Matinya Fungsi Parpol

Matinya Fungsi Parpol
Dalam waktu yang tak lama lagi, kita akan dimeriahkan pesta demokrasi dalam bingkai Pilkada Serentak. Dimana  wilayah yang mengikuti ajang Pilkada serentak tahun 2015 ini berjumlah 265 daerah dari total 514 kabupaten/kota di Indonesia yang akan di mulai 9 Desember 2015.
 
Sebagian kita menyambutnya biasa-biasa saja, dan sebagian lainnya memainkan perannya dalam mengambil simpati rakyat yang menjadi pertanyaaan penting adalah, dimana peran dan fungsi parpol?
 
Matinya Fungsi ParpolSelama ini, terutama sejak era reformasi, partai politik nampak tidak mampu untuk menjalankan tugas-tugas dan fungsi-fungsinya sebagai media penjembatan antara aspirasi dan kehen
dak dari masyarakat umum dengan pemerintah yang berkuasa. 
 
Bahkan seringkali kehendak masyarakat justru berlawanan dengan apa yang sedang dilakukan oleh partai politik. Jika kita baca dan kita lihat secara seksama terdapat lebih kurang lima (5) fungsi parpol yang dinyatakan dalam pasal 11 ayat (1)Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008 yang telah diganti dengan UU No 2 Tahun 2011 yaitu; a) pendidikan politik bagi anggota dan masyarakat luas agar menjadi warga negara Indonesia yang sadar akan hak dan kewajibannya dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara; b) penciptaan iklim yang kondusif bagi persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia untuk kesejahteraan masyarakat; c) penyerap, penghimpun, dan penyalur aspirasi politik masyarakat dalam merumuskan dan menetapkan kebijakan negara; d) partisipasi politik warga negara Indonesia; dan e)  rekruitmen politik dalam proses pengisian jabatan politik melalui mekanisme demokrasi dengan memperhatikan kesetaraan dan keadilan gender.
 
Namun entah mengapa begitu sukar melihat telah terimplementasinya Fungsi Parpol. Dari hari ke hari, bulan ke bulan, tahun ke tahun, dekade ke dekade, tidak ada perubahan yang signifikan. Ganti rezim, kekuasaan dan elite, hakiki persoalan tidak pernah berubah. Legal tapi tidak rasional, struktural namun tidak fungsional, atau demokratis tapi otoriter. Konteks ini juga yang mewarnai partai-partai politik dewasa ini. 
 
Terjadinya fenomena borong partai menjadi cerita pelengkap buruknya, Dimana satu calon pasangan diusung oleh seluruh partai peserta pilkada serentak, Sehingga tidak memberikan kesempatan bagi pasangan lain untuk didukung dari jalur partai politik. Sebenarnya tidak ada aturan yang melarang mengenai persoalan ‘memborong’ partai ini, namun paling tidak ada etika Politik yang harus diperhatikan dalam fenomena ini.
 
Semuanya bernuansa transaksional, siapa yang dapat mempengaruhi  parpol ditingkat pusat, maka surat perintah dukungan kepada calon tertentu akan dilayangkan dari DPP menuju daerah dengan konsekuensi tidak main-main, bagi kader partai yang tidak menurut sanksi pemecatan, pergantian kepengurusan  serta pencabutan keanggotaan dari partai, kerap kali tidak segan dilakukan oleh para elit partai ditingkat pusat. 
 
Tentu saja cara-cara semacam ini kurang baik bagi proses terjadinya demokratisasi, karena tidak memberikan ruang gerak bagi pengurus partai didaerah untuk bisa menciptakan kreatifitas serta inovasi.
 
Fenomena Surabaya dan daerah lainnya mengundang perhatian seluruh jagat raya dimana Peran dan fungsi partai politik terancam disandera oleh kepentingan pragmatisme segelintir elit politik. Hal ini menyebabkan jadwal pendaftaran diperpanjang. 
 
Pragmatisme politik tersebut cenderung memanfaatkan cela peraturan terkait pemilukada, baik UU pilkada maupun peraturan KPU yang menegaskan kemungkinan daerah yang memiliki calon hanya satu pasang, akan ditunda pelaksanaannya hingga pemilukada tahun 2017. Situasi tersebut pada akhirnya menyandera pelaksanaan demokrasi lokal serentak tersebut.
 
Timbulnya kemacetan fungsi partai politik adalah dikarenakan beberapa hal. Pertama, kemunculan partai politik merupakan akibat dari euforia politik dan tidak didasarkan oleh suatu kebutuhan dan adanya suatu pemikiran politik yang lebih matang. Dimana hal ini menyebabkan partai-partai politik cenderung bertindak secara emosional dan reaktif terhadap segala usaha-usaha dalam berpolitik. 
 
Kemudian yang kedua, tidak adanya visi, misi, program dan ideologi dari partai politik yang jelas. Kampanye yang dilakukan tidak menawarkan suatu wacana politik akan tetapi hanya menampakkan hingar bingar kampanye semata.
 
Nampak sekali partai politik bukannya melakukan suatu usaha pendewasaan politik akan tetapi yang terjadi justru sebaliknya yang mengarah kepada pembodohan politik terhadap masyarakat. 
 
Ketiga, usia partai-partai politik yang ada di Indonesia saat ini masih tergolong muda sehingga masih mengalami kesulitan dan membutuhkan waktu yang lama untuk mematangkan dan menguatkan struktur dan infrastruktur agar dapat merealisasikan fugnsi-fungsi partai politik tersebut. 
 
Keempat, pemikiran partai politik saat ini tergolong masih kurang matang.Artinya, secara kualitatif, negeri ini sesungguhnya belum mengenal atau memiliki partai politik sebagaimana di harapkan. 
 
Secara formal atau struktural memang terlembaga, namun secara substansial fungsional tidak pernah menunjukkan eksistensi atau jati dirinya. Tidak keliru kalau ada yang nyinyir berpendapat bahwa negeri ini sesungguhnya belum memiliki partai yang Ideal.
 
Baru sebatas gerombolan atau komplotan nan konspiratif.
Harapan ke Depan Dalam rangka mendorong terwujudnya pelembagaan parpol yang baik dan mewujudkan fungsi parpol secara paripurna, dibutuhkan regenerasi pemikiran di lingkungan parpol, baik berupa regenerasi kepemimpinan maupun regenerasi cara berpikir dan bertindak. 
 
Parpol yang modern perlu mengadopsi dan mempraktikan tata kelola yang baik, sebagaimana dipraktikan dalam kehidupan kenegaraan, seperti fairness, partisipasi, transparansi,demokratisasi dan penegakan hukum yang konsisten.
 
Fungsi partai politik, apabila dijalankan dengan baik dan benar serta sungguh-sungguh niscaya akan mampu untuk menciptakan suasana yang harmonis antara pemerintah dengan masyarakat dan terjadinya saling pengertian antara pemberi mandat (rakyat) dan yang di beri mandat (pemerintah). 
 
Dan Sudah saatnya partai politik memulai upaya untuk membangun pelembagaan partai yang modern dan kuat. Partai politik merupakan pilar penting bagi terwujudnya demokrasi di negara ini. 
 
Pilar yang kuat diyakini akan mampu mewujudkan sistem politik yang stabil dan kedepannya diyakini juga mampu mengartikulasikan kepentingan konstituen secara maksimal. ***
Dosen Hukum Tata Negara UR
 
Oleh: Zulwisman SH, MH