Sidang Suap APBD Riau ; Jaksa Bacakan BAP Annas Maamun

Kirjuhari Akui Ada Titipan Uang untuk Johar

Kirjuhari Akui Ada Titipan Uang untuk Johar

PEKANBARU (HR)-Mantan anggota DPRD Riau periode 2009-2014, Ahmad Kirjuhari, membenarkan adanya uang titipan untuk Ketua DPRD Riau ketika itu, Johar Firdaus. Uang titipan itu berasal dari Asisten III Setdaprov Riau, yang ketika itu dijabat Wan Amir Firdaus.

Hal itu diungkapkannya saat memberi kesaksian dalam persidangan duguaan suap APBP P Riau 2014 dan APBD 2015, dalam sidang yang digelar di Pengadilan Tipikor Pekanbaru, Rabu (18/11). Sidang kemarin mengagendakan pemeriksaan terhadap terdakwa, yang dalam hal ini adalah Ahmad Kirjuhari sendiri.
Menurut Akir, demikian ia biasa disapa, hal itu terjadi sebelum penandatangan MoU Kebijakan Umum Anggaran Plafon Prioritas Anggaran (KUA-PPAS) APBD Riau tahun 2015, di rumah dinas Gubernur Riau, Jalan Diponegoro.

Ketika itu ia diajak ke rumah dinas Gubri dengan menumpang mobil milik Johar Firdaus. Ketika itulah Wan Amir Firdaus menitipkan pesan kepadanya.

"Saya ketemu di toilet dengan Wan Amir (Firdaus). Dititipi sesuatu untuk Pak Johar Firdaus.
 Saya berpapasan, waktu itulah dia menyampaikan ada titipan untuk Ketua (Johar Firdaus, red)," ujarnya di hadapan majelis hakim yang diketuai Masrul.
Belakangan, Akir baru mengetahui kalau titipan itu merupakan uang yang diserahkan Suwarno kepadanya di basemen Kirjuhari
Gedung DPRD Riau, sebesar Rp900 juta. Uang itu diserahkan dalam tas ransel dan dua tas belanja.

Usai menerima uang tersebut, dirinya kemudian menyampaikannya kepada Johar Firdaus pada suatu ketika di tangga tengah dalam Gedung DPRD Riau. Akir juga mengakui ia sempat membuka tas ransel dan dua tas belanja yang berisi uang tersebut di rumahnya.

"Sore terima dari Suwarno. Paginya sebelum lapor ke Johar, saya buka tas dan ransel. Ternyata di sana sudah diamplop-amplop," lanjut mantan Polisiti Partai Amanat Nasional (PAN) Riau tersebut.

Pada amplop tersebut, lanjutnya, telah tertera kode yang mencantumkan jumlah uang yang ada di dalamnya. Masing-masing berisikan Rp20 juta, Rp25 juta, Rp40 juta, dan Rp50 juta. Kode tersebut tertulis pada pinggir ujung amplop. AKir kemudian membuka sejumlah amplop tersebut dan disatukan ke dalam sebuah amplop.

"Kenapa berani membuka. Kan untuk Johar dan menghitung jumlahnya. Aneh gak ini kan? Kalau bukan hak saya, ya kan seharusnya diserahkan langsung ke Johar," tanya Hakim Ketua Masrul.

Mendapat pertanyaan tersebut, AKir mengaku kalau saat itu psikologisnya tengah terganggu. "Suasana psikologis saya terganggu. Saya khawatir terjadi hal-hal yang tidak diinginkan. Jujur saja Pak Hakim, saya sudah merasakan bakalan terjadi hal seperti ini (ditangkap KPK,red)," jawabnya lirih.

Meski menerima uang, Akir mengaku tak tahu kalau uang itu digunakan untuk memuluskan pengesahan APBD Riau.

Termasuk saat Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Pulung Rinandoro mempertanyakan andil Suparman yang disebut-sebut saksi sebelumnya, pernah mengucapkan janji iming-iming tersebut.
 
"Apa saudara tidak pernah mendengar informasi jika ada janji uang Annas maamun yang disampaikan Suparman," tanya Pulung.
"Saya memang tidak ada mendengar itu," jawab Akir.

