Masyarakat Rohil Kumpulkan Bukti

Masyarakat Rohil Kumpulkan Bukti

BAGANSIAPIAPI (RIAUMANDIRI.co)-Upaya masyarakat di tiga kecamatan di Kabupaten Rokan Hilir, dalam menyelesaikan lahan yang berkonflik dengan PT Sumatera Riang Lestari, terus berlanjut. Saat ini, mereka mengaku sudah mengumpulkan bukti terkait surat tanah yang telah diserobot pihak perusahaan.


Demikian diungkapkan Ketua Komisi A DPRD Rohil, Afrizal, Kamis (1/9). Dikatakan, masyarakat yang terlibat konflik lahan dengan PT SRL tersebut berada di tiga kecamatan. Yakni Kecamatan Bangko Pusako, Kubu Babussalam dan Balai Jaya. Dalam laporan masyarakat yang diterima pihaknya, disebutkan ada sekitar 4.200 hektare lahan yang diakuisisi PT SRL.


"Tadi mereka baru telpon saya, katanya mau ngantar data kepemilikan lahan mereka. Karena saya belum masuk kantor, jadi saya jadwalkan ketemu mereka Senin depan," ujarnya.



Dikatakannya, surat menyurat kepemilikan lahan tersebut akan dijadikan bukti bahwa masyarakat memang benar-benar memiliki lahan tersebut. Jika benar, Komisi A DPRD Rohil akan siap memperjuangkan aspirasi masyarakat tiga kecamatan itu.


Afrizal menambahkan, jika data itu tidak fiktif, maka pihaknya akan mengambil langkah tegas untuk segera menyurati pihak terkait, mulai Dinas Kehutanan, Badan Lingkungan Hidup,

Masyarakat Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan serta Bupati Rohil. Pihak-pihak tersebut diminta untuk menanggapi masalah ini agar tidak berlarut-larut.

"Kita akan surati pihak terkait, kita akan minta mereka segera tinjau ulang izin PT SRL itu," ujarnya lagi.

Untuk diketahui, permintaan untuk melengkapi bukti-bukti terkait kepemilikan lahan, adalah permintaan DPRD Rohil, ketika menerima aspirasi masyarakat di tiga kecamatan itu, beberapa waktu lalu. Mengingat lahan yang menjadi sumber polemik itu terhitung luas, ketika itu Afrizal mengatakan pihak bertekad menyelesaikan polemik itu secepat mungkin. Bila perlu, pihaknya akan membentuk panitia khusus.

Di Bengkalis Tidak hanya itu, masalah serupa juga dialami masyarakat Pulau Rupat, Kabupaten Bengkalis. Setidaknya ada enam desa dan kelurahan yang bermasalah dengan perusahaan hutan tanaman industri tersebut sejak tahun 2011 lalu.

“Mereka datang persis seperti Belanda dulu datang menjajah Indonesia, tanpa sosialisasi, tanpa sopan santun, seolah-olah di pulau Rupat ini tidak ada manusianya,” papar Safarin, tokoh pemuda Desa Sukarjo Mesim ketika menyampaikan keluh kesahnya kepada Panitia Khusus DPRD Kabupaten Bengkalis tentang Monitoring dan Identifikasi Sengketa Lahan dengan Masyarakat Pulau Rupat, belum lama ini.

Adapun desa dan kelurahan yang bersengketa dengan PT SRL adalah Desa Darul Aman, Desa Cingam, Desa Pergam, Kelurahan Batupanjang, Desa Sukarjo Mesim dan Kelurahan Terkul.

Keberadaan PT SRL, tambah Safarin, berdampak buruk pada lingkungan pedesaan yang selama ini tidak pernah mengalami kekeringan, tapi sekarang terjadi.

“Dulu di Desa Sukarjo Mesim dan Pergam, air sumurnya dapat diminum. Tapi sejak mereka membuat kanal sebesar sungai, kualitas hidup manusia di desa kami menurun drastis, karena air sumur berubah rasa menjadi kelat dan tidak layak konsumsi,” ujarnya dihadapan Pansus yang diketuai Azmi Rozali.  

Sementara Syamsul yang berbicara mewakili masyarakat Desa Pergam memaparkan, meskipun ada pembicaraan dengan PT SRL, tapi kenyataannya perusahaan ini tidak sungguh-sungguh melaksanakan apa yang telah dikatakannya sendiri.

“Kami tegaskan bahwa lahan yang mereka klaim sebagai hutan, pada kenyataannya adalah lahan yang sudah digarap oleh masyarakat dan sebagian ada yang merupakan perkempungan masyarakat. “Melalui pansus kami ingin berkata kepada Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan agar jangan memandang Pulau Rupat ini dari Jakarta. Datanglah kesini dan lihat sendiri kehidupan di sini.”

Sementara warga Kelurahan Batupanjang, Salikin, mencoba mengkalkulasi berapa kekayaan negara yang dikeruk PT Sumatera Riang Lestari setelah mendapat SK No.208/Menhut-II/2007 pada 25 Mei 2007. Dulu pulau Rupat ini adalah hutan rindang dengan pohon kayu yang besar dan kualitas kayu yang tinggi.

“Kalau dihitung secara kasar, misalnya 1 hektar menghasilkan Rp.400 juta, maka dengan luas lahan yang diberikan oleh Menteri Kehutanan pada tahun 2007 sebesar 38.210 hektar, maka perusahaan swasta ini telah merampok kekayaan negara senilai Rp16 triliun rupiah,” ujarnya.

“Tapi apa yang diberikan perusahaan swasta ini kepada negara dan masyarakat hanyalah kerugian, penderitaan dan kesengsaraan,” ujarnya.

Menurut Muhammad Yusuf, tokoh masyarakat Batupanjang, keberadaan PT SRL di Pulau Rupat membawa kerugian yang besar kepada masyarakat. “Tidak hanya kebakaran lahan, tapi juga tanah pulau Rupat ini menjadi kering. Kami juga heran, mengapa pulau Rupat yang termasuk pulau terluar di Indonesia ini, lahan sangat luas dikuasai oleh perusahaan swasta,” ujarnya.

Terpisah, Ketua Panitia Khusus H Azmi Rozali menyimpulkan, dalam pertemuan yang dihadiri 12 tokoh masyarakat Pulau Rupat waktu itu,  intinya masyarakat meminta kepada Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan agar mencabut SK No. SK 208/Menhut-II/2007 yang telah menyerahkan hampir separuh luas Pulau Rupat kepada PT SRL.

Azmi juga menegaskan, bahwa Pansus memiliki komitmen untuk bersama-sama berjuang membela masyarakat dengan menggiring agar rekomendasi yang dikeluarkan Pansus nanti dapat ditetapkan sebagai Keputusan DPRD secara institusional sehingga mengikat Pemerintah Kabupaten Bengkalis melahirkan kebijakan yang berpihak kepada masyarakat.

“Pansus monitoring sengketa lahan perkebunan dan kehutanan DPRD Bengkalis sudah menyelesaikan pekerjaannya, tinggal menunggu agenda DPRD Bengkalis untuk diparipurnakan,” ujar Azmi Rozali. (jon, mg2, man)