Gunakan Dana Desa Secara Benar

Gunakan Dana Desa Secara Benar

Perhatian pemerintah pusat untuk pembangunan di tingkat pedesaan boleh dibilang cukup besar. Hal ini dibuktikan dengan adanya program anggaran dana desa (ADD) yang dikucurkan pemerintah pusat ke desa mulai tahun 2015 lalu.

Bahkan untuk tahun 2016 ini angka kucuran dana ADD lebih fantastis lagi.
Kementerian Keuangan RI menyebut, besaran alokasi ADD untuk 2016 meningkat 125,91 persen dibanding tahun 2015 lalu.

Jika pada tahun 2015 lalu, total anggaran untuk ADD se-Indonesia mencapai Rp20,76 triliun, maka pada tahun ini meningkat menjadi Rp46,9 triliun.

Untuk Riau sendiri, sebanyak 1.592 desa mendapat anggaran tersebut. Tak hanya mendapat dana yang bersumber dari pemerintah pusat, 1.592 desa tersebut juga akan mendapat dana desa yang bersumber dari anggaran pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten.

Bayangkan betapa besarnya anggaran yang didapat setiap desa. Diperkirakan satu desa akan mendapat dana sekitar Rp1-2 miliar. Jumlah yang cukup longgar memang bagi desa untuk melakukan pembangunan.
Tapi, ingat, anggaran dana desa bisa-bisa menjadi lubang jika aparatur desa tidak berhati-hati dalam menggunakan dana tersebut.

Kemungkinan ini bisa saja terjadi, jika aparatur desa gelap mata terhadap dana tersebut. Bukan bermaksud memandang sebelah mata kualitas SDM dari aparat desa yang ada, tapi jika melihat begitu ketatnya aturan yang harus dipatuhi dalam program ini dan rumitnya sistem pelaporan pertanggungjawaban program ini, bukan tidak mungkin akan banyak kepala desa dan aparatur desa yang salah langkah atau salah dalam hal sistem keadministrasian.

Di sinilah peran pemerintah (pusat, provinsi dan kabupaten) mengawal dan membimbing pelaksanaan anggaran tersebut agar tepat sasaran dan sesuai dengan aturan yang berlaku. Baik dari segi pelaksanaannya maupun dari segi administrasi laporan pertanggungjawabannya.
Diakui memang, dengan adanya program ini pembangunan di tingkat desa akan lebih cepat dan ini tentunya akan menguntungkan masyarakat desa.

Namun, jangan sampai setahun program ini berjalan, pada tahun-tahun berikutnya kita mendengar satu per satu kepala desa tersandung hukum karenanya.

Namun, bagi kepala desa bukan berati kekhawatiran ini direspons dengan rasa ketakutan yang  berlebihan. Karena sikap itu justru akan membuat kehadiran dana tersebut menjadi sia-sia. Dan target percepatan pembangunan di tingkat desa tak terwujud.

Selama sesuai prosedur dan peruntukan serta administrasi laporan sesuai juklak, yakinlah tidak akan ada masalah hukum di belakang hari. Semoga.***