Adiwiyata dan Minat Baca Siswa

Adiwiyata dan Minat Baca Siswa

Adiwiyata merupakan program Kementerian Negara Lingkungan Hidup dalam upaya mendorong terciptanya pengetahuan dan kesadaran warga sekolah dalam upaya pelestarian lingkungan hidup. Dalam program ini diharapkan setiap warga sekolah ikut terlibat dalam kegiatan sekolah menuju lingkungan sehat serta menghindari dampak lingkungan negatif.  

Setidaknya ada empat komponen dalam Adiwiyata. Pertama, visi dan misi serta tujuan sekolah terkait pelestarian lingkungan. Kedua, pembelajaran, termasuk isu lokal terkait lingkungan. Ketiga, kegiatan partisipatif lingkungan. Keempat, sarana prasarana media pembelajaran di sekolah.

Pada bagian ini, kegiatan  membaca dan literasi barangkali tak bisa ditepis begitu saja. Terkait hal tersebut, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan menggagas Gerakan Literasi Sekolah, sebagai salah satu cara mengembangkan strategi dan diplomasi demi menumbuhkan budi pekerti siswa.

Kepala Badan Bahasa Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Mahsun, menyatakan Gerakan Literasi Sekolah merupakan penerapan dari Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) Nomor 23 Tahun 2015 tentang Pendidikan Budi Pekerti. Salah satu poinnya, membaca buku 15 menit sebelum belajar. Gerakan ini digaungkan karena fungsi bahasa paling dasar kerap terlupakan.

Bank Dunia menyebutkan tingkat membaca usia kelas VI sekolah dasar di Indonesia hanya meraih skor 51,7 di bawah Filipina (52,6), Thailand (65,1) dan Singapura (74,0). Hasil survey UNESCO menempatkan Indonesia sebagai negara dengan minat baca masyarakat paling rendah di ASEAN.

Berdasarkan studi lima tahunan Progress International Reading Literacy Study (PIRLS), yang melibatkan siswa sekolah dasar, menempatkan Indonesia pada posisi 36 dari 40 negara yang dijadikan sampel penelitian.

 Sedangkan data CSM menyebutkan, di Amerika Serikat, jumlah buku yang wajib dibaca sebanyak 32 judul buku, Belanda 30 buku, Prancis 30 buku, Jepang 22 buku, Swiss 15 buku, Kanada 13 buku, Rusia 12 buku, Brunei 7 buku, Singapura 6 buku, Thailand 5 buku, dan Indonesia 0 buku. Potret 'buram" ini akan jalan di tempat, jika tak ada kerja keras semua lini (termasuk siswa) untuk menjadikan aktivitas membaca sebagai kebutuhan.
Membaca suatu cara mendapatkan informasi dari sesuatu yang ditulis.

Semakin banyak membaca, semakin banyak pula informasi yang didapatkan siswa, walaupun terkadang informasi tidak langsung.

Di lingkungan sekolah, fasilitas perpustakaan akan menumbuhkan minat baca siswa. Tujuannya antara lain, mendorong minat dan kebiasaan membaca agar tercipta budaya membaca, meningkatkan layanan perpustakaan, memiliki pengetahuan terkini, meningkatkan kemampuan berpikir dan mengisi waktu luang.  
Faktor Minat Baca

Secara umum, terdapat dua faktor yang mempengaruhi tinggi rendahnya minat baca siswa, yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal faktor yang berasal dari dalam diri siswa, seperti pembawaan, kebiasaan dan ekspresi diri. Sementara faktor eksternal, faktor-faktor yang berasal dari luar diri siswa atau faktor lingkungan, baik dari lingkungan keluarga maupun lingkungan sekolah.

Faktor eksternal mempengaruhi adanya motivasi, kemauan, dan kecenderungan untuk selalu membaca. Namun, selain dari faktor tersebut, masih ada faktor yang mempengaruhi menurunnya minat baca, pertama, teknologi yang semakin canggih. Hal ini banyak menyita waktu dan siswa lebih memilih menikmati hiburan dibandingkan dengan membaca buku.

Kedua, kurangnya kesadaran. Jika masing-masing siswa menanamkan rasa kesadaran akan pentingnya membaca, tentu saja hobi membaca akan muncul dalam diri, dan membaca akan menjadi kebutuhan. Ketiga, kurangnya motivasi. Motivasi dari berbagai pihak amat dibutuhkan terutama dari guru dan orangtua. Keempat, suasana perpustakaan yang kurang nyaman.

Meningkatkan Minat Baca
Banyak cara membiasakan diri siswa membaca. Misalnya, dengan mengoleksi buku bacaan atau cerita yang berhubungan dengan pengetahuan. Selain itu, dalam upaya meningkatkan minat baca di kalangan siswa, ada beberapa hal yang  perlu dilakukan sekolah maupun kalangan siswa itu sendiri.  

Pertama, penciptaan atmosfir kelas yang mendukung dengan menempel pajangan hasil karya siswa dengan rapi serta slogan ajakan agar siswa gemar membaca.  Kedua, penyediaan buku-buku bacaan yang memadai, baik dari segi kuantitas judul buku maupun kualitas buku di perpustakaan dan setiap ruang kelas.

Ketiga, penciptaan antusiasme pada setiap individu siswa terhadap pentingnya membaca buku dan berbagai sumber ilmu lainnya.

Keempat, pemanfaatan kegiatan membaca sebagai alat belajar seluruh  bidang studi oleh masing-masing guru. Kelima, rak buku yang dipajang rapi dan menarik untuk dieksplorasi isinya dengan ditampilkan laksana  “gedung bioskop” atau “gedung teater”. Keenam,  ada poster berisi cuplikan  isi buku baru dan laku keras.

 Ketujuh, tersedia tempat baca buku lesehan di sekolah, misalnya di depan kelas. Tersedia ruangan khusus dengan satu atau dua komputer yang berisi permainan seputar perbukuan, kepenulisan, dan penulis.  

Kedelapan, memberikan  pemahaman akan pentingnya membaca. Perpustakaan tak bisa dilepaskan dari aktivitas membaca. Perpustakaan yang nyaman membuat para siswa betah berlama-lama, dan hal ini akan mendorong siswa  berkunjung ke perpustakaan serta membaca buku yang ada. Ketersediaan buku yang berkualitas di perpustakaan. Buku berkualitas dan mudah di telaah akan mendorong siswa gemar membaca dan menjadikan membaca sebagai kebutuhan.
Manfaat Minat Baca

Adapun manfaat dari membaca bagi siswa, diantaranya, memperluas ilmu pengetahuan, menambah wawasan seluas mungkin dan membuka gerbang ilmu pengetahuan, meningkatkan prestasi belajar, dan pelajaran yang sulit dapat  diatasi, memperoleh pengetahuan praktis, meningkatkan minat siswa terhadap suatu bidang,  
mengetahui hal aktual, mengetahui peristiwa yang terjadi di lingkungan sekitar maupun di seluruh dunia yang mungkin berhubungan materi pelajaran.

Pengaruh bacaan sangat besar terhadap peningkatan cara berpikir siswa. Terakhir, peningkatan minat baca akan mempercepat kemajuan bangsa, karena tidak ada negara yang maju tanpa buku. ***

 Penulis adalah guru Bahasa Indonesia SMP Negeri 6, Pekanbaru