KASUS SUAP PENGESAHAN APBD RIAU

Johar Dituntut 6 Tahun, Suparman 4,5 Tahun

Johar Dituntut  6 Tahun, Suparman 4,5 Tahun
PEKANBARU (riaumandiri.co)-Jaksa Penuntut Umum dari Komisi Pemberantasan Korupsi menuntut terdakwa Johar Firdaus, mantan Ketua DPRD Riau selama enam tahun penjara. Sementara Bupati Rokan Hulu non aktif, Suparman, dituntut selama empat tahun enam bulan penjara. 
 
Keduanya dinilai secara sah dan meyakinkan menerima hadiah atau janji dalam pengesahan APBD Riau tahun 2014 dan 2015. Tuntutan ini dibacakan Jaksa Johar
 
Penuntut Umum (JPU) KPK, Tri Anggoro, di hadapan majelis hakim yang diketuai Rinaldi Triandiko, di Pengadilan Tipikor Pekanbaru, Kamis (26/1). Selain itu,  Jaksa juga menuntut kedua membayar denda masing-masing sebesar Rp200 juta, jika tidak dibayar diganti dengan penjara selama tiga bulan.
 
Di hadapan majelis hakim, Jaksa juga menuntut agar majelis hakim mencabut hak politik kedua terdakwa, terhitung setelah selesai melaksanakan masa hukuman pidananya. 
 
Adapun hal yang memberatkan menurut JPU antara lain, terdakwa Johar Fidaus, ada menerima sejumlah uang terkait dalam pembahasan APBD. Sedangkan terdakwa Suparman yang juga mantan Ketua DPRD Riau, hanya yang mengakomodir antara Annas Maamun dengan dewan.
 
Kemudian perbuatan terdakwa tidak mengindahkan program pemerintah yang saat ini gencar memberantas korupsi. Sementara hal yang meringankan antara lain, kedua terdakwa bersikap sopan, belum pernah dihukum dan memiliki tanggungan keluarga. 
 
Usai mendengarkan tuntutan JPU, terdakwa melalui Penasehat Hukumnya akan mengajukan pembelaan pada sidang berikutnya. 
 
Eva Nora, Penasehat Hukum terdakwa Suparman, mengatakan, tuntutan tersebut cukup berat, karena dari persidangan diketahui tidak ada satupun keterangan saksi yang memberatkan terdakwa Suparman. Karena itu pihaknya akan menyampaikan pembelaan pada sidang selanjutnya. 
 
Sesuai dakwaan JPU dari KPK, keduanya didakwa melanggar dua pasal, yakni pasal 12 huruf a dan pasal 11 UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan tindak pidana korupsi sebagai mana telah diubah dengan UU RI Nomor 20 Tahun 2001, jo pasal 55 ayat 2 ke 1 KUHP.
 
Perbuatan keduanya disebutkan bermula pada tanggal 12 Juni 2014 Gubernur Riau Annas Maamun mengirimkan Rancangan Kebijakan Umum Anggaran (KUA) dan Prioritas dan Plafon Anggaran Sementara (PPAS) tahun 2015 kepada Ketua DPRD Riau.
 
Tanggal 24 Juli 2014, Annas Maamun juga mengirimkan KUA dan PPAS RAPBD Perubahan tahun 2014 kepada Ketua DPRD Riau. Sebelumnya, digelar rapat konsultasi antara pimpinan, ketua-ketua fraksi dan Komisi D dan Annas Maamun bersama SKPD. Saat itu Annas Maamun menyampaikan keinginannya agar RAPBD P 2014 dan RAPBD 2015 dibahas dan disahkan oleh anggota DPRD Provinsi Riau periode 2009-2014.
 
Annas Maamun juga menyampaikan bahwa terkait pinjam pakai mobil anggota DPRD Riau disetujui untuk diperpanjang selama dua tahun dan nantinya pada saat lelang akan diprioritaskan untuk bisa dimiliki oleh anggota DPRD Riau periode 2009-2014.
 
Keinginan Annas Maamun ini kemudian disetujui oleh terdakwa Johar Firdaus dan akan membahas dalam rapat Banggar. Tanggal 8 Agustus 2014, Banggar dan RAPBD melakukan pembahasan. Dalam rapat, Banggar mempertanyakan tentang penyerapan APBD yang hanya 12 persen.
 
