BPK Temukan Penyimpangan Rp1,5 Miliar Dalam Kasus Korupsi Dana Pendidikan di Kuansing

BPK Temukan Penyimpangan Rp1,5 Miliar Dalam Kasus Korupsi Dana Pendidikan di Kuansing
RIAUMANDIRI.CO, PEKANBARU - Penyimpangan dana bantuan pendidikan Pegawai Negeri Sipil (PNS) di lingkungan Pemerintah Kabupaten Kuantan Singingi tahun 2015 diduga merugikan keuangan negara sebesar Rp1,5 miliar lebih. Hal itu berdasarkan Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI.
 
Berdasarkan temuan tersebut, BPK memberikan tenggat waktu pihak terkait untuk menindaklanjutinya dalam 60 hari setelah terbitnya LHP. Dalam waktu tersebut diketahui hanya sekitar Rp591.100.000 yang dikembalikan. Sisanya dikembalikan setelah perkara ini bergulir ke Kejaksaan Negeri (Kejari) Kuansing.
 
Hal itu sebagaimana diungkapkan Kepala Inspektorat Kuansing, Hernalis, kala menjadi saksi di persidangan yang digelar di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri (PN) Pekanbaru, Selasa (27/2/2018). Duduk di kursi pesakitan dalam perkara itu, yaitu mantan Sekretaris Daerah (Sekda) Kabupaten Kuansing, Muharman, dan mantan Bendahara Setdakab Kuansing, Doni Irawan.
 
Diterangkan Hernalis di hadapan majelis hakim yang diketuai Toni Irfan, LHP BPK RI diterimanya pada 14 Juli 2016 lalu. Selain dirinya, LHP itu juga diterima Bupati Kuansing Mursini dan DPRD Kuansing.
 
"Salah satu isi temuan LHP itu terkait bantuan pendidikan. Temuannya Rp1,5 miliar lebih," ujar Hernalis.
 
Menanggapi hal itu, Hakim Ketua Toni Irfan menanyakan tindakan Inspektorat Kuansing atas temuan tersebut. Menjawab hal itu, Hernalis mengatakan pihaknya telah menyurati pihak-pihak terkait untuk mengembalikan ke kas daerah. "Pemkab menyurati OPD dan para pihak yang namanya (penerima bantuan pendidikan) yang ada ada di LHP itu. Mereka diminta mengembalikan dalam waktu 60 hari setelah LHP diterima," jawab Hernalis.
 
"Apakah ada pengembalian (dalam 60 hari tersebut)," cecar Hakim Toni.
 
"Ada yang mulia. Memang tidak 100 persen dalam tenggat waktu 60 hari. Itu sebesar Rp591.100.000," tanggap Hernalis.
 
"Sampai sekarang, sudah kembali semua. Sebagian di bawah 60 hari, sebagian di atas 60 hari," sambungnya. Hal ini pun diaminkan saksi lainnya, Mulyadi yang merupakan Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Kuansing, yang turut dihadirkan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Maritus dan Galih dari Kejaksaan Negeri (Kejari) Kuansing.
 
Selain dua saksi tersebut, JPU juga menghadirkan saksi Ramli. Pada tahun 2015 lalu, Ramli menjabat selaku Kepala Badan Kepegawaian Daerah (BKD) Kuansing.
 
Dalam kesaksiannya, Ramli yang didampingi Bendahara Rutin BKD Kuansing, Nelva Diana, memaparkan, saat itu dirinya tidak mengetahui adanya bantuan pendidikan bagi PNS di lingkungan Pemkab Kuansing. Karena kegiatan itu dilaksanakan oleh bagian Setdakab Kuansing.
 
"Terkait izin belajar itu dari Sekda (terdakwa Muharman)," terang Ramli.
 
Masih menurut Ramli, pada tahun 2015 diketahui terdapat 120 orang PNS yang mengajukan izin belajar. "Itu untuk S1 dan S2," singkatnya.
 
Ramli juga mengatakan, Sekdakab Kuansing saat itu, Muharman, juga tidak ada menyampaikan kepadanya terkait PNS yang menerima bantuan pendidikan, ke BKD Kuansing. Hal itu diterangkannya menjawab pertanyaan JPU Maritus. 
 
"Apakah PNS penerima bantuan pernah melaporkan pertanggungjawaban penggunaan anggaran, ke BKD," cecar JPU lebih lanjut. "Tidak ada, Pak," jawab Ramli.
 
Pada persidangan itu, juga terlihat sejumlah PNS menjadi saksi untuk kedua terdakwa. Seperti, Mujlan yang merupakan Kabag Hukum Setdakab Kuansing, dan sejumlah PNS yang menerima bantuan pendidikan, antara lain, Ronal Fredi, Yudistira, Liza Viona, dan Moris Rahardian, serta 8 orang saksi lainnya.
 
Menarik disimak keterangan saksi Moris. Dalam kesaksiannya, Moris mengaku menerima bantuan pendidikan untuk pendidikan S2 Manajemen di Universitas Putra Indonesia (UPI) Padang. Uang tersebut diterimanya Rp20 juta dari Rp30 juta yang dicairkan. Dia pun mengaku tidak ada menandatangani kuitansi penerimaan.
 
"Saya terima dari (terdakwa) Doni, cuman segitu. Sebenarnya Rp30 juta tapi yang saya terima Rp20 juta," terang Moris.
 
Mendengar keterangan itu, Hakim Toni Irfan lantas bertanya kepada Moris apakah telah mengembalikan ke kas daerah. "Sudah, Pak. Rp30 juta," ujar Moris.
 
"Terhadap Rp10 juta lagi gimana?," tanya Hakim Toni lebih lanjut. "Saya tidak tahu, saya mengembalikan Rp30 juta, Pak," jawabnya lagi.
 
Dalam kesempatan itu, Moris juga mengaku pernah meminta kepada Doni Irawan untuk turut mengembalikan sebesar Rp10 juta lagi. Namun hal itu ditolak Doni. "Saya tagih ke Doni, tapi dia tidak mau membayar," tandas Moris terlihat kesal.
 
Untuk diketahui, dalam berkas dakwaan kedua terdakwa, oleh Kejari Kuansing, Muharman berstatus tahanan kota, sejak tanggal 21 Desember 2017 sampai tanggal 9 Januari 2018, yang diperpanjang dari tanggal 10 Januari 2018 hingga berkas dilimpahkan ke Pengadilan.
 
Sama halnya dengan Muharman, Doni Irawan yang persidangannya terpisah, juga berstatus tahanan kota sejak tanggal 10 Januari 2018 hingga berkas dilimpahkan ke pengadilan‎.
 
Reporter:  Dodi Ferdian
Editor:  Rico Mardianto