Kondisi Keuangan Kepri Memburuk

Kondisi Keuangan Kepri Memburuk

Tanjungpinang (riaumandiri.co)- Kondisi keuangan yang dikelola Pemerintah Provinsi Kepulauan Riau memburuk, bahkan paling memprihatinkan dalam tiga tahun terakhir.

Hal itu diakui Kepala Biro Pembangunan Setprov Kepri, Sardison.


"Tahun 2016 tahun yang memprihatinkan," katanya dalam diskusi yang diselenggarakan Aliansi Jurnalis Independen di Tanjungpinang, Jumat, akhir pekan kemarin.



Sardison mengemukakan kondisi keuangan Kepri tersebut dipengaruhi  harga minyak dunia yang semakin anjlok sehingga memperburuk pendapatan dari dana bagi hasil migas.


"Salah satu sumber pendapatan daerah berasal dari dana bagi hasil. Apa yang terjadi sekarang, tidak sesuai dengan harapan," katanya.
Dia mengemukakan pemerintah harus bekerja keras untuk meningkatkan pendapatan daerah.


Namun untuk saat ini, pemerintah harus melakukan efisiensi kegiatan, disesuaikan dengan kemampuan anggaran. Rasionalisasi anggaran akan dibahas dalam Ranperda APBD Perubahan 2016.


"Anggaran perubahan tahun 2016 tidak akan menanjak dari Rp2,9 triliun," katanya.


Dia menambahkan, akibat defisit anggaran, seluruh satuan kerja perangkat daerah harus memilah-milah kegiatan yang akan dilaksanakan. Kegiatan yang tidak prioritas tidak dapat dilaksanakan untuk menutupi defisit anggaran yang mencapai ratusan miliar rupiah.


"APBD, instrumen ekonomi daerah, dan stimulus ekonomi kemasyarakatan. Karena itu kegiatan-kegiatan yang berhubungan dengan kepentingan masyarakat dan pelayanan publik dimaksimalkan," tegasnya.


Menurut dia, kegiatan yang sudah umumkan untuk dilelang dapat dibatalkan. Kegiatan yang harus tetap dilaksanakan hanya yang sudah melakukan kontrak kerja dengan pihak ketiga.


"Kami juga akan merevisi target realisasi anggaran, minimal bulan September 2016 menyesuaikan dengan struktur anggaran," ucapnya.
Dia menjelaskan hingga Juli tahun 2016 sebanyak 44 SKPD telah melaksanakan kegiatan nonfisik  26,67 persen, sedangkan fisik mencapai 46,7 persen hingga Juni 2016.


"Kami pesimistis target pada awal anggaran. 0,9 persen nonfisik," katanya.


Solusi yang ditawarkan untuk mengatasi dampak defisit anggaran yakni mendorong SKPD sebagai pengguna anggaran untuk bisa mencermati mana program prioritas yang perlu dilanjutkan pada anggaran perubahan.


Kemudian pejabat pengadaan di SKPD juga bisa berkoordinasi dengan PPK di SKPD setempat untuk tidak melanjutkan pelaksanaan lelang yang anggarannya cukup besar.

Kalau anggarannya kecil, masih bisa dilaksanakan
"Masing-masing SKPD yang sudah melaksanakan kegiatan yang sebenarnya bisa dilanjutkan hingga akhir tahun,t etapi dianggap tidak prioritas atau tidak berpengaruh SKPD secara keseluruhan agar dilakukan pengurangan. Ini akan membantu beban defisit," ujarnya. (ant/ivi)