti sendiri baru menerima pemberitahuan penetapan tersangka pada akhir April 2018. "Penetapan tersangka dilakukan pada 15 April. Sementara diberitahu ke kita (Jaksa Peneliti, red) pada 30 April 2018," ungkap Kepala Seksi (Kasi) Penerangan Hukum (Penkum) dan Humas Kejati Riau, Muspidauan, Minggu (3/6).

Adapun tersangka baru itu adalah mantan anggota DPRD Bengkalis. Mereka adalah Yudhi Veriantoro yang merupakan politisi dari Partai Demokrasi Kebangsaan (PDK) dan Suhendri Asnan dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP).

"Dua tersangka itu adalah anggota DPRD Bengkalis periode 2009-2014, berinisial YV dan SA," lanjut mantan Kasi Datun Kejari Pekanbaru itu. 

Dengan begitu, lanjutnya, Jaksa Peneliti akan menunggu pelimpahan berkas atau tahap I, dari Penyidik Polda Riau. Menurutnya, berkas seharusnya diterima Jaksa 30 hari setelah terbitnya SPDP. 

"Berdasarkan ketentuan di Kejaksaan, tahap I dilakukan dalam 30 hari setelah terbitnya SPDP," kata Muspidauan.

Jika itu tidak dilakukan, Muspidauan mengatakan Jaksa Peneliti akan mengirimkan P17 untuk mempertanyakan perkembangan hasil penyidikan yang dilakukan Penyidik. "Itu (P17,red) untuk mengingatkan Penyidik," sebutnya.

Masih dikatakannya, jika P17 tersebut tidak juga digubris Penyidik dalam 30 hari, Jaksa akan mengembalikan SPDP ke Penyidik. "Jika dalam 30 hari setelah P17 tak juga tahap I, Jaksa Peneliti akan mengembalikan SPDP ke Penyidik," pungkas Muspidauan.

Dalam perkara ini, sejumlah pihak disebut-sebut terlibat dan menikmati dana hibah itu. Seperti, nama Bobby Sugara disebut-sebut menjadi calo ribuan proposal dana hibah berinilai Rp272 miliar ini. 

Bahkan sesuai Berita Acara Pemeriksaan (BAP) milik Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Perwakilan Provinsi Riau dalam persidangan pesakitan sebelumnya, Bobby dikatakan mendapat untung 20 persen dari kelompok penerima aliran dana. Selain itu, sejumlah anggota DPRD Bengkalis periode 2009-2014 juga disebut-sebut menerima dana hibah itu.

Hal itu sesuai dengan dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) dalam persidangan dengan terdakwa Jamal Abdullah di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri (PN) Pekanbaru. Dalam dakwaan JPU kala itu disebutkan telah terdapat kerugian negara sebesar Rp31.357.740.000.

Angka tersebut berdasarkan Laporan Hasil Audit yang dilakukan BPKP Riau, yang disebutkan kalau ada penerbitan Surat Perintah Pencairan Dana (SPPD) dan direalisasikan pencairan dana sebesar Rp83.595.500.000. Dari realiasi pencairan dana hibah tersebut yang diterima oleh kelompok masyarakat, yakni sejumlah Rp52.237.760.000.

Sisanya, diduga telah menguntungkan diri Jamal Abdillah dan beberapa oknum anggota DPRD Bengkalis lainnya, orang lain yaitu calo dan pengurus kelompok masyarakat, yakni sejumlah Rp31.357.740.000.

Jumlah tersebut diduga dinikmati oleh 11 orang anggota DPRD Bengkalis periode 2009-2014, sebesar Rp6.578.500, termasuk di dalamnya 6 orang yang juga telah ditetapkan sebagai pesakitan dalam kasus ini.

Memperkaya diri Jamal Abdullah sebesar Rp2.779.500.000, Hidayat Tagor sebesar Rp133.500.000, Rismayeni sebesar Rp386 juta, Purboyo Rp752.500.000, Tarmizi Rp600 juta, Suhendri Asnan Rp280.500.000, Dani Purba Rp60 juta, Mira Roza (anggota DPRD Riau saat ini) Rp35 juta, Yudhi Veryantoro Rp25 juta, Heru Wahyudi Rp15 juta, dan Amril Mukminin yang saat ini Bupati Bengkalis Rp10 juta.

Terkait nama Yudhi Veryantoro, juga pernah disebut Bobby Sugara pada persidangan untuk terdakwa Herliyan Saleh dan Azrafiani Aziz Rauf, di Pengadilan Tipikor Pekanbaru, Selasa (6/9/2016) lalu.

Dikatakan Bobby kala itu, ada oknum mantan anggota DPRD Bengkalis, yang memiliki peran lebih banyak dalam kasus itu. Oknum tersebut adalah Yudhi, anggota DPRD Bengkalis dari PDK. Bahkan Yudhi menerima bagian yang lebih besar daripada dirinya, terkait dengan urusan proposal pengajuan bantuan dana hibah ke Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bengkalis.

Kepada majelis hakim yang diketuai Marsudin Nainggolan, Bobby mengungkapkan keterlibatannya dalam menurus proposal dana hibah Kabupaten Bengkalis tahun 2012 tersebut.

Dikatakan, hal itu bermula ketika ia diperintah Yudhi membantu kelompok masyarakat yang mengajukan bantuan dana hibah ke Pemkab Bengkalis. Selanjutnya, setelah dana hibah itu dicairkan, dilakukan sejumlah pemotongan. Setelah dipotong pajak 12 persen, untuk Yudhy sebesar 50 persen dan dirinya 20 persen. Sisa dari pemotongan itu baru diserahkan kepada kelompok masyarakat selaku pemohon. Sehingga masyarakat selaku pemohon, hanya menerima 20 persen. Bahkan ada yang hanya 15 persen.

Ditambahkannya, ia juga harus mengeluarkan biaya untuk penyusunan Laporan Pertangungjawaban atas penggunaan dana oleh kelompok masyarakat tersebut. Dikatakan, setidaknya ia mengajukan 76 proposal dana hibah kepada Yudhi.

Reporter: Dodi Ferdian
Editor: Nandra F Piliang