Sidang Dugaan Korupsi Kebun K2I

Dirut PT GEP Ngaku Rugi Rp9,7 M

Dirut PT GEP Ngaku  Rugi Rp9,7 M

PEKANBARU (RIAUMANDIRI.co) - Sidang dugaan korupsi pembangunan kebun sawit K2I, dengan terdakwa Direktur Utama PT Gerbang Eka Palmina, Miswar Chandra, digelar di Pengadilan Tipikor Pekanbaru, Rabu (2/11).

Sidang kemarin mengagendakan pembacaan dakwaan dari Jaksa Penuntut Umum (JPU) yang langsung dilanjutkan dengan pembacaan eksepsi. Dirut Di hadapan majelis hakim yang diketuai Heru, JPU Sumriadi SH megnatakan, Miswar Candra melanggar Pasal 2, Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 yang telah ditambah dan diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Perbuatan terdakwa selaku rekanan di Dinas Perkebunan (Disbun) Riau, terjadi tahun 2006 hingga 2010. Ketika itu, Disbun Riau menganggarkan dana program perkebunan untuk Pengentasan Kemiskinan Kebodohan dan Infrastruktur (K2I), sebesar Rp217,3 miliar. Dana ditujukan untuk pembangunan kebun kelapa sawit seluas 10.200 hektare di Riau. Tender program itu akhirnya dimenangkan PT GEP.

Berdasarkan Perjanjian Kerjasama Kontrak Induk tanggal 15 Desember 2006, dilaksanakanlah pekerjaan dengan berpedoman kepada Term Of Reference (TOR).

Pada 18 Desember 2006, dibuat perjanjian kerja sama tahunan (kontrak anak) antara Disbun Riau dan PT GEP dengan nilai Rp45,5 miliar lebih. Uang muka dicairkan sebesar 20 persen atau Rp9,1 miliar lebih.

Selanjutnya tahun 2007, pekerjaan dilanjutkan dengan nilai kontrak Rp73,2 miliar. Dalam pelaksanaannya, penanaman hanya dilakukan seluas 534 hektare. Seharusnya sampai tahun 2007, penanamanan sudah seluruhnya yakni 10.200 hektare Namun capaian fisik hanya 6,65 persen karena dana cair baru 20 persen dari nilai kontrak atau Rp14,6 miliar lebih.

Meski realisasi fisik tidak sesuai kontrak tapi tahun 2008, program itu terus berlanjut. Hal itu dikuatkan dengan surat perjanjian dengan nilai kontrak Rp39 miliar lebih.

Pada tahun 2007, kontraktor melaksanakan beberapa item pekerjaan yang tidak tertuang dalam kontrak dan agar dapat dilakukan pembayaran pekerjaan. Kadisbun Riau ketika itu, Susilo (kini telah divonis, red) selaku Pengguna Anggaran tahun 2008 menandatangani amandemen perjanjian kerjasama kontrak induk dan addendum yang bertentangan dengan Keputusan Presiden Nomor 80 Tahun 2003.

Sampai berakhirnya tahun anggaran 2008, progres fisik pekerjaan 11,846 persen dengan jumlah lahan yang tertanam seluas 1.441 hektare. Namun Susilo tanpa meminta pertanggungjawaban uang muka yang sudah diterima PT GEP tahun 2006 dan 2007 sebesar Rp23,7 miliar lebih, justru mencairkan dana tahun 2008 sebesar Rp38,8 miliar sehingga uang yang diterima PT GEP Rp62,6 miliar lebih.

Selanjutnya tahun 2009, PT GEP melanjutkan pembangunan tanpa ada kontrak. "Akibat perbuatan itu negara dirugikan Rp28 miliar," ujar JPU. Ngaku Rugi Sementara dalam eksepsinya, kuasa hukum terdakwa Hamonangan Sinurat SH dan  B Rosenty K Simaremare SH, menyebutkan, terdakwa bukan pelaku tindak pidana korupsi, melainkan rekanan yang dirugikan hingga Rp9,7 miliar.

Hal ini terjadi bermula menandatangani kontrak pembangunan kebun kelapa sawit seluas 10.200 hektare, dengan anggaran tahun jamak 2006-2011 senilai Rp199.261.683.000. Dalam kontrak disebutkan lahan yang akan dibangun kelapa sawit tersebut disediakan pemberi kerja (Disbun Riau).

Ternyata di lapangan, ada beberapa item pekerjaan yang harus dan wajib dilaksanakan PT GEP, namun tidak diatur dalam kontrak induk. Misalnya di Desa Sepahat, Kecamatan Bukit Batu, Kabupaten Bengkalis, untuk membuka kebun di tengah hutan diperlukan jalan akses untuk dilalui mobil, motor atau pejalan kaki.

Pekerjaan vital di luar kontrak ini kemudian diperintahkan untuk dikerjakan kontraktor Kadibun Riau ketika dijabat Marjohan Yusuf. Pekerjaan di luar kontrak tersebut telah diperiksa tim Disbun dan volume pekerjaannya oleh BPKP Riau. Harganya juga sudah dinegosiasikan.

Dalam audit BPKP Riau tanggal 31 Desember 2009 disebutkan, sampai saat pemeriksaan tanggal 14 Oktober 2009, nilai kemajuan pekerjaan seluruhnya belum dapat ditentukan berhubung adanya pekerjaan tambahan yang tidak diatur kontrAk, meskipun kemajuan pekerjaan yang telah diatur dalam kontrak telah diketahui sebesar Rp36.171.778.029.74

Setah dihitung akhirnya disetujui nilai pekerjaan tambahan di luar kontrak Rp36.182.280.661.37. Sehingga total nilai yang dikerjakan oleh PT GEP sebesar Rp72.354.058.691.11. Sementara uang yang diterima PT GEP dari Dinas Perkebunan Provinsi Riau hanya sebesar Rp62.632.630.266.00, sehingga PT GEP rugi Rp9.721.428.425.11.

"Hal ini telah digugat terdakwa secara perdata di Pengadilan Negeri Pekanbaru dan Pengadilan Tinggi dan dimenangkan oleh terdakwa. Karena itu kami minta majelis hakim untuk menunda Dakwaan jaksa ini sampai ada kekuatan hukum tetap," ujar Hamonangan Sinurat.(hen)