Akir yang saat itu merupakan anggota Komisi C DPRD Riau, membantah dirinya masuk ke dalam tim komunikasi informal yang dibentuk dalam rapat Badan Anggaran (Banggar) DPRD Riau yang digelar di ruang Komisi B DPRD Riau. Namun ia mengaku mengetahui adanya tim komunikasi informal tersebut.

Seperti terungkap dalam sidang sebelumnya, tim tersebut bertujuan untuk menyelesaikan tersumbatnya komunikasi DPRD dengan Pemprov Riau dalam hal permasalahan APBD Murni 2014 kala itu yang minim daya serapnya.

"Melihat ketersediaan waktu dan permasalahan yang muncul, makanya ketika itu Ketua (Johar,red) menginginkan forum (Rapat Banggar,red) membentuk tim komunikasi. Yang masuk adalah Riki (Hariyansyah), Suparman, Hasmi (Setiyadi), Zukri (Misran) dan Koko (Iskandar)," terangnya lebih lanjut.

Sementara, terkait pembagian uang yang telah diterimanya dari Suwarno, Akir mengatakan hal itu dibahasnya bersama Riki Hariyansyah dan Johar Firdaus. Pembahasan dilakukan di Cafe Lick and Late Jalan Arifin Achmad, tanggal 8 September 2014 lalu.

Di sinilah kemudian dicoret-coret sejumlah nama yang akan diberikan uang. Kendati begitu, Akir membantah keterangan Riki sebelumnya, yang menyebut pembahasan pembagian uang dilakukan di warung empek-empek di Jalan Sumatera. Menurutnya, itu hanya catatan Riki seorang, bukan merupakan kesepakatan.

"Pembagian uang di Lick Late. Waktu itu yang nulis Riki. Yang pasti, saya (dan) Johar, dari Rp200 juta yang diminta hanya diserahkan Rp150 juta, diserahkan Riki. Ketika itu Rp250 juta diserahkan ke Riki di rumah saya. Berikutnya tanggal 9 September 2014, berdasarkan permintaan Riki saya serahkan ke Solihin (Dahlan) Rp30 juta. Riki minta lagi Rp120 juta, saya serahkan di samping Puswil," paparnya.

Usai penyerahan uang tersebut, A Kir mengaku dimintai kembali oleh Johar Firdaus uang sebanyak Rp100 juta. Ia mengaku dihubungi Johar pada 18 Oktober 2014. Kala itu, dirinya tengah berada di Batam. Ia meminta Johar menunggu hingga tanggal 20 Oktober 2014 sepulang dari batam.

"Setelah itu, saya mau berangkat ke Batam. 18 Oktober 2014, keinginan Johar bertemu. Saya bilang tidak bisa. Nanti pulang dari Batam. Kemudian, tanggal 20 (Oktober 2014), Johar minta Rp100 juta. Itulah yang saya kirim dari Bagan (Bagan Siapiapi,red)," terangnya.
 
Dalam sidang kemarin, kembali terungkap mantan anggota Komisi C DPRD Riau, Zukri Misran dan mantan anggota Komisi D DPRD Riau, Rusli Efendi, disebut-sebut sebagai orang yang menginginkan APBD Murni Riau 2015 tidak dibahas dan disahkan Dewan ketika itu.
 
Hal ini terungkap dalam percakapan telepon antara Johar Firdaus dan Akir pada tanggal 2 September 2014 pagi hari. "Ini gawat ni. Rusli Efendi, Zukri ngotot juga. Buku harus siap (KUA-PPAS,red)," demikian sepegal petikan rekaman pembicaraan keduanya yang diperdengarkan JPU KPK.

Pada sidang sebelumnya yang menghadirkan saksi Solihin Dahlan, nama Zukri juga menjadi perbincangan dalam percakapan telepon antara terdakwa Ahmad Kirjuhari dengan Solihin Dahlan. Saat itu Zukri juga disebut akan menjegal pengesahaan APBD Murni 2015. Kala itu, Solihin menyebut jika Zukri getol menolak pembahasan dan pengesahaan kedua APBD tersebut.

