Gakkum Karhutla dan Harapan Masyarakat

Gakkum Karhutla dan Harapan Masyarakat

Jaringan Kerja Penyelamat Hutan Riau, merilis 11 perusahaan yang sempat disidik pada 2015 lalu, atas kasus dugaan kebakaran hutan dan lahan. Namun belakangan, proses penyidikan tersebut dihentikan Polda Riau.


Perusahaan tersebut adalah PT Bumi Daya Laksana, PT Siak Raya Timber, PT Perawang Sukses Perkasa Industri, PT Hutani Sola Lestari, PT Bukit Raya Pelalawan, KUD Bina Jaya Langgam, PT Pan United, PT Riau Jaya Utama, PT Alam Lestari, PT Parawira dan PT Langgam Inti Hibrindo. Seperti diketahui, untuk perusahaan terakhir, majelis hakim Pengadilan Negeri Pelalawan menyatakan perusahaan itu tidak terbukti bersalah.


Dari data yang dirilis Jikalahari tersebut, hampir 80 persen lahan perusahaan yang dihentikan proses penyidikannya oleh Polda Riau tersebut, masuk ke dalam areal lahan yang akan direstorasi Badan Restorasi Gambut.



Seperti diketahui, pada tahun 2015 lalu, Polda Riau telah meningkatkan status 18 perusahaan ke tahap penyidikan dalam kasus dugaan Karhutla. Namun, hal tersebut tidak berakhir dengan tindak lanjut yang tuntas.


Jikalahari kemudian membandingkan proses penegakan hukum atas karhutla pada tahun 2013 lalu yang sukses menyeret perusahaan pembakar lahan ke lembaga peradilan.  


"Sungguh mengecewakan masyarakat Riau. Sebab sejak 2013 lalu, Polda Riau sukses menangani perkara Karhutla PT Adei Plantation and Industry dan PT National Sago Prima, bahkan berhasil membuktikan dua perusahaan itu sengaja membiarkan lahannya terbakar," sebut Woro Supartinah.


Sementara itu, dari informasi yang berhasil didapat dari Mapolda Riau, ternyata tidak hanya sebelas perusahaan yang diduga terlibat karhutla pada 2015, yang diterbitkan SP3. Melainkan 15 perusahaan.


Saat dikonfirmasi terpisah, Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda Riau, Kombes Pol Rivai Sinambela, tidak menampiknya. "Betul," jawabnya singkat.


Hrapan masyarakat Riau tentunya upaya penegakkan hukum (Gakkum) terhadap pelaku pembakaran hutan dan lahan yang dilakukan oleh para oknum baik itu perorangan maupun korporasi jangan sampai melemah.


Tentunya masyarakat Riau sangat berharap agar penegakkan hukum yang dilakukan ini, tidak tebang pilih apakah itu masyarakat biasa atau korporasi. Sebab kasus kebakaran ini terjadi berulang-ulang dan sudah sangat meresahkan masyarakat.


Dan yang terpenting tidak hanya mengedepankan dari sisi jumlah tersangka, tetapi lebih kepada kwalitas yang ditetapkan sebagai tersangka.
Mudah-mudahan upaya penegakan hukum yang dilakukan aparat penegak hukum di Riau ini akan berlanjut, hingga benar-benar tuntas, sehingga dapat memberikan efek jera kepada pelaku pembakaran hutan dan lahan ini.


Hal lain yang juga harus menjadi perhatian tentunya sangat sampai  aparat penegak hukum "main mata" dalam penegakkan hukum terhadap korporasi atau pemodal.***