diperiksa KPK diam-diam

Bos BCA Ngaku tak Kenal Hadi Poernomo

Bos BCA Ngaku tak Kenal Hadi Poernomo

JAKARTA (HR)-Direktur Utama PT BCA, Jahja Setiaatmadja, mengaku tidak pernah mengenal mantan Direktur Jenderal Pajak Hadi Poernomo.

Hal itu disampaikannya saat ditanya kaitannya dengan Hadi dan kasus dugaan korupsi dalam penerimaan seluruh permohonan keberatan wajib pajak atas Surat Ketetapan Pajak Nihil Pajak Penghasilan (SKPN PPh) BCA. Jahja sendiri telah diperiksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sebagai saksi terkait kasus itu, Jumat (22/5).

Pemeriksaan terhadap Jahja Setiaatmadja, terkesan dilakukan secara diam-diam. Pasalnya, nama Jahja Setiaatmadja tidak ada dalam lampiran jadwal pemeriksaan yang biasa ditempel di papan tulis Ruang Pers Wartawan KPK. Ternyata Jahja sudah hadir sejak sekira pukul 08.30 WIB di kantor lembaga antirasuah tersebut.

"Enggak (kenal)," ujar Jahja seusai diperiksa sebagai saksi, Jumat (22/5) malam.
Tidak banyak komentar yang terlontar dari Jahja mengenai BCA dan keberatan pajak.

Dia mengatakan, apa yang dilakukannya sudah sesuai dengan ketentuan yang berlaku. "Intinya kita sesuai dengan ketentuan yang berlaku soal keberatan pajak," ujarnya lagi.

Saat dikonfirmasi, Kepala Bagian Pemberitaan dan Publikasi KPK, Priharsa Nugraha membenarkan bahwa Jahja diperiksa penyidik untuk tersangka Hadi Poernomo. "Betul, hari ini dilakukan pemeriksaan terhadap Dirut BCA, Jahja Setiaatmadja sebagai saksi untuk tersangka HP (Hadi Poernomo)," ujarnya.

Dalam kasus ini, Hadi diduga mengubah telaah Direktur Pajak Penghasilan mengenai keberatan SKPN PPh BCA. Surat keberatan pajak penghasilan 1999-2003 itu diajukan BCA pada 17 Juli 2003 terkait non-performing loan (NPL atau kredit bermasalah) senilai Rp 5,7 triliun kepada Direktur PPh Ditjen Pajak.

Setelah penelaahan, diterbitkan surat pengantar risalah keberatan dari Direktur PPh pada 13 Maret 2004 kepada Dirjen Pajak dengan kesimpulan bahwa permohonan keberatan wajib pajak BCA ditolak. Namun, satu hari sebelum jatuh tempo untuk memberikan keputusan final BCA, 18 Juli 2004, Hadi memerintahkan agar Direktur PPh mengubah kesimpulan, yaitu dari semula menyatakan menolak diganti menjadi menerima semua keberatan.

Hadi kemudian mengeluarkan surat keputusan Dirjen Pajak yang memutuskan untuk menerima semua keberatan wajib pajak sehingga tidak ada cukup waktu bagi Direktur PPH untuk memberikan tanggapan atas kesimpulan yang berbeda itu. Namun, Hadi membantah mendapatkan imbalan dari BCA atas penerimaan keberatan wajib pajak tersebut.

KPK menjerat Hadi dengan Pasal 2 Ayat (1) dan atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHPidana.

Perbuatan melawan hukum dilakukan HP yaitu melakukan penyalahgunaan wewenang dalam menerima seluruh permohonan keberatan wajib pajak atas SKPN PPH PT BCA Tbk tahun pajak 1999-2003 yang diajukan pada 17 Juli 2003. Padahal saat itu, bank lain juga mengajukan permohonan sama tapi semuanya ditolak.

Hadi Poernomo selaku Dirjen Pajak 2002-2004 mengabulkan permohonan keberatan pajak BCA melalui nota dinas bernomor ND-192/PJ/2004/ pada 17 Juni 2004. Menurut Hadi, BCA dianggap masih memiliki aset dan kredit macet yang ditangani Badan Penyehatan Perbankan Nasional sehingga koreksi Rp5,5 triliun itu dibatalkan. Karena pembatalan tersebut, negara kehilangan pajak penghasilan dari koreksi penghasilan BCA sebesar Rp375 miliar. (bbs, okz, kom, ivi)