Perwakilan Pemprov Tolak Ikut Serta

Masyarakat Segera Gugat SK RTRWP Riau

Masyarakat Segera Gugat SK RTRWP Riau

PEKANBARU (RIAUMANDIRI.co) - Surat Keputusan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor Nomor 673, 678 Tahun 2014 dan 314 Tahun 2016, tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Riau, dinilai merugikan masyarakat Riau. Masyarakat Pasalnya, masih banyak desa dan pemukiman masyarakat, yang dinyatakan masuk dalam wilayah hutan.

Terkait hal itu, sejumlah komponen masyarakat Riau akan mengajukan gugatan berupa Class Action kepada pihak terkait. Namun, Pemprov Riau menolak ikut serta dalam rencana tersebut.

Rencana untuk mengajukan gugatan tersebut, dirumuskan saat Diskusi Publik yang ditaja BEM Fakultas Ilmu Sosial dan Politik (Fisip) Universitas Islam Riau (UIR) bersama Pusat Informasi dan Jaringan Rakyat (Pijar) Melayu, di auditorium Soeman HS, Kampus UIR Pekanbaru, Rabu (5/10).

Tampil sebagai pembicara antara lain, Kepala Dinas Kehutanan Riau, Fadrizal Labay, Kadis Perkebunan Riau Muhibul Basyar, anggota Tim Terpadu RTRWP Riau Emrizal Pakis, Ketua Harian Lembaga Adat Melayu Riau Khairul Zainal, Ketua Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia Cabang Riau, Saut Sihombing, serta praktisi hukum Riau, Mayandri Suzarman, serta perwakilan Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah Riau.

Dalam kesempatan itu, Mayandri Suzarman mengatakan, dalam waktu dekat, masyarakat Riau akan mengajukan upaya hukum gugatan Class Action terhadap SK Menteri LHK Nomor 673, 678 Tahun 2014 dan 314 Tahun 2016, tentang RTRW Provinsi Riau.

Gugatan ini, akan mengakomodir kepentingan masyarakat yang desanya termasuk dalam kawasan hutan. Melalui upaya class action ini, lanjutnya, desainnya akan jauh lebih besar dibandingkan pengajuan gugatan secara pribadi-pribadi. "Kita akan ambil langkah hukum ini. Setelah penandatangan (pakta integritas) tadi, secepatnya kita akan menyusun gugatannya," sebutnya.

"Yang kita gugat itu Menteri LHK. Karena dia yang mengeluarkan SK tersebut. Kita akan gugat ke Jakarta," sambungnya.

Sementara, Direktur Eksekutif Pijar Melayu, Rocky Ramadani menyebut kalau kegiatan diskusi publik ini merupakan langkah awal menyikapi masalah RTRWP Riau yang sarat kepentingan pemerintah pusat dan kelompik elit.

Ke depan, kata Rocky, pihaknya akan mengundang bupati/walikota se-Riau untuk melakukan diskusi ulang utk membahas permasalahan yang dinilainya tidak kunjung selesai.

Usai pemaparan oleh masing-masing pembicara, tibalah waktunya penandatangan pakta integritas untuk menggugat SK Men LHK tersebut.

Satu persatu perwakilan masyarakat Riau maju dan membubuhkan tandatangan sebagai bentuk dukungannya. Namun, sampai giliran kepada Kadisbun Riau, Muhibul Basyar. Dirinya menokan menandatangani pakta integritas tersebut karena takut dianggap indipliner.

"Khusus Disbun, saya tidak ikut menandatangani. Tak mungkin kami jeruk makan jeruk. Karena kami ibarat kawan-kawan mahasiswa ini, kalau kami lakukan itu, indisipliner. Mohon maaf," jawab Muhibul Basyar menanggapi permintaan panitia dan peserta diskusi.

Kadishut Riau, Fadrizal Labay, dan seorang perwakilan dari Bappeda Riau, juga bersikap yang sama. Sehingga, tidak ada satupun perwakilan Pemprov Riau yang mendukung upaya tersebut.

Menanggapi hal itu, Mayandri Suzarman menyayangkan sikap penolakan tersebut. Menurut Mayandri yang juga merupakan Direktur Riau Corruption Watch tersebut, yang seharusnya yang menandatangani pengajuan perlawanan ini adalah pemerintah.

"Karena hasil tim yang dibuat pemerintah tidak diakomodir oleh Menteri LHK. Padahal tidak ada konsekuensi apapun ketika mereka menandatangani itu. Kita menyayangkan sikap mereka yang tidak menandatangani pakta integritas. Seharusnya kita bersama-samalah berjuang," sebut Mayandri.

Meski demikian, Rocky mengaku optimis upaya mereka akan membuahkan hasil meskipun ada penolakan dari Pemprov Riau. Namun, jika mengalami jalan buntu, Rocky menyebut pihaknya akan mempertimbangkan menempuh cara lain.

"Jika tidak, kami akan melakukan pergerakan lain, seperti aksi solidaritas, maupun somasi. Karena kita meminta mereka ikut bersama kita. Mereka yang sebenarnya bertanggungjawab," tukasnya.


Diperjuangkan Terpisah, Ketua Pansus RTRW DPRD Riau, Asri Auzar mengatakan, pihaknya akan memperjuangkan untuk merubah RTRW Riau, karena masih ada ratusan desa yang masih dinyatakan masuk dalam kawasan hutan.

"Ratusan desa masuk dalam kawasan hutan seperti yang tertera dalam SK 393. Ini jelas akan kita perjuangkan bersama agar bisa diputihkan," ujarnya.

Pada prinsipnya, Pansus beserta seluruh kepala daerah se-Riau sudah menyepakati SK 393 yang dimaksud untuk kemudian menjadi rujukan pembahasan Pansus. Kesepakatan dengan syarat, desa-desa yang masuk kawasan hutan bisa diputihkan.

Lebih lanjut ditegaskannya, Pansus merencanakan akhir tahun ini, Raperda RTRW Riau sudah bisa disahkan menjadi Perda RTRW Riau. Sebelum disahkan, Pansus akan meminta saran dan masukan dari intansi terkait. (dod, rtc)