Sagu Berpotensi Gantikan Posisi Beras

Sagu Berpotensi Gantikan Posisi Beras

SELATPANJANG (HR)-Kekurangan pasokan beras di  tanah air, menjadi problematik yang akan semakin sulit dipecahkan.

 Jika pemerintah tetap saja mengutamakan beras menjadi bahan pangan utama masyarakat Indonesa, maka persoalan kekurangan beras itu akan terus terjadi.

Masyarakat terus bertumbuh, dan pertumbuhan penduduk itu juga tidak berbanding lurus dengan ketersediaan bahan pangan nasional.

Hal lain juga diperburuk dengan semakin menciutnya lahan pertanian tanaman padi yang terjadi di seluruh nusantara.

Dimana lahan pertanian padi atau persawahan itu telah berubah fungsi menjadi lokasi perumahan atau berbagai bentuk property lainnya. Termasuk untuk dijadikan sebagai kawasan industry.

Untuk itu, perlu pemikiran strategis, dan tidak lagi menjadikan beras sebagai bahan pangan utama di tengah masyarakat Indonesia. Tapi harus memberdayakan kembali pangan lokal.

"Ada berbagai jenis pangan lokal yang terdapat di Indonesia, mulai dari umbi-umbian, biji-bijian maupun makan dari bahan sagu,”ungkap Kepala Dinas Kehutanan Perkebunan Kabupaten Kepulauan Meranti Makmun Murod, kepada Haluan Riau di Selatpanjang Kamis kemarin.

Disebutkannya, saatnya pemerintah pusat menggalakkan produksi pangan local yang selama ini menjadi bahan makanan kearifan local, digali dan dikembangkan lagi.

Tidak hanya fokus mengejar perluasan dan perluasan tanaman padi saja. Sementara jika pangan local digalakkan tentu konsentrasi untuk menambah dan terus menambah bahan pangan beras itu akan bisa dikurangi.

Meranti dan beberapa daerah lain di  Indonesia bagian timur khususnya, seperti Papua dan Papua Barat serta Sulawesi memiliki potensi sagu yang sangat luar biasa.

Seperti di daerah Timur itu, sagu bahkan tumbuh menjadi tumbuhan hutan. Layaknya bagai pohon yang tumbuh di hutan belantara dan hingga saat ini belum terkelola karena begitu luasnya hutan sagu itu.

Dan di Meranti sendiri, walau dengan luas kebun saat ini masih sangat jauh jika dibandingkan dengan luas sagu yang ada di Sorong Selatan saja, maka luas kebun di Meranti hanya sepersekiannya persennya saja. Dan masih bisa diperluas jika ada komitmen kuat dari pusat.

Tapi, walaupun juga kebun sagu di Meranti masih berkisar 60 ribuan hectare saja, namun volume produksinya memegang hampir 90 persen dari pasokan kebutuhan sagu secara nasional saat ini.

Karena pola pengelolaan sagu di Meranti dan di Papua memang sangat jauh berbeda. Di Papua sagu diolah dengan tradisionil sekali. Sementara di Meranti sejak lama sagu sudah diolah dengan semi modern bahkan saat ini diolah dengan teknologi tinggi.

“Inilah yang kita harapkan dari pemerintah pusat, kiranya mendukung upaya Pemkab Meranti yang secara terus menerus melakukan pengkajian untuk mengangkat komoditas sagu tersebut untuk dijadikan sebagai bahan pangan nasional yang dapat menggantikan beras di kemudian hari," katanya.

Sebab dari hasil penelitian, untuk 1 hektare luas kebun sagu, maka hasilnya setara dengan hasil padi dari 12 hektare. Itu berarti kalau kebun sagu dikembangkan, maka kebutuhan bahan pangan nasional dari  bahan sagu bisa tergantikan.

Apalagi sagu juga memiliki karbohidrat yang hampir setara dengan beras, tapi memiliki kelebihan dari beras yakni rendah gula. Makanan sagu sangat cocok bagi masyarakat yang menderita penyakit diabetes.

"Dan banyak lagi dari komoditas sagu yang bisa diolah bahkan dari sagu bisa didapatkan etanol, maupun bahan-bahan lainnya. Terutama dalam waktu dekat dari sagu Meranti akan menghasilkan gula cair,”paparnya.(jos)