BI: Kesejahteraan Petani Sumbar di Bawah Nasional

BI: Kesejahteraan Petani Sumbar di Bawah Nasional

Padang (HR)-Tingkat kesejahteraan petani di Sumatera Barat dari Nilai Tukar Petani periode Maret-Juni 2015 berada di bawah rata-rata angka kesejahteraan nasional.

Kepala Kantor Perwakilan Bank Indonesia (BI) Sumbar, Puji Atmoko mengatakan hal itu dalam Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Triwulan II di Padang, Rabu.

Tak hanya itu, NTP Sumbar juga menempati urutan ke lima terendah di Sumatera setelah Bangka Belitung (Babel). Kemudian Kepulauan Riau (Kepri), Sumatera Utara (Sumut) dan Lampung.

Data BI Sumbar mencatat, NTP secara nasional mencapai 100,52 persen. Sedangkan di Sumbar pada Juni 2015 hanya 97,54 persen, turun 1,42 persen dari 98,97 persen pada posisi Maret.

Ia menjelaskan, NTP merupakan perbandingan indeks harga (pemasukan) yang diterima petani dari usaha pertaniannya terhadap indeks harga (pengeluaran) untuk kebutuhan pokok dan modal usaha pertanian.

"Jadi semakin rendah NTP di suatu daerah, maka semakin rendah pula tingkat kesejahteraan petani itu," jelasnya.
Karena itu, lanjutnya pemerintah daerah perlu segera melakukan berbagai upaya guna meningkatkan kesejahteraan petani seperti program intensifikasi dan ekstensifikasi tanaman.

Kegiatan tersebut bertujuan guna meningkatkan produksi hasil pertanian. Kemudian inisiasi penetapan jadwal tanam untuk menjaga kesinambungan pasokan dan stabilitas harga.

Namun yang tak kalah penting adalah perlunya memperkuat lembaga pertanian mulai dari sisi hulu hingga hilir.
"Jika ini dilakukan posisi tawar petani terhadap produknya bisa lebih tinggi," ucapnya.

Sementara Ketua Himpunan dan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI) Sumbar, Feri Alius mengatakan belum terlihat adanya keseriusan pemerintah daerah untuk meningkatkan kesejahteraan petani.

Hal itu dapat dilihat dari alokasi dana sektor pertanian dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) yang masih kecil.

Akibatnya, berbagai program penyejahteraan petani masih terkesan setengah hati atau separoh jadi.
Program yang ada masih sebatas demplot (percontohan) seperti pemakaian bibit unggul, misalnya. Tidak mampu berjalan secara masif dan berkelanjutan.

Ia meminta pemerintah untuk dapat berperan lebih aktif dalam meningkatkan kesejahteraan petani seperti memperbesar alokasi Bulog untuk menyerap hasil pertanian.

Selain itu mengendalikan harga-harga yang menyangkut faktor-faktor produksi seperti bibit, pupuk dan obat-obatan pertanian.
"Jika harga dan peredarannya mampu dijaga, tentu petani akan mendapatkan biaya murah dalam berusaha," katanya. (ant/rio)