Pemprov Evaluasi Tambang di Jalur Sumbar-Riau

Pemprov Evaluasi Tambang di Jalur Sumbar-Riau
SARILAMAK (RIAUMANDIRI.co) - Pemerintah Provinsi Sumatera Barat (Sumbar), akan mengkaji aktivitas pertambangan dan galian C di Kabupaten Limapuluh Kota yang diduga menjadi penyebab longsor sepanjang jalur Sumbar-Riau. "Nanti kita akan evaluasi semua, kalau memang penyebabnya itu maka akan ditertibkan," kata Wakil Gubernur Sum bar Nasrul Abit saat dihubungi dari Payakumbuh, Selasa (7/3).
 
Ia mengatakan sesuai Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 urusan kelautan, perikanan, pertambangan, kehutanan, serta Sekolah Menengah Atas (SMA) dan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) wewenangnya sudah dialihkan ke pemerintah provinsi. Dimana sebelumnya wewenang dan pengeluaran izin pertambangan dan galian C berada di pemerintah kabupaten dan kota. Untuk itu pihaknya akan segera menginventarisasi semua aktivitas tam bang yang ada di kabupaten dan kota serta mengevaluasinya. Jika kegiatan tersebut berdampak terhadap lingkungan, masyarakat, serta fasilitas umum maka ditertibkan.
 
Sementara Untuk jalur Sumbar dengan Riau sering dilanda longsor dan amblas, dimana bencana hampir terjadi setiap tahun. Sehingga hal yang sama tidak terjadi lagi pada masa mendatang, apalagi lokasi tersebut merupakan jalan utama yang menghubungkan kedua daerah. Akibatnya akses kedua provinsi jadi lumpuh sejak lima hari terakhir.
 
Selain itu bencana longsor tersebut juga berdampak terhadap perekonomian kedua daerah, seperti pendistribusian sembako ke Riau sebab sebagian besar sembako untuk provinsi tetangga itu masih dipasok dari Sumbar. Selanjutnya ju ga berdampak terhadap kun jungan wisatawan ke Sumbar, terutama bagi mereka yang berasal dari Riau.
 
Salah seorang Warga Nagari Koto Alam Kecamatan Pangkalan Koto Baru Bataruddin mengatakan bencana longsor yang cukup parah di jalur Sumbar dan Riau terjadi semenjak maraknya aktivitas tambang sejak tiga tahun terakhir. Sebelumnya juga pernah terjadi longsor namun hanya satu atau dua titik saja. Sedangkan longsor yang terjadi saat ini ada 64 titik, sementara yang menimbun badan jalan atau jalan am blas ada belasan titik.
 
Menurutnya sejak tiga tahun terakhir banyak berdiri perusahaan-perusahaan yang melakukan tambang berupa pengambilan batu yang ada di kawasan tersebut. Akan tetapi yang lebih parah lagi, pemecahan batu oleh yang dilakukan perusahaan itu dengan menggunakan dinamit sehingga menimbulkan getaran setiap kali ledakan.
 
"Kalau dinamit tersebut sudah meledak maka getaran seperti gempa. Ge taran tersebut akan akan terasa dalam radius kiloan meter," kata dia. Ia berharap perusahaan-perusahaan tersebut dievaluasi dan kalau perlu dihentikan sehingga bahaya tidak semakin besar.(ant/ara)