Gizi Buruk dan Desa Siaga

Gizi Buruk dan Desa Siaga

Akhir-akhir ini ditemukan lagi sebuah kasus gizi buruk dalam sebuah pengobatan massal, walaupun sampai saat ini penderita gizi buruk ini telah dirawat di rumah sakit secara intensif.tetapi tetap saja menyisakan sebuah.

pertanyaan. Mengapa kasus ini tidak ditemukan oleh desa siaga? Hampir setiap tahun kita disuguhkan data tentang adanya gizi buruk di negeri ini. Sementara ketika kasus gizi buruk itu muncul orang banyak akan “menoleh” lagi kepada Dinas terkait? Lalu kenapa ini mesti terjadi? Padahal gizi buruk tidak pernah terjadi dalam semalam.Dia butuh waktu untuk jatuh ke gizi buruk. Mengapa kita tidak cepat mendeteksinya ?Untuk  menjawab semua itu kita harus mendudukan kembali konsep tumbuh kembang manusia dan fungsi desa siaga.

Pertumbuhan dapat diartikan sebagai bertambahnya ukuran fisik dari waktu ke waktu.Sebagai contoh, seorang anak tumbuh dari kecil menjadi besar, ukuran kecil dan besar ini dapat dimisalkan dengan perubahan berat badan dari ringan menjadi berat atau dari tinggi badan misal dari pendek menjadi tinggi. Sedangkan perkembangan diartikan sebagai bertambahnya fungsi tubuh yaitu pendengaran, penglihatan dan tanggung jawab. Contoh seorang anak berkembang dari menghela perut menjadi mampu berjalan atau dari hanya bisa menangis  menjadi mampu berbicara.
Gizi Seimbang.

Pertumbuhan seorang anak bukan hanya sekedar gambaran perubahan berat badan, tinggi badan atau ukuran tubuh lainnya, tetapi lebih dari itu memberikan gambaran tentang keseimbangan antara asupan dan kebutuhan zat gizi seorang anak yang sedang dalam proses tumbuh. Bila jumlah asupan zat gizi sesuai dengan yang dibutuhkan, maka disebut gizi seimbang atau gizi baik, bila jumlah asupan zat gizi kurang dari yang dibutuhkan disebut gizi kurang, sedangkan bila zat gizi melebihi dari yang dibutuhkan disebut gizi lebih. Dalam keadaan gizi baik dan sehat atau bebas dari penyakit pertumbuhan seorang anak akan normal, sebaliknya bila dalam keadaan gizi tidak seimbang pertumbuhan seorang anak akan terganggu.

Gangguan pertumbuhan dapat terjadi dalam waktu singkat dan dapat terjadi pula dalam waktu yang lama. Gangguan pertumbuhan dalam waktu singkat sering pada perubahan berat badan sebagai akibat menurunnya nafsu makan, sakit seperti diare, dan infeksi saluran pernafasan, kurang cukupnya makanan yang dikonsumsi. Sedangkan gangguan pertumbuhan  dalam waktu yang lama dapat terlihat pada hambatan pertumbuhan tinggi badan, sedangkan menurut ahli gizi anak dari Fakultas Kedokteran Universitas Andalas Padang, DR Zulkarnain Agus, gizi buruk dalam jangka pendek menyebabkan kesakitan dan kematian, karena kekurangan gizi menyebabkan daya tahan tubuh berkurang. Sementara kekurangan gizi jangka panjang menyebabkan rendahnya kualitas sumber daya manusia, rendahnya kecerdasan, kreativitas dan produktivitas.

Persoalan gizi adalah investasi jangka panjang, anak-anak yang hari ini sehat dan bergizi baik akan memimpin 30-40 tahun yang akan datang. Anak-anak bergizi kurang  atau  gizi buruk  dikhawatirkan  akan  membuat  bencana 30- 40 tahun  lagi  (Kompas, 2006). Inilah yang sering disebut dengan “lost generation." Suatu generasi yang akan muncul dimana IQ nya defisit 15 poin (Arnel).

