Antara Mau dan Enggan

Antara Mau dan Enggan

Tiga komisioner dari Komisi Informasi Publik Provinsi Riau terburu-buru melintasi areal parkir sepeda motor di Kantor Gubernur Riau, Rabu (28/1). Meski sekilas senyuman terpancar di wajah mereka, namun tak mampu menutupi raut kekecewaan bercampur kesal dari sudut mata mereka.

"Kami baru saja melaksanakan pemeriksaan setempat ke kantor Gubernur Riau, dalam konteks menyelesaikan sengketa informasi publik," jelas Mahyudin Yusdar Ketua Komisi Informasi Publik (KIP) Provinsi Riau, kepada Haluan Riau.

Sengketa yang dimaksudkan adalah tuntutan warganegara Indonesia bernama Usman dengan Sekretaris Daerah Provinsi (Sekdaprov) Riau. Beberpa waktu yang lalu Usman pernah meminta data-data realisasi dana hibah dan bantuan sosial yang berasal dari APBD Riau 2012-2013.

Dikatakan Mahyudin, dari lima kali persidangan yang telah dilaksanakan KIP, baru satu kali pihak tergugat menghadiri sidang. Itupun diwakili oleh Kuasa Hukum, yang tak lain dari Kepala Biro Hukum Sekretariat Daerah Provinsi (Setdaprov) Riau.

"Sementara itu, sesuai dengan aturan perundang-undangan, kami diharuskan untuk melanjutkan proses pemberkasan perkara hingga ada keputusan, yang mengikat kedua pihak yang bersengketa," jelas Mahyudin.

Ternyata, pada kedatangan untuk yang kedua kalinya ini KIP kembali gagal bertemu Sekdaprov. Komisioner KIP hanya diterima oleh Kepala Biro Hukum Setdaprov beserta staf, dan langsung diarahkan ke Biro Kesra.

Menurut keterangan yang diperoleh di Biro Kesra, data yang dibutuhkan KIP sesuai dengan materi perkara sudah berada di Biro Keuangan. Dan untuk mendapatkan data-data tersebut, Biro Hukum membutuhkan waktu untuk berkoordinasi terlebih dahulu.

Para komisioner KIP ini kembali ke kantornya dengan tangan hampa, dikatakan Mahyudin bahwa dalam proses pengambilan keputusan dalam persidangan, komisioner membutuhkan sejumlah berkas untuk disimpulkan.

"Memang, kami agak sedikit kecewa dengan sikap jajaran Sekdaprov ini. Namun, bagaimanapun juga target kami untuk menyelesaikan perkara, adalah kewajiban. Lebih baik kami meninggalkan upaya ini, untuk fokus menyiapkan keputusan," kata Mahyudin.***