Oleh: Fadil Abidin

Ketika Ahok Membuka Kotak Pandora

Ketika Ahok Membuka Kotak Pandora
KAPOLRI Jenderal Pol Tito Karnavian mengatakan, Polri terpaksa mengesampingkan Peraturan Kapolri (Perkap) yang diterbitkan Kapolri sebelumnya, Jenderal (Purn) Badrodin Haiti, yang menyatakan pengusutan kasus terhadap calon kepala daerah harus menunggu proses Pilkada selesai.
 
Menurut Tito, kasus yang menjerat Gubernur nonaktif DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok menjadi referensi Polri untuk melanjutkan kasus-kasus lain yang menyeret peserta Pilkada. “Kalau ini digulirkan, akan membawa konsekuensi. Siapa pun yang dilaporkan, semua dilaporkan sama, harus diproses,” ujar Tito (Kompas.com, 25/1/2017) lalu.
 
Padahal, Perkap tersebut diterbitkan agar tidak terjadi politisasi dan muncul kesan kriminalisasi yang dituduhkan kepada Polri dengan memanfaatkan penegakan hukum. Namun, karena desakan masyarakat yang kuat, Polri melanjutkan laporan itu. Aksi saling lapor terhadap peserta Pilkada tak hanya terjadi di DKI Jakarta. Di daerah pun banyak ditemukan kasus serupa. Kasus Ahok menjadi preseden untuk menindaklanjuti laporan tanpa harus menunggu Pilkada selesai.
 
Kasus Ahok atas dugaan penistaan agama ternyata telah membuka “Kotak Pandora”. Selama ini calon kepala daerah yang tersangkut masalah hukum ditunda dulu penyidikan dan penyelidikannya setelah Pilkada usai. Setelah Pilkada usai bahkan setelah pelantikan, barulah Polri bertindak. Ada banyak kepala daerah yang menyandang status tersangka ketika akan dilantik, ada karena kasus narkoba, korupsi, ijazah palsu, dan sebagainya. 
 
Jadi jika ada laporan dugaan pelanggaran hukum yang dilakukan oleh calon kepala daerah misalnya, maka prosesnya akan berjalan terus karena referensinya adalah kasus Ahok yang diajukan pada saat tahapan Pilkada. Yang otomatis membawa konsekuensi hukum asas equality before the law, semua sama di muka hukum.
 
Belakangan,  Polri mengusut dua kasus yang menyeret calon wakil gubernur DKI, Sylviana Murni. Pertama, yakni dugaan korupsi dalam pembangunan Masjid Al Fauz di kantor Wali Kota Jakarta Pusat dan dugaan korupsi dalam pengelolaan dana bansos Kwarda Pramuka DKI Jakarta. Kedua kasus tersebut sudah naik ke tingkat penyidikan dan tetap bergulir.
 
Polri kemudian dituduh melakukan kriminalisasi. Calon gubernur DKI Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) menduga ada motif politis di balik mencuatnya dua kasus itu. AHY menilai dua kasus itu merupakan upaya memojokkan dirinya dalam kapasitas mereka sebagai pasangan cagub dan cawagub yang tengah mengikuti Pilkada 2017.
 
Gegara Ahok
Ahok pun seakan membuka kotak Pandora. Gegara Ahok, fenomena saling hujat-menghujat, ujaran kebencian, hoax, sikap permusuhan, intoleransi, dan disintegrasi sosial terjadi. Masyarakat, baik individu maupun yang tergabung dalam ormas ormas terbelah dalam menyikapi kasus ini. Media sosial, dunia maya, hingga dunia nyata menjadi ajang pertengkaran ini.  
 
Tidak berhenti begitu saja, tren saling lapor dan melaporkan juga terjadi. Gegara cuitan di Twitter, postingan di Facebook, unggahan video di Youtube, dan media sosial lainnya, terjadi kasus saling melaporkan. UU ITE, pasal pencemaran nama baik, dan pasal fitnah menjadi senjata untuk melawan orang lain yang tidak sefaham.
 
