Sidang Korupsi RTH Tunjuk Ajar Integritas, Dwi Agus Sumarno Didakwa Mengatur Proyek dan Terima Fee

Sidang Korupsi RTH Tunjuk Ajar Integritas, Dwi Agus Sumarno Didakwa Mengatur Proyek dan Terima Fee
RIAUMANDIRI.CO, PEKANBARU - Mantan Kepala Cipta Karya, Tata Ruang, dan Sumber Daya Air (Ciptada) Riau, Dwi Agus Sumarno, diketahui memberikan pekerjaan pembangunan Ruang Terbuka Hijau (RTH) kepada Yuliana J Bagaskoro. Sebagai imbalannya, Yuliana memberika fee sebesar Rp80 juta kepada menantu mantan Gubernur Riau Annas Maamun itu.
 
Demikian terungkap di surat dakwaan yang dibacakan Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada persidangan perdana perkara itu yang digelar di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri (PN) Pekanbaru, Rabu (25/4/2018). Selain dua nama yang disebut di atas, turut menjadi pesakitan adalah Rinaldi Mugni.
 
Di dalam surat dakwaan yang dibacakan secara bergantian oleh JPU Hendra Fajar Arifin, Prawira Negara Putra dan Fuji Dwi Jona itu, dinyatakan ketiga terdakwa bersama-sama melakukan tindak pidana korupsi yang menguntungkan diri sendiri dan orang lain.
 
Dipaparkan JPU di hadapan majelis hakim yang diketuai Bambang Myanto, perbuatan ketiga terdakwa terjadi pada Juli hingga Desember 2016 lalu. Saat itu, terdakwa Yuliana mendatangi rumah Dwi Agus Sumarno untuk meminta restu agar diizinkan ikut proyek di institusi yang dipimpinnya.
 
Dwi menyetujui permintaan tersebut dan berjanji akan memenangkan perusahaan Yuliana. Selanjutnya Dwi memerintah Pejabat Pelaksana Kegiatan (PPK) Yusrizal agar memberikan proyek kepada Yuliana. "Perintah itu diteruskan Yusrizal kepada bawahannya," ujar JPU.
 
Saksi Yusrizal kemudian menetapkan dokumen jasa kontruksi yang memuat kerangka acuan proyek. Selanjutnya, Yuliana diberikan proyek arsitektur RTH Tunjuk Ajar Integritas.
 
"Perbuatan terdakwa (Dwi Agus Sumarno) memerintahkan anak buahnya memberikan proyek kepada Yuliana menyalahi peraturan pemerintah tentang pengadaan barang dan jasa. Seharusnya proyek diberikan dengan persaingan sehat secara lelang," lanjut JPU.
 
Sementara dari proyek yang didapat, Yuliana menjanjikan memberikan fee sebesar Rp1 persen. Atas hal itu, Dwi kemudian memerintahkan anak buahnya menanyakan fee tersebut, dan Yuliana memberikan sebesar Rp80 juta lebih untuk Dwi.
 
Dalam pelaksanaan proyek, terdakwa Rinaldi selaku konsultan konsultan pengawas tidak melakukan pekerjaan dengan baik. Dia tidak mengawasi proyek sebagaimana semestinya sehingga terjadi sejumlah penyimpangan.
 
Selain memberikan fee terhadap Dwi, proyek senilai Rp8 miliar itu juga menguntungkan Yuliana sebesar Rp750,357.552,99, Rinaldi sebesar Rp163 juta, Yusrizal Rp55 juta. Total kerugian negara yang ditimbulkan dari perkara ini sebesar Rp1,1 miliar. Angka itu berdasarkan audit penghitungan kerugian negara yang dilakukan Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Perwakilan Provinsi Riau.
 
Atas perbuatan itu, Dwi Agus Sumarno dijerat dengan Pasal 2 ayat (1) jo Pasal 3 jo 12 Undang-undang Nomor (UU) Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dan ditambah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana.
 
Sementara terdakwa Yuliana dan Rinaldo dijerat dengan 2 ayat (1) jo Pasal 3 jo 18 Undang-undang Nomor (UU) Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dan ditambah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana.
 
