Terdakwa Korupsi Dorak Sebut Dakwaan Jaksa Kabur

Terdakwa Korupsi Dorak Sebut Dakwaan Jaksa Kabur

PEKANBARU (RIAUMANDIRI.co) - Tiga terdakwa korupsi ganti rugi lahan Pelabuhan Dorak, menyatakan dakwaan Jaksa Penuntut Umum terhadap terdakwa tidak jelas, kabur. Sehingga dengan demikian, harus dinyatakan batal demi hukum dan perkara tidak dapat dilanjutkan.

Hal itu terungkap dalam persidangan di Pengadilan Tipikor Pekanbaru, Kamis (13/10). Sidang kemarin mengagendakan pembacaan eksepsi dari para terdakwa.

Di hadapan majelis hakim yang diketuai Rinaldi Triandiko SH, pernyataan itu disampaikan kuasa hukum tiga terdakwa, masing-masing, Suwandi Idris (Kepala Badan Pertanahan Nasional Kabupaten Kepulauan Meranti), Mohammad Habibi (PPTK) serta Abdul Arif, selaku penerima kuasa dari pemilik lahan. Pembacaan pembelaan itu dilakukan secara terpisah.


Sementara satu terdakwa lainnya, Zubiarsyah (mantan Sekdakab Kepulauan Meranti), tidak mengajukan eksepsi. Terdakwa melalui penasihat hukumnya, Zulkarnain Nurdin, menyatakan akan menyampaikannya sekaligus dengan pembelaan nantinya.

Terdakwa Muhammad Habibi (PPTK), melalui penasihat hukumnya, R Lindawati dan Wisma Saputra SH, mengatakan, dakwaan JPU tidak jelas karena pada halaman 3 dakwaan JPU disebutkan terdakwa menerima uang dari Sugeng Rp700 juta. Sedangkan pada halaman 8 disebutkan terdakwa dinyatakan telah diperkaya dengan menerima uang sebesar Rp1,8 miliar. Tetapi dalam dakwaan tidak jelas asal usul, kapan dan dimana uang tersebut diterima.

Lebih lanjut dikatakannya, dalam dakwaan jaksa mengenakan pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP, namun dakwaan tidak menyebutkan secara jelas posisi dan peranan terdakwa yang terkait pasal tersebut.

Penasihat hukum terdakwa juga menyebutkan, bagian lain dari surat dakwaan yang menunjukkan ketidakcermatan, ketidakjelasan dan ketidaklengkapan. Penyebutan waktu dan peristiwa terjadinya tindak pidana dalam surat dakwaan tidak konsisten, kacau balau dan tidak jelas. Ditambahkan R Lindawati, surat dakwaan jaksa tidak dapat diterima karena tidak ada penghitungan kerugian negara oleh pihak yang berwenang.

"Berdasarkan hal ini, kami mohon kepada majelis hakim menjatuhkan putusan sela menyatakan surat dakwaan JPU tidak memenuhi ketentuan pasal 143 ayat 2 huruf b KUHAP, karena itu harus dinyatakan batal demi hukum dan atau tidak dapat diterima. Menyatakan perkara ini tidak dapat diperiksa lebih lanjut," ujarnya.
Usai mendengarkan eksepsi para terdakwa, sidang akan dilanjutkan pekan depan dengan agenda putusan sela, karena disepakati Jaksa dan penasihat hukum terdakwa tidak mengajukan rellik dan duplik.

Pada persidangan sebelumnya, keempat terdakwa dijerat Pasal 2, Pasal 3 jo Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 yang telah ditambah dan diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, jo pasal 55 KUHP.

Perkara ini bermula pada tahun 2013 lalu. Adapun modus yang diduga digunakan empat orang terdakwa ini, kala itu ada pembebasan lahan melalui broker yang dilakukan secara melawan hukum. Uang pada kas daerah tahun 2013 sudah dibayarkan sebesar Rp2.006.421.200, setelah potong pajak. Ternyata dua bidang tanah seluas 48 ribu meter persegi ini dilaporkan saksi atas nama Simin dan Jus Salatun, ternyata tanah itu bukan milik mereka.  (hen)