BAP Annas Dibacakan

Sidang kemarin seharusnya juga mendengarkan keterangan saksi lain, yakni Gubri nonaktif Annas Maamun yang juga telah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus ini. Namun karena Annas Maamun masih dirawat karena sakit, JPU KPK hanya membacakan Berita Acara Pemeriksaan (BAP) Annas Maamun saat diperiksa.


Dalam BAP-nya tersebut, Annas membantah semua dakwaan JPU KPK yang menyebut adanya rencana pemberian dan pengumpulan uang dari Wan Amir Firdaus, Said Saqlul Amri, serta Syahril Abubakar. Ia hanya mengaku akan memberikan oleh-oleh sebagai tanda berakhirnya masa jabatan anggota DPRD Riau periode 2009-2014, sebesar Rp2 miliar untuk seluruh anggota Dewan.

"Saya berencana memberi oleh-oleh Rp2 miliar kepada anggota DPRD yang tidak menjabat lagi. Rencana ini tidak jadi," ungkap Annas dalam BAP-nya yang dibacakan JPU KPK.
 
Sebelum berencana memberikan oleh-oleh tersebut, Annas pernah dimintakan oleh Ketua DPRD, Johar Firdaus dan seorang Wakil Ketua dari Fraksi PDI Perjuangan, yang kala itu dijabat Armailis, untuk mengizinkan pinjam pakai kendaraan dinas mereka, diperpanjang hingga proses lelang.
 
"Latarnya, saat itu anggota Dewan meminta kepada saya agar mobil dipinjampakaikan sekitar 55 unit. Disampaikan Johar dan Almainis mewakili seluruh anggota Dewan. Atas itu saya jawab tidak bisa kecuali mengajukan mekanisme lelang. Oleh karena itu saya suruh ajukan surat lelang. Sampai sekarang tidak saya ketahui," lanjut Annas.

Dalam BAP tersebut, juga disebutkan kalau Annas Maamun telah melakukan koreksi anggaran senilai Rp2,7 trilun dalam APBD Riau tahun 2015. Kemudian menggantinya dengan kegiatan yang tidak pernah dibahas bersama Dewan. Melainkan hanya keinginannya saja memasukkan ke dalam anggaran tersebut.
 
"Dicoret Rp2,7 triliun. Disampaikan ke Bappeda untuk dicek. Saya juga ajukan beberapa usulan anggaran. Pembangunan Gedung Brimob, RS Bhayangkari, dan beberapa instansi pemerintah lainnya. RKPD hasil koreksi itu disepakati Bappeda dan dibahas lagi di DPRD. Setelah disetujui dilanjutkan dengan pengesahan," terang Annas dalam BAP-nya.

Proses pencoretan mata anggaran tersebut, diakui Annas dilakukan di rumah dinasnya, Jalan Diponegoro, Pekanbaru, secara manual dan sendirian. "Atas revisi ini diserahkan ke DPRD. Saya tidak tahu kapan diserahkan. Saya tahunya ada penyerahan RKPD yang saya koreksi ke DPRD saya diberikan satu buku baru sesuai koreksi saya," beber Annas.
 
Menurut Annas, alokasi dana aspirasi anggota dewan dicoret dalam APBD Riau tahun 2015 dan digantikan dengan kegiatan proyek di setiap desa sebesar Rp1 miliar hingga Rp1,5 miliar. Ia menyebut pergantian mata anggaran itu disetujui DPRD Riau.

Sementara, terkait sumber uang yang diserahkan kepada terdakwa Ahmad Kirjuhari, Annas mengaku tidak pernah memerintahkannya. Ia hanya mengakui pernah memberi uang kepada Johar Firdaus untuk pemekaran Riau Pesisir menjadi provinsi baru.

"Saya hanya pernah memberikan uang Rp20 juta kepada Johar untuk fotokopi dokumen draft DPRD pemekaran Riau Pesisir. Itu uang pribadi saya dan tidak gunakan tanda terima. Disaksikan Kirjuhari dan Almainis," pungkasnya. ***