Dinilai Salahgunakan Wewenang

Budi Gunawan Laporkan Pimpinan KPK ke Kejagung

Budi Gunawan Laporkan Pimpinan KPK ke Kejagung

JAKARTA (HR)-Hawa panas antara Komisi Pemberantasan Korupsi dengan Komjen Pol Budi Gunawan, terus berlanjut. Calon tunggal Kapolri itu melaporkan dua pimpinan lembaga antirasuah itu ke Kejaksaan Agung RI. Dua pimpinan yang dimaksud adalah Abraham Samad dan Bambang Widjojanto.

Laporan disampaikan anggota tim pengacara Budi Gunawan, Razman Arif Nasution dan Eggi Sudjana, Rabu (21/1). "Kami melaporkan terkait penyalahgunaan wewenang oleh pimpinan KPK.

Kami menganggap pimpinan KPK melakukan proses pembiaran kasus," ujar Razman Arif, saat tiba di Gedung Bundar Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (JAM Pidsus), di Kejaksaan Agung, Jakarta Selatan.

Dikatakan, pengaduan yang disampaikan pihaknya berdasarkan Pasal 421 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). Pasal tersebut menjelaskan, seorang pejabat yang menyalahgunakan kekuasaan memaksa seseorang untuk melakukan, tidak melakukan atau membiarkan sesuatu, diancam dengan pidana penjara paling lama dua tahun delapan bulan.

Razman menjelaskan, proses pembiaran yang diduga dilakukan KPK, dapat terlihat pada kasus yang dialami kliennya, dimana kasus itu diduga terjadi selama tahun 2003 hingga 2006.

"Katanya Abraham Samad sudah mengamati kasus gratifikasi Budi sejak Mei 2014. Tetapi, kenapa sudah tujuh bulan dibiarkan. Ini dari segi waktu sudah ditambah dari 2003-2006," terang Eggi.

Seperti diketahui, KPK menetapkan Budi sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi berupa penerimaan hadiah atau janji selama menjabat sebagai Kepala Biro Pembinaan Karier Deputi Sumber Daya Manusia Polri periode 2003-2006 dan jabatan lainnya di kepolisian.

Pengaduan ini merupakan upaya hukum kedua yang dilakukan Komjen Budi Gunawan. Sebelumnya, Budi melalui tim kuasa hukumnya terlebih dahulu mengajukan gugatan praperadilan terhadap KPK ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.


Didukung

Menurut Kepala Divisi Humas Polri Irjen Ronny F Sompie, pengajuan gugatan itu merupakan hak Budi dan didukung oleh Divisi Hukum Polri. Tidak hanya lembaga Polri, dukungan untuk langkah hukum yang ditempuh Budi juga didukung pihak lain.

Di antaranya datang dari Kepala Staf Kepresidenan, Luhut Binsar Panjaitan. Ia menilai, Budi berhak melakukan hal tersebut.

"Saya kira itu haknya Pak BG untuk melakukan itu kalau dia merasa bahwa ada hal-hal yang mengganggu urusan beliau," ujarnya.

Ia juga menilai, langkah hukum itu tidak akan akan memperkeruh masalah yang menyebabkan kepolisian dan KPK berseteru. "Saya kira nggak akan terjadi yang begitu-begitu ya. Kita kan sudah lebih matang bernegara," imbuh Luhut.

Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna H Laoly juga upaya Budi Gunawan adalah hal yang wajar. Menurutnya, penetapan Budi sebagai tersangka oleh KPK terkesan mendadak setelah dia dipilih oleh Jokowi sebagai calon Kapolri dan akan mengikuti uji kelayakan dan kepatutan di DPR.

"Saya sudah katakan, setiap warga negara yang merasakan perlu mendapatkan perlindungan hukum atau merasa hak-haknya dirugikan bisa melakukan itu kepada instansi yang bisa menyelesaikan kepentingan hukumnya. Itu wajar," ujarnya.


Masyarakat Terganggu

Terkait hal itu, Wakil Ketua KPK Zulkarnaen menyayangkan sikap Budi Gunawan tersebut. Semestinya proses hukum harus diikuti sesuai prosedur. "Sebetulnya kami harapkan semua proses hukum berjalan kondusif, berjalan cepat sesuai harapan masyarakat," ujarnya.

"Artinya seharusnya semua pihak taat kepada ketentuan hukum, terutama ini kan hukum pidana. Sangkaan tindak pidana korupsi kan ada hukum acaranya yang sama-sama dipahami secara baik. Masyarakat juga akan terganggu dengan hiruk pikuk yang banyak. Biarlah lewat proses hukum itu saja dipercepat," tegas Zul.

Tidak itu saja, Zulkarnain juga menilai, pengajuan praperadilan yang diajukan Budi Gunawan ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, juga tidak tepat. Pasalnya, praperadilan dapat diajukan ke pengadilan negeri hanya untuk kasus salah tangkap tersangka.

"Praperadilan sesungguhnya sesuai hukum acara penetapan orang menjadi tersangka di penyidikan, bukan domain praperadilan. Praperadilan itu untuk salah tangkap atau salah tahan," ujarnya.

Zulkarnain mengatakan, jika dalam penyidikan ada kesalahan intansi hukum dalam menangkap orang, barulah orang tersebut dapat mengajukan praperadilan. Saat ini, KPK baru menetapkan Budi sebagai tersangka dan belum menahannya. Menurut dia, Budi Gunawan bukan korban salah tangkap sehingga tidak seharusnya mengajukan praperadilan.

"Kepada tersangka diberikan hak untuk didampingi penasihat hukum kalau misalnya di dalam penyidikan ada salah tangkap, salah tahan. Itulah praperadilan namanya," kata Zulkarnain. (bbs, kom, dtc)