Terkait Rekom Penutupan PT RA dan RP

Evaluasi dan Audit Harus Dikebut

Evaluasi dan Audit  Harus Dikebut

PEKANBARU (HR)-Asisten II Setdaprov Riau, Masperi, mengimbau pihak eksekutif dan legislatif tidak lagi menghabiskan waktu untuk menimbang-nimbang rencana menutup dua Badan Usaha Milik Daerah Riau, yakni PT Riau Air dan PT Riau Petroleum.

Seharusnya, langkah yang harus dikebut Pemprov Riau bersama pemegang saham lainnya termasuk Dewan, adalah bagaimana melakukan evaluasi dan audit secepatnya terhadap kedua BUMD tersebut.

"Untuk menutup (BUMD, red) ada prosedurnya. Tetapi kalau untuk pertimbangan, rasanya sudah cukup. Yang harus dievaluasi adalah terkait utang-piutang dua BUMD tersebut," ujarnya, Minggu (31/5).

Menurutnya, hal ini perlu dibahas secara serius. Sebab, ketika sebuah BUMD ditutup, harus ada yang bertanggung jawab terhadap utang-piutang tersebut. "Kalau rekomendasi Dewan untuk dibekukan, kemungkinan besar tetap akan dilakukan," tambahnya.

Masperi juga mengakui, kontribusi dua BUMD tersebut memang belum bisa memberikan titik balik untuk Pemprov Riau dan pemegang saham lainnya. "Rekomendasi Dewan tetap akan dilaksanakan," ujar Masperi.

Seperti diketahui, PT Riau Air (RA) merupakan maskapai penerbangan BUMD Riau yang berdiri pada tahun 2002 lalu. Maskapai ini pernah menjadi kebanggaan masyarakat Riau karena sempat melayani penerbangan ke provinsi tetangga hingga ke Jakarta. Bahkan PT RA tercatat pernah memiliki rute penerbangan ke Malaysia.

Namun dalam perjalanannya, PT RA terus dirundung masalah internal mulai dari konflik pergantian direksi hingga aksi mogok terbang para pilot pada tahun 2008. Meski jajaran direksinya sempat dirombak hingga beberapa kali, namun langkah itu belum bisa membawa perubahan yang lebih baik bagi maskapai penerbangan daerah ini. Buntutnya, PT RA akhirnya berhenti beroperasi pada tahun 2011 lalu. Tak hanya itu, seluruh armada pesawatnya disita karena menunggak kredit di bank. Tak sampai di sini, RA juga menunggak pajak ke negara hingga Rp79 miliar.
Nasib perusahaan ini juga tidak jelas setelah dinyatakan pailit oleh Pengadilan Niaga Medan pada 12 Juli 2012, yang diperkuat dengan putusan kasasi di Mahkamah Agung (MA).

Sementara PT Riau Petroleum (RP) dinilai hanya bisa 'menggerogoti' uang rakyat melalui APBD Riau. Pasalnya, tidak ada pendapatan untuk daerah yang bisa diberikan oleh perusahaan migas tersebut.

Terakhir, PT Riau Petroleum mendapat penyertaan modal sebesar Rp10 miliar. Namun tidak ada program yang jelas dilakukan perusahaan, terutama untuk memberikan pemasukan bagi daerah. (grc, sis)