Ahok memang telah membuka kotak Pandora, melepas semua wacana, melepas semua kebencian yang selama ini terpendam, dan membuka topeng kemunafikan. Apakah kita bangsa yang mudah ternista, bangsa yang suka mengadu-adu, mudah tersinggung, mudah marah, dan saling menghujat?
 
Kotak Pandora telah dibuka, isinya yang konon adalah para iblis, sifat-sifat jahat manusia, penderitaan, dan kebencian telah terlepas. Apakah kotak Pandora itu?  
 
Kotak Pandora
Dalam mitologi Yunani Pandora adalah perempuan pertama yang diciptakan. Ketika manusia (laki-laki) diciptakan terlebih dahulu oleh dewa Zeus, manusia adalah makhluk yang paling lemah di muka bumi dibanding makhluk lainnya.
 
Prometheus merasa kasihan melihat ma­nusia, lalu ia “mencuri” ilmu pe­ngetahuan dan rahasia membuat api milik para dewa kepada manusia. Karena perbuatannya, Zeus menghukum dengan mengumpankannya kepada elang Kau kasus. Prometheus adalah Titan yang imortal (tidak bisa mati). Ketika elang Kau kasus memangsa hatinya, hatinya muncul lagi, begitu seterusnya. Hercules kemudian membebaskan Prometheus.
 
Sementara untuk umat manusia, para dewa memberi hukuman melalui Pandora. Maka terciptalah manusia perempuan pertama di dunia. Setelah diciptakan, Athena mengajarinya menenun dan menjahit serta memberinya pakaian. 
 
Aprodhite memberinya kecantikan dan hasrat. Para Kharis memakaikan padanya perhiasan, dan para Hoirai membe­rinya mahkota. Apollo mengajarinya bernyanyi dan bermain musik. Poseidon memberinya kalung mutiara. Hera memberinya rasa penasaran yang besar, Hermes memberinya kepandaian berbicara serta menamainya Pandora, bermakna “mendapat banyak hadiah”.
 
Zeus kemudian menghadapkan Pandora pada Epimetheus, saudara dari Prometheus. Melihat kecantikan dan kecerdasan yang luar biasa pada diri Pandora, Epimetheus jatuh cinta. Prometheus berusaha memperingatkan Epimetheus untuk tidak menerima Pandora.  tetapi Pandora begitu mempesona sampai-sampai Epimetheus mau menikahinya. Pada hari pernikahan mereka, para dewa memberi hadiah berupa sebuh kotak yang indah dan Pandora dilarang untuk mem­buka kotak tersebut.
 
Misalnya terkait dengan konflik yang sedang terjadi maka para pemuka harus tampil sebagai suatu  kekuatan untuk memformulasikan etika global yang diharapkan dapat menciptakan perdamaian. Dengan kata lain spirit agama digunakan untuk mewujudnyatakan perdamaian. Untuk itu maka institusi agama harus mampu melakukan mitigasi konflik.
 
Misalnya dengan melakukan dialog dialog antara umat beragama secara berkala, atau  kegiatan kegiatan lain yang dianggap penting se­bagai kontribusi agama dalam  menanamkan nilai-nilai pluralisme dan persatuan, misalnya dengan menggandeng Forum Komunikasi Antar Umat Beragama (FKUB) bentukan pemerintah.
 
Terakhir institusi agama juga dituntut untuk mencari akar masalah dari konflik agama supaya konflik serupa tidak terjadi lagi. Salah dua faktor penyebab utama dari konflik beragama dewasa ini adalah kemiskinan dan kesenjangan.
 
Untuk itu maka institusi agama mau tidak mau ha­rus ikut serta dalam penanggulangan kemiskinan dan kesenjangan. Misalnya dengan mem berdayakan masyarakat miskin dengan pelatihan keterampilan tertentu atau bisa juga institusi agama membentuk UMKM sendiri agar umatnya bisa lepas dari kemiskinan.