Terkait Impor Minyak Sawit, DPR Minta Uni Eropa Jangan Asal Tuduh

Terkait Impor Minyak Sawit, DPR Minta Uni Eropa Jangan Asal Tuduh
JAKARTA (RIAUMANDIRI.co) - Wakil Ketua Komisi IV DPR Herman Khaeron mengingatkan Parlemen Uni Eropa jangan asal tuduh terkait pelarangan negara-negara anggotanya mengimpor minyak sawit dari Indonesia.
 
"Mereka tidak pernah menjelaskan detail alasan mengeluarkan resolusi. Mereka menuduh, karena tidak pernah menjelaskan terhadap konten atas empat persoalan yang dipersoalkan mereka," kata Herman dalam diskusi 'Lawan Parlemen Uni Eropa', di Media Center DPR, Kamis (4/5).
 
Parlemen Uni Eropa awal April 2017 mengeluarkan resolusi  berisi pelarangan negara-negara anggotanya mengimpor minyak sawit. Setidaknya ada empat alasan yang dikemukakan terkait resolusi itu, yaitu industri sawit menciptakan deforestasi, degradasi habitat satwa, korupsi, hingga mempekerjakan anak dan pelanggaran hak asasi manusia (HAM).
 
Resolusi itu secara khusus menyebut industri sawit Indonesia sebagai salah satu pihak pemicu masalah-masalah tersebut.  Ada 640 anggota Parlemen Uni Eropa yang menyetujuinya, sedangkan 18 lainnya menolak dan  28 memilih abstain. 
 
Menurut Herman, di satu sisi resolusi itu bisa dijadikan bahan interospeksi ke dalam. Namun, bicara soal nasionalisme harus ada bentuk perlawanan atas resolusi itu.
 
Dia mencontohkan masalah deforestasi. Apakah ini menjamin sumber daya terhadap lingkungan, juga tidak dijelaskan Parlemen Uni Eropa. "Jangan menuduh deforestasi tanpa menjelaskan unsur apa yang menjadi esensial di dalam deforestasi itu," paparnya.
 
Kemudian, Herman juga mengatakan, ketika Uni Eropa mempersoalkan perusahaan sawit mempekerjakan anak di bawah umur, mereka seharusnya juga  menunjukkan bukti.  "Dimana ada yang mempekerjakan anak di bawah umur," katanya. 
 
Soal pelanggaran HAM, Herman menegaskan, harusnya Parlemen Uni Eropa menjelaskan gamblang di mana pelanggaran HAM itu terjadi. 
 
Saat ini, dia menegaskan, Indonesia tengah gencar menindak pada pelanggar aturan kehutanan. Bahkan, sampai harus membentuk suatu direktorat jenderal baru untuk penegakan hukum masalah pelanggaran kehutanan. Ini merupakan sebuah kesungguhan pemerintah Indonesia untuk menegakkan  hukum di kawasan -kawasan hutan. 
 
Kemudian masalah korupsi yang dituduhkan, juga tidak pernah dijelaskan detail oleh Parlemen Uni Eropa.  "Kalaupun ada yang bertentangan dengan hukum dan kemudian berindikasi korupsi, itu sangat kasuistik," ujarnya.
 
Baca juga di Koran Haluan Riau edisi 5 Mei 2017
 
Reporter: Syafril Amir
Editor: Nandra F Piliang