Fatwa MUI Bukan Sumber Kegaduhan

Fatwa MUI Bukan Sumber Kegaduhan
JAKARTA (riaumandiri.co)-Pernyataan sejumlah pihak, yang menyebutkan Fatwa Majelis Ulama Indonesia yang dinilai menjadi suamber kegaduhan, kembali dibantah. Kali ini, bantahan itu ditegaskan Ketua Fraksi PKS DPR RI Jazuli Juwaini, yang menegaskan bahwa fatwa MUI bukanlah sumber kegaduhan.
 
"Soal fatwa MUI, semua pihak harus mendudukkan posisi fatwa secara benar. Adalah tugas ulama untuk membimbing dan mengawal umat untuk komitmen menjaga agamanya," ungkap Jazuli, dalam keterangan tertulisnya, Kamis (19/1).
 
Jazuli juga meminta kepada semua pihak untuk berpikir objektif dan proporsional dalam melihat kegaduhan berbangsa yang terjadi belakangan ini. "Apa benar karena fatwa MUI atau karena hal lain?” ujarnya.
Dia mengingatkan, bahwa komitmen terhadap agama, khususnya Islam, sudah dikembangkan dan tidak pernah dibenturkan dengan eksistensi pemerintahan sejak Indonesia merdeka. Bahkan, kedudukan ulama dan fatwanya dalam sejarah bangsa Indonesia, sangat disakralkan.
 
"Sejarah mencatat fatwa menjadi solusi bagi umat bahkan berkontribusi bagi bangsa saat revolusi fisik melawan penjajah seperti fatwa resolusi jihad Kyai Hasyim Asyari," tegas Jazuli.
 
Sebelumnya, anggota Komisi III DPR, Aboebakar Alhabsyi, juga menyatakan, jika ada kesimpulan yang menyatakan fatwa ulama menjadi penyebab keresahan dan anti kebinekaan, itu adalah logika sesat. 
 
Menengok sejarah, fatwa jihad atau resolusi jihad yang disampaikan KH Hasyim Asy’ari mengobarkan perlawanan Arek Suroboyo terhadap penjajah. Bila tidak ada fatwa jihad tersebut, tidak ada hari pahlawan, dan kita tidak tahu apakah republik ini masih ada.
 
"Jika yang dimaksud fatwa meresahkan adalah fatwa dari MUI, coba dilihat juga bahwa fatwa MUI sudah berjalan selama 40 tahun," ujarnya.
 
Ia mengatakan, selama ini sudah ada lima presiden yang berganti, namun tidak ada yang mengeluhkan fatwa MUI. Malah, lanjutnya, Fatwa MUI banyak dijadikan rujukan pembangunan nasional, misalkan saja di bidang perbankan, zakat hingga wakaf.
 
"Jika yang dikeluhkan adalah pergerakan massa setelah ada fatwa penistaan, mari tengok sejarah," ucapnya. (rol/sis)