Menanggapi dakwaan JPU tersebut, Dwi Agus Sumarno dan Yuliana menyatakan tidak menyatakan keberatan atau eksepsi. Sedangkan terdakwa Rinaldi menyatakan akan mengajukan eksepsi yang akan disampaikannya pada persidangan selanjutnya. 
 
"Kita agendakan persidangan pada Rabu mendatang dengan agenda mendengar eksepsi dari terdakwa Rinaldi dan mendengarkan keterangan saksi untuk terdakwa Dwi Agus Sumarno dan Yuliana," ujar Hakim Ketua Bambang yang didampingi hakim anggota Khamazaro Waruwu dan Suryadi.
 
Usai persidangan, Dwi Agus Sumarno melalui Penasehat Hukumnya, Zulkarnaen Nurdin, mengungkapkan alasan pihaknya tidak mengajukan eksepsi. Ia akan melihat fakta yang terungkap dalam persidangan dengan keterangan-keterangan saksi-saksi yang akan dihadirkan JPU nantinya.
 
"Selaku Pengguna Anggaran (PA), kepala dinas tentu menanyakan ke Kuasa Pengguna Anggaran (KPA). Artinya sudah dikuasakan sebenarnya, KPA lah yang bertanggung jawab. Jadi bagaimana memengaruhi sehingga menang (menentukan pemenang tender,red), karena kan prosesnya lelang di ULP, dan ULP itu tidak instansi PU (Dinas Ciptada Riau)," terang Zulkarnaen. 
 
Lebih lanjut, dia mengatakan pembangunan Tugu Integritas sebagai simbol perlawanan terhadap korupsi di dalam kawsan RTH Tunjuk Ajar Integritas dilakukan berdasarkan perintah, dan terdapat adendum pengerjaan proyek. Hal itu, menurutnya, sesuai aturan diperbolehkan.
 
"Dan kalau (pembangunan) tugu itu kan melaksanakan perintah. Ada adendumnya dalam rangka pelaksanaan Hari Anti Korupsi dan itu diperbolehkan Perpres 54," imbuhnya.
 
Atas dakwaan JPU tersebut, dia menyatakan akan membuktikan fakta yang sebenarnya dalam persidangan nanti. "Kita tidak eksepsi. Kalau redaksionalnya tidak masalah, tapi substansinya itu nanti dibuktikan di keterangan saksi," pungkas Zulkarnaen.
 
Berbeda sikap, Rinaldi Mugni melalui Penasehat Hukumnya, Kapitra Ampera menyatakan akan mengajukan nota keberatan atas dakwaan JPU. Menurutnya, ada hal kekeliruan mendasar dari JPU terutama terkait kerugian negara.
 
"Ada hal sangat substansial. Dalam dakwaan disebutkan ada tanggungjawab terdakwa (Rinald Mugni) sebesar Rp163 Juta, tetapi di kerugian negara dibebankan seluruhnya Rp1 miliar. Ini ada mis. Untuk itulah kami ajukan eksepsi," kata Kapitra Ampera.
 
Untuk diketahui, selain ketiga terdakwa, perkara ini juga melibatkan 15 pesakitan lainnya. Direktur CV Panca Mandiri Konsultan, Raymon Yundra, tenaga ahli tenaga ahli CV Panca Mandiri Konsultan, Arri Arwin, dan Direktur PT Bumi Riau Lestari, Khusnul juga sudah ditahan.
 
Sementara 12 tersangka lagi dari Aparatur Sipil Negara (ASN) yang belum dilakukan penahanan. Di antara tersangka yang belum ditahan adalah  Ketua Pokja ULP Provinsi Riau, Ikhwan Sunardi, Sekretaris Pokja, Hariyanto, dan anggota Pokja Desi Iswanti, Rica Martiwi, Hoprizal, Pejabat Penerima Hasil Pekerjaan (PPHP) Adriansyah dan Akrima ST juga Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Yusrizal dan ASN Silvia.
 
Dalam RTH itu terdapat Tugu Integritas yang diresmikan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Agus Raharjo pada 10 Desember 2016 lalu pada peringatan Hari Anti Korupsi Internasional.
 
 
Reporter: Dodi Ferdian
Editor: Rico Mardianto