Selain itu juga dibahas perubahan SOTK dan pergeseran anggaran. Karena tidak ada titik temu, maka rapat diskors. Karena itu, terdakwa Johar Firdaus meminta agar dilakukan pertemuan tertutup di ruang Komisi B yang dihadiri Banggar.  Terdakwa Suparman kemudian mengusulkan pembentukan tim informal sebagai penghubung antara DPRD dan Annas Maamun. Terdakwa Suparman juga menginformasikan tawaran Annas Maamun soal kendaraan dinas tersebut.
 
Sekitar dua atau tiga hari kemudian, terdakwa Suparman menyampaikan kepada terdakwa Johar Firdaus, Riky Hariansyah dan Zukri Misran, bahwa terdakwa Suparman telah bertemu Annas Maamun dan menawarkan pemberian uang antara Rp50 juta hingga Rp60 juta untuk 40 anggota dewan tertentu yang ditentukan Annas Maamun, yang diistilahkan terdakwa Suparman dengan istilah 50 sampai 60 hektare. Sementara mengenai mobil tetap disetujui.
 
Dengan perjanjian tersebut, tanggal 9 Agustus 2014 DPRD Riau menyetujui RAPBD 2014. Tanggal 31 Agustus 2014, tim Banggar dan TAPD mulai membahas KUA dan PPAS RAPBD 2015, kemudian rapat lagi tanggal 25 Agustus yang kesimpulannya Pemprov diminta segera menyampaikan KUA dan PPAS dan disesuaikan dengan RPJMD dan SOTK, paling lambat 26 Agustus.
 
Tanggal 30 Agustus 2014 terdakwa Suparman, melaporkan kepada Annas Maamun melalui telepon bahwa RAPBD 2015 tidak ada masalah, padahal saat itu koreksi buku KUA PPAS 2015 belum diterima DPRD dan belum dibahas.
 
Tanggal 1 September 2014 di rumah dinas gubernur, Annas Maamun menyampaikan kepada Zaini Ismail selaku Sekda, Wan Amir Firdaus, Asisten II, Hardi Jamaludin selaku Asisten III, Sa’id Saqlul dan M Yafiz selaku Kepala Bappeda dan Suwarno selaku Kasubag Anggaran, bahwa untuk pengesahan diberi uang Rp1,2 miliar kepada tim Banggar.
 
Untuk memenuhi itu, Annas Maamun membebankan kepada Biro Keuangan melalui Suwarno, Rp110 juta, meminjam kepada Saqlul Rp500 juta, kepada Syahril Abu Bakar selaku Ketua PMI Rp400 juta, dan sisanya Rp190 juta dari Annas Maamun. Pukul 16.00 WIB, Annas Maamun melalui Wan Amir Firdaus memanggil Suwarno dan memerintahkan Suwarno mengantarkan yang Rp1,2 miliar kepada Ahmad Kirjuhari.
 
Keesokan, Kirjuhari bertemu terdakwa Johar Firdaus menyampaikan uang sudah ada, dan disebut disimpan saja. Terdakwa Johar kemudian memimpin rapat lanjutan KUA PPAS RAPBD 2015. Namun karena buku KUA PPAS belum juga diserahkan, maka rapat tidak diteruskan. Namun terdakwa Johar telah mengagendakan penandatanganan MoU malam harinya, dan keesokannya penyampaian nota keuangan.
 
Selanjutnya, meski KUA PPAS tidak pernah dibahas, terdakwa Johar, Noviwaldi dan T Rusli Ahmad tetap menandatangani MoU KUA PPAS.
 
Tanggal 8 September terdakwa Johar menelepon Ahmad Kirjuhari dan Riky Hariansyah untuk segera datang ke kafe lick latte. Dalam pertemuan itu, terdakwa Johar minta uang bagian Rp200 juta dari uang yang telah diterima Kirjuhari dari Annas Maamun. Namun karena uangnya kurang, akhirnya disepakati terdakwa Johar menerima Rp155 juta. Selanjutnya uang tersebut diserahkan Riky Hariansyah ke rumah terdakwa Johar. (hen)