Terkait Pembunuhan Beruang Madu, BBKSDA Riau Dinilai Kurang Sosialisasi ke Masyarakat

Terkait Pembunuhan Beruang Madu, BBKSDA Riau Dinilai Kurang Sosialisasi ke Masyarakat
RIAUMANDIRI.CO, PEKANBARU - Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Riau dinilai kurang melakukan sosialisasi ke masyarakat terkait keberadaan satwa yang dilindungi. Hal ini terbukti masih adanya masyarakat yang melakukan perburuan bahkan membunuh satwa tersebut.
 
Seperti yang dilakukan empat orang warga Desa Mumpa, Kecamatan Tempuling, Kabupaten Indragiri Hilir (Inhil) yang ditetapkan sebagai tersangka, karena diduga membunuh empat ekor beruang madu. Bahkan, beruang ini ditembak dan ditombak, lalu dimakan bersama-sama.
 
Dari penyidikan sementara terhadap para tersangka, yaitu masing-masing Julkiply Pangihutan Dolok Pasaribu (39), Gantisori Sihombing (34), Junus Sinaga (51), dan Fransiskus Butar-Butar (33), diketahui mereka tidak ada motif untuk menjual. Mereka awalnya berniat memburu babi dan memasang puluhan jerat di perkebunan sawit.
 
Kesalahan para tersangka, karena tidak melaporkan telah terjeratnya satwa dilindungi itu kepada BBKSDA Riau. Mereka membunuh dan menguliti lalu dikonsumsi.
 
Pembantaian beruang ini dilakukan pada Sabtu (31/3/2018) lalu, di Teluk Kiambang, Inhil. Ini diketahui setelah viralnya video pembantaian tersebut di facebook. Video ini diunggah oleh akun yang bernama Zems Mulia Cipta Sihite.
 
Video ini viral di facebook pada Minggu (1/4/2018). Atas itu, dilakukan penyelidikan. Akhirnya, tempat pembantaian itu terlacak. Tepatnya berada di Desa Karya Tunas Jaya, Kecamatan Tempuling. BBKSDA pun berkoordinasi dengan Polres Inhil dan Balai Gakkum.
 
Terkait hal ini, Direktur Jendral (Dirjen) Konservasi Sumber Daya Alam Ekosistem (KSDAE) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Wiratno, mengatakan salah satu penyebab warga membunuh empat beruang tersebut karena kurangnya sosialisasi dari BBKSDA Riau. "Iya kurang (sosialisasi)," ujar Wiratno saat berkunjung ke Riau, akhir pekan kemarin.
 
Oleh karena itu, pihaknya meminta BBKSDA Riau untuk meningkatkan lagi sosialisasi kepada masyarakat. Terutama terkait larangan menangkap, melukai, membunuh, menyimpan, memiliki, memelihara, mengangkut, dan memperniagakan satwa dilindungi. "Ditingkatkan lagi sosialisasinya," lanjut Wiratno.
 
Lebih lanjut Wiratno mengatakan, sosialisasi bisa saja dilakukan dengan berbagai cara. Seperti, turun langsung ke masyarakat, atau melalui media sosial. "Lewat medsos, dan sampaikan bahwa satwa itu dilindungi," ujarnya seraya mengatakan sosialisasi ini harus dilakukan secara rutin.
 
"Sosialisasi ini harus dilakukan terus menerus kepada masyarakat. Makanya harus turun ke lapangan," sambungnya menegaskan.
 
Untuk diketahui, dalam perkara ini Petugas masih memburu satu pelaku lainnya yang diduga ikut memutilasi empat ekor beruang madu di Inhil bersama empat warga yang telah diamankan sebelumnya. Pria yang telah ditetapkan sebagai buronan diketahui merupakan warga Desa Mumpa Kecamatan Tempuling, Inhil.
 
Dia, disebut penyidik, terlihat aktif menguliti satwa yang memiliki nama latin Helarctos malayanus itu pada 1 April 2018. Wajahnya juga terlihat dalam sebuah video yang sempat viral di salah satu akun media sosial Facebook.
 
"Ada satu orang lagi yang masih dicari keberadaanya. Dia diduga ikut terlibat," ungkap Kasubdit IV Reserse Kriminal Khusus (Reskrimsus) Polda Riau AKBP Defrianto, beberapa waktu lalu.
 
Lebih lanjut Defrianto mengatakan, empat tersangka yang sudah ditangkap, yaitu Julkiply Pangihutan Dolok Pasaribu (39), Gantisori Sihombing (34), Junus Sinaga (51), dan Fransiskus Butar-Butar (33), telah diserahkan Balai Pengamanan dan Gakkum KLHK Wilayah Sumatera ke Polda Riau.
 
Meski ditahan di Polda, Defrianto menyebut penyidikan tetap dilakukan Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) di KLHK. Ditreskrimsus Polda Riau, katanya, berperan sebagai pendamping.
 
"Penyidikan tetap dilakukan PPNS. Kita (Polda Riau,red) sebagai backup saja," pungkas Defrianto.
 
Atas perbuatannya, para tersangka terancam 5 tahun penjara dan denda maksimal Rp100 juta. Mereka dijerat dengan Pasal 21 dan Pasal 40 Undang-Undang tentang Sumber Daya Alam, Habitat dan Ekositemnya.
 
Dalam kasus ini, petugas juga menyita sejumlah organ beruang seperti kulit, kepala, kaki dan empedu. Turut pula disita sebuah senapan dan pisau yang digunakan pelaku memutilasi beruang.
 
 
Reporter: Dodi Ferdian
Editor: Rico Mardianto