Status Gizi
Sebenarnya, untuk menilai status gizi anak kita tak dapat melepaskan diri dari kategori dan indikator yang dipakai. Kategori status gizi menurut indikator yang digunakan dan bata-batasnya sudah merupakan kesepakatan nasional pakar gizi di Bogor pada Bulan Januari 2000 dan di Semarang bulan Mei 2000, yang mana tercantum dalam edaran Dirjen Bina Kesehatan Masyarakat Nomor: KM 03.02.1.4.1298 tanggal 31 Juli 2000 tentang Kartu Menuju Sehat, Pemantauan Status Gizi.
Bila kita gunakan indikator Berat Badan menurut Umur (BB/U), maka status gizi dibagi empat yaitu gizi lebih, gizi baik, gizi kurang dan gizi buruk. Kedua, indikator Tinggi Badan menurut Umur (TB/U) maka status gizi dibagi tiga yaitu normal, pendek dan sangat pendek. Ketiga, indikator Berat Badan menurut Tinggi Badan (BB/TB), maka status gizi dibagi empat yaitu gemuk, normal, kurus dan kurus sekali.

Seperti telah disinggung di atas, bahwa terjadinya gizi buruk karena kurangnya asupan diberikan dari kebutuhan, ternyata hal ini tidaklah berdiri sendiri.

Ada banyak hal yang menyebabkan kenapa jumlah gizi buruk terus meningkat. Ini terjadi juga karena faktor kemiskinan, rendahnya pendidikan orang tua, kurangnya pengetahuan orang tua atau masyarakat tentang gizi, serta rendahnya derajat kesehatan ibu.kurangnya kewaspadaan masyarakat tentang bahaya gizi buruk, Nah, disinilah banyak orang salah mengerti. Mereka mengira bahwa kasus gizi buruk adalah masalah kesehatan saja. Kemiskinan, faktor ini jelas sangat langsung menyebabkan munculnya gizi buruk, artinya jumlah yang dimakan tidak cukup atau bahkan tidak ada. Seharusnya anak makan nasi + lauk 3 x sehari, karena kemiskinan hanya makan nasi saja 1 x sehari atau terpaksa hanya makan singkong atau jagung.  

Rendahnya pendidikan orangtua. Dari banyak kasus gizi buruk terjadi pada orangtua yang berpendidikan rendah, ini dapat dimengerti bahwa pendidikan menentukan pengetahuan seseorang tentang sesuatu, terutama masalah gizi. Orangtua yang berpendidikan rendah memberikan makanan pada awalnya, sering asal ada, asal kenyang dan tidak memperhitungkan kalorinya, karbohidrat, lemak, protein mineral dan lainnya, tidak memperhitungkan kualitas makanan yang diberikan.

Kurangnya pengetahuan orangtua juga mempengaruhi pola atau perilaku ibu dalam memberikan asupan pada anaknya. Banyak ibu membuang “susu jolong “ atau colustrum pada bayinya. Padahal colustrum itu adalah suatu zat yang tidak dapat dibandingkan dengan apapun untuk memberikan gizi dan kekebalan tubuh bagi si bayi.

Banyak ibu yang tidak mau menggunakan metode ASI eklusif, tetapi langsung memberikan susu botol atau pisang bagi bayinya yang masih merah. Tidak sedikit para ibu yang baru melahirkan yang punya banyak pantangan seperti pantang makan ikan, pantang makan telur dan lain-lain, sehingga gizi ibu jadi buruk dan akhirnya berefek gizi anak jadi buruk pula. Derajat kesehatan ibu yang kurang, tidak sedikit ibu hamil yang tidak menjaga kesehatannya, sehingga penyakit kronis sering mereka derita. Kurangnya kewaspadaan masyarakat tentang bahaya gizi buruk, kasus gizi buruk tak terjadi satu malam, artinya untuk jatuh ke gizi buruk seorang anak butuh waktu berminggu-minggu, sehingga kewaspadaan masyarakat berkurang, sehingga sering terlambat memeriksakan diri paling tidak di posyandu terdekat atau ”alarm” desa siaga tidak berbunyi sama sekali.
Desa siaga.

Suatu desa disebut desa siaga dimana penduduknya mampu dan dapat menanggulangi masalah kesehatan dan mampu menghadapi kedaruratan secara mandiri. Dalam desa siaga dipersiapkan tim yang mengantisiapsi masalah dana, masalah transportasi, masalah donor darah, tim pemantau kesehatan (surveilance) desa. Tim inilah yang menjadi alarm desa.

sehingga apa saja penyakit yang menimpa warga desa tim inilah yang mestinya tahu lebih duluan. Bilamana fungsi desa siaga ini berjalan dengan baik,  semua penyakit terutama gizi buruk akan cepat terdeteksi, apalagi kasus gizi buruk pasti didahului oleh gizi kurang atau BGM. ***
 Alumni Pascasarjana Kesmas Unand Padang