Kisah Pabrik Karet di Tengah Kota

Kisah Pabrik Karet di Tengah Kota
PEKANBARU (riaumandiri.co)-Keberadaan pabrik karet PT Bangkinang yang berada di Jalan Taskurun Kota Pekanbaru, sudah berlangsung sejak tahun 1967 lalu. Ketika itu, kawasan tempat pabrik ini berdiri, tentu saja masih jauh dari keramaian.
 
Namun kondisinya saat ini, tentu saja sudah jauh berbeda. Karena saat ini, di sekeliling pabrik sudah berubah menjadi pemukiman penduduk yang padat. Selain itu, fasilitas pendidikan dan kesehatan juga sudah berdiri.
 
Seiring dengan perubahan itu, aktivitas pabrik pun kerap mengundang keluhan dari warga sekitar. Karena aroma tak sedap yang sering keluar dari pabrik, sudah membuat warga sekitar menjadi gerah.
 
Baru-baru ini, keberadaan pabrik itu sempat kembali disorot tajam. Hal itu seiiring rumor yang menyebut pihak kelurahan setempat, yakni Lurah Wonorejo, Kecamatan Marpoyan Damai, telah memberikan perpanjangan izin bagi pabrik itu. Buntutnya, warga pun bereaksi. Mereka menyatakan menolak kebijakan itu. 
 
Hal itu dibenarkan Bejo Susanto, Ketua RT3/RW2 Kelurahan Wonorejo, yang lokasinya berdampingan dengan pabrik karet itu. Dikatakan Bejo, penolakan tersebut telah disampaikannya bersama Ketua RW dan seluruh Ketua RT yang berada di sekitar pabrik karet tersebut dalam rapat di Kantor Kelurahan Wonorejo, awal Maret 2017 lalu.
 
"Kami (warga di sekitar PT Bangkinang) sudah sepakat tidak setuju. Seluruh RT tidak setuju perpanjangan izin (PT Bangkinang di lokasi sekarang). Pak RW juga tidak setuju. Intinya, masyarakat tidak setuju," ujarnya.
 
Saat ditanya, apakah dirinya mengetahui adanya wacana perpanjangan izin, ataupun permintaan tenggat waktu oleh PT Bangkinang selama 3 tahun ke depan, Bejo mengaku tidak tahu. Menurutnya, mungkin Lurah Wonorejo, Tar Ajaman, selaku perwakilan Pemerintah Kota Pekanbaru, mengetahui hal tersebut.
 
Namun, saat rapat kala itu, Lurah Wonorejo, Tar Ajaman, tidak ada memberikan tanggapan atas penolakan warga. Tar Ajaman, sebutnya, hanya mendengarkan aspirasi warga saja, tanpa memberikan keputusan.
 
"Pak Lurah lah itu. Saat itu (Rapat di Kantor Kelurahan Wonorejo,red) Lurah tidak ada tanggapan. Hanya mendengarkan saja," lanjutnya.
 
Penolakan warga tersebut, lanjut Bejo, bukan tanpa alasan. Pasalnya, selain memberikan dampak yang tidak baik, terutama terkait limbah yang dihasilkan, pabrik tersebut juga tidak memberikan kontribusi yang signifikan kepada masyarakat.
 
"Sama macam kamu sendiri, kalau di sebelah rumahnya ada sampah, bagaimana kira-kira," tanya Bejo menganalogikan dampak yang dirasakan warga akibat aroma busuk yang dihasilkan PT Bangkinang.
 
"Sementara kontribusinya tidak ada. Kalaupun ada warga tempatan (yang bekerja di sana), itupun tak banyak. Kalaupun ada (kontribusi dari PT Bangkinang), itupun untuk Posyandu. Rp100 ribu sebulan," sambungnya.
 
Bejo sendiri mengaku telah tinggal di lokasi tersebut sejak 30 tahun yang lalu. Memang, lebih dahulu PT Bangkinang berdiri di sana. Namun, imbuh Bejo, pada awal berdirinya PT Bangkinang, lokasi tersebut masih berupa hutan belukar. "Kalau bicara berdirinya, memang dia (PT Bangkinang,red) lebih dulu. Tapi dulu kan ini hutan. Wajar-wajar aja. Tapi, sekarang (wilayah) ini kan sudah menjadi kota," imbuhnya.
 
 
Terkait hal itu, Kepala Bidang Perizinan Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPM-PTSP) Kota Pekanbaru, Said Riza, Rabu, (15/3), mengatakan, setakat ini pihaknya belum menerima surat permohonan pengajuan perpanjangan izin dari PT Bangkinang. 
 
"Yang jelas sampai saat ini pihak PT. Bangkinang belum ada melayangkan surat ke kita, meminta permohonan perpanjangan izinnya. Kalau untuk perizinan lain mereka (PT. Bangkinang) memang pernah mengurusnya. Langkah selanjutnya kalau pabrik itu meminta perpanjangan izin kami tidak akan memberikannya, sesuai dengan yang pernah disampaikan Pak Kadis," kata Said.
 
Sebelumnya, penegasan serupa juga pernah dilontarkan Kepala DPM- PTSP Pekanbaru, Muhammad Jamil. "Apa pun bentuk perpanjangan izin yang akan diajukan pabrik karet itu tidak akan kita akomodir lagi, karena keberadaannya sudah tidak layak seiiring perkembangan penduduk Kota Pekanbaru yang semakin pesat. Karena dampak aroma tak sedap yang dikeluarkan  pabrik sangat menggangu kenyamanan masyarakat," terangnya ketika itu.
 
Dijelaskannya, pada tahun 2014 lalu Pemko Pekanbaru telah melakukan komunikasi dengan kedua perusahaan, hasilnya diberi waktu selama tiga tahun untuk pindah ke wilayah yang jauh dari pemukiman penduduk. Dengan pertimbangan sebagian besar pekerja perusahaan merupakan penduduk di sekitar kawasan pabrik.
 
" Tapi itu kan sudah lama, tentu para pekerja mereka sudah bisa mencari pekerjaan lain, kedua PT itu sudah siap terhadap rencana pemindahan. Mereka sudah punya tempat baru untuk melanjutkan usahanya, PT Bangkinang, sudah membuat pabrik baru di Taluk Kuantan," jelas Jamil.
Tak Layak 
Dalam hearing bersama Komisi I DPRD Pekanbaru, belum lama ini, pihak perusahaan PT Bangkinang, Yuliarman, mengakui keberadaan pabrik itu sudah tidak cocok lagi karena sudah berada di tengah pemukiman warga.
 
Karena itu, pihaknya meminta diberi waktu selama tiga tahun, untuk proses perpindahan pabrik. 
 
"Pemko meminta kami pindah ke Tenayan Raya (daerah KIT). Tapi akses jalan dan listrik belum ada sampai sekarang. Sampai sekarang belum clear. Pada intinya kami siap aja untuk pindah, tapi itu tadi, untuk persiapan saja minimal 3 tahun," katanya.
PT Bangkinang sendiri berdiri sejak tahun 1967 lalu. Untuk persiapan lahan, PT Bangkinang sudah punya lahan di Simalinyang Kampar Kiri.
 
Rencananya, jika memang lahan di Tenayan Raya tidak memungkinkan, maka PT Bangkinang membangun di Kampar Kiri tersebut. Saat ini PT Bangkinang mempekerjakan 266 karyawan. (tim)