Pemilihan Rektor Oleh Presiden Sangat Tidak Praktis, dan Tidak Modern

Pemilihan Rektor Oleh Presiden Sangat Tidak Praktis, dan Tidak Modern
JAKARTA (RIAUMANDIRI.co) - Wakil Ketua Komisi X DPR RI Abdul Fikri Faqih tidak setuju jika pemilihan rektor dilakukan presiden, karena akan membunuh demokrasi di internal perguruan tinggi dalam memilih pemimpinnya.
 
“Mestinya sudah saatnya pemerintah menyerahkan urusan seperti ini ke internal perguruan tinggi. Beri kepercayaan mereka agar lebih mandiri dan bisa terus mengkonsolidasikan kehidupan berdemokrasi di kampus," kata Fikri menanggapi soal wacana pengangkatan rektor perguruan tinggi yang langsung dipilih oleh presiden, Jumat (2/6).
 
Menurut politisi PKS ini, sejauh ini ada persoalan terkait dengan konsolidasi kehidupan praktek berdemokrasi di kalangan civitas akademika di perguruan tinggi terkait dengan regulasi pemilihan rektor, karena 30 persen dalam proses pemilihan menjadi hak Menristekdikti.
 
"Dampaknya, orang yang terpilih secara demokrasi dengan perolehan suara tertinggi di ajang pemilihan rektor secara internal, menjadi tidak terpilih karena tidak mendapat dukungan menteri," ujarnya. 
 
Dengan akan diambil alihnya pemilihan rektor oleh presiden, menurutnya bukan menghentikan kemelut di internal perguruan tinggi, tapi bisa menjadi semakin runyam. Sebab, birokrasi menjadi semakin panjang sampai ke presiden.
 
"Selama ini kemelut pemilihan rektor yang hanya ditangani menristekdikti saja berlarut sangat lama. Apalagi, jika sekarang hendak ditentukan langsung oleh presiden yang memiliki banyak urusan, maka diprediksi akan semakin lama polemik tersebut," katanya.
 
Dia mencontohkan untuk setingkat PP saja sebagai mandat dari UU yang sudah ditetapkan DPR bahkan sudah sangat lama diundangkan oleh Mensesneg, banyak ratusan jumlahnya yang tak kunjung terbit karena harus disetujui dan ditandangani oleh presiden. "Ini tentu birokrasi yang sangat tidak praktis, tidak modern,” tegas Fikri. 
 
Baca juga di Koran Haluan Riau edisi 03 Juni 2017
 
Reporter: Syafril Amir
Editor: Nandra F Piliang