DKI Revisi Pergub Ahok Soal Demo

DKI Revisi Pergub Ahok Soal Demo

JAKARTA (HR)-Kepala Kesatuan Bangsa dan Politik DKI Jakarta Ratiyono mengatakan, Peraturan Gubernur (Pergub) Nomor 228 Tahun 2015 terkait aksi demonstrasi akan direvisi. Revisi ini terkait perubahan tempat pelaksanaan demo dan aksi pawai para pengunjuk rasa.

Ratiyono menyebutkan, Pasal 4 tentang lokasi awalnya hanya diperkenankan di tiga lokasi, yakni di Parkir Timur Senayan, Alun-Alun DPR/MPR/DPD RI, serta Silang Selatan Monas. Namun, kalimat redaksionalnya, kata dia, direvisi yang berarti Pemprov DKI menyediakan tiga lokasi tersebut.

"Misalnya, tempat. Tempat itu tadinya disebutkan bahwa unjuk rasa hanya boleh dilakukan di Monas, Parkir Timur, sama di alun-alun demokrasi. Diganti menjadi Pemda DKI menyediakan tempat di tiga lokasi itu," kata Ratiyono di Balai Kota DKI Jakarta, Jalan Medan Merdeka Selatan, Jakarta Pusat, Jumat (6/11).

Menurut dia, dalam Pergub tersebut artinya DKI hanya menyediakan tiga lokasi unjuk rasa, bukan membatasinya.  

Hal ini dinilai agar Jakarta lebih tertib dalam berdemo. Jadi, Pemprov DKI menyediakan dan menganjurkan memanfaatkan tiga tempat tersebut agar tidak menganggu aktivitas lainnya.

Selain itu, Ratiyono menyebutkan, ketentuan pelarangan konvoi juga dihilangkan. Sebelumnya, diatur aksi unjuk rasa tidak boleh diawali dengan konvoi yang mengganggu masyarakat.

Ia menyebutkan, alasan penghapusan larangan konvoi adalah karena dalam ketentuannya salah satu bentuk unjuk rasa adalah pawai. "Yang dilarang konvoi ditiadakan. Dalam undang-undang, salah satu bentuk unjuk rasa adalah pawai," ujarnya.

Ratiyono berharap, dengan penghapusan larangan tersebut pengunjuk rasa tidak membuat kemacetan karena banyaknya massa yang berkonvoi. Kebijakan Pemprov DKI merevisi disebutnya bukan karena desakan dari pihak manapun. Ini adalah hasil kajian ulang agar tidak terkesan mengekang dan mengatur hak asasi orang lain.

Sebagai informasi, Pergub ini baru dikeluarkan sejak 28 Oktober 2015. Sejak dikeluarkan, banyak respons negatif dari berbagai elemen yang menganggap aturan tersebut mengekang kebebasan berpendapat.(rep/rio)