SBY, Habibie, Try dan Xanana Gusmao Jadi Motivator

SBY, Habibie, Try dan Xanana  Gusmao Jadi Motivator

JAKARTA (HR)-Empat negarawan yang pernah menjadi presiden dan wakil presiden, tampil sebagai motivator dalam kegiatan 'Supermentor 6: Leader', di XXI Ballroom, Djakarta Theatre, Jalan MH Thamrin, Jakarta, Minggu (17/5) malam.

Keempat tokoh itu adalah Wakil Presiden Indonesia ke-6 Try Sutrisno, Presiden Indonesia ke-3 BJ Habibie, Presiden Indonesia ke-6 Susilo Bambang Yudhoyono dan Presiden pertama Timor Leste, Xanana Gusmao.

Menurut pelaksana kegiatan yang juga Ketua Foreign Policy Community of Indonesia (FPCI), Dino Patti Djalal, keempat tokoh ini dipilih menyesuaikan latar belakang mereka masing-masing. Pengalaman pernah memimpin negara diharapkan bisa memberikan motivasi terbaik buat peserta yang hadir. "Mereka negarawan. Mereka bisa memberikan motivator," sebut mantan Wakil Menteri Luar Negeri itu.

Dalam kesempatan itu, SBY memaparkan terkait cita-citanya saat remaja ketika masih berada di kampung halamannya, Pacitan, Jawa Timur. SBY kecil beberapa kali melihat pasukan TNI berlatih di daerah dekat tempat tinggalnya. Ia pun lambat laun termotivasi untuk meniti karir di dunia militer.

"Saya mulai dengan mimpi saya waktu remaja. Selama 20 tahun pertama saya habiskan di Pacitan. Saya sebagai remaja ingin sukses, saya ingin jadi tentara. Waktu itu bukan karena memikirkan pengabdian ke Tanah Air," tuturnya.
"Jangan contoh dan ikuti prinsip dan jejak pejalanan hidup saya. Jika tidak cocok dengan hati dan pikiran Anda," ingatnya.

"Saya ingin menjadi jenderal, bintang satu juga sudah jenderal. Ya itu lah mimpi saya dulu. Sebagai anak desa, saya harus punya keberanian, punya keteguhan untuk mewujudkan mimpi itu," tambahnya.

Menurutnya, dalam mencapai mimpi memerlukan kerja keras. Selepas usia 20 tahun, ia mulai menekuni dunia militer. Ia berkarir di militer hingga usia 50 tahun. "Lima tahun menjadi menteri, usia 55 jadi presiden dan memimpin selama 10 tahun," ungkapnya.

"Tidak ada jalan yang lunak untuk mewujudkan cita-cita yang besar. Perjalana karir saya di militer juga tidak mudah, banyak tantangan. Keberanian saya kemudian mengubah nasib saya," pungkasnya.


Andalkan SDM
Sedangkan Presiden ke-3 RI, Bacharuddin Jusuf Habibie, memaparkan pentingnya kualitas sumber daya manusia yang terbarukan. Menurut pria 78 tahun itu, SDM memegang kunci masa depan negara. Menurutnya, Indonesia yang memiliki SDM melimpah sehingga hari dioptimalkan.

"Masa depan bangsa harus mengandalkan sumber daya manusia terbarukan. Ini termasuk Indonesia. SDM yang dimilikinya seberapa banyak pun, harus pandai dimanfaatkan. Harus meningkatkan kualitas hidup dari SDM, itu tersirat dalam UUD 1945," ingatnya.

Dia menjelaskan, kondisi Indonesia yang merupakan negara kepulauan menjadikan status negeri maritim harus jadi perhatian. Kondisi ini yang perlu diperhatikan untuk menjawab persoalan luasnya dari Sabang sampai Merauke.

"Di sini beraneka ragam, bagaimana SDM itu? satu yang jelas, Anda harus dapat memiliki suatu sistem, suatu jaringan, bahasa yang menghubungkan setiap manusia untuk dihubungkan setiap manusia itu," tambahnya.

Kemudian, dia juga mengingatkan solusi untuk luasnya wilayah teritorial Indonesia. Misalnya, ia menyebut perlunya industri pesawat terbang yang bisa diciptakan SDM Indonesia untuk mendukung luasnya wilayah Indonesia.

"Bangsa ini ada di benua maritim, hidup yang ada untuk memanfaatkan pesawat terbang. Apakah bisa? Kita bisa. Saya pernah buktikan mampu kok," sebutnya yang disambut riuhnya tepuk tangan.

Lanjutnya, kata dia, ada beberapa elemen yang tak bisa dipisahkan untuk mendukung kualias SDM yaitu pengetahuan serta teknologi. Karakter budaya dalam bersikap juga menentukan cikal kemajuan bangsa.

"Elemen budaya yang menentukan perilaku, kehidupan di dunia ini, itu berpengaruh untuk mendukung," katanya.

Jual Air dan Koran
Cerita tak kalah menarik juga dilontarkan Try Sutrisno. Ia bercerita mengenai masa kecilnya yang keras dan penuh perjuangan. Try Sutrisno lahir di Surabaya 15 November 1935. Ayahnya adalah seorang prajurit TNI dan ibunya seorang sipil.

Saat ayahnya pergi berperang melawan penjajah, pada usia 10 tahun, ia, ibu dan saudara-saudaranya terpaksa harus meninggalkan Surabaya untuk mengungsi.

"Saya memutar otak bagaimana caranya agar bisa hidup di pengungsian. Saya melakukan enterpreneur yang tanpa modal," tuturnya.

"Saya menjual air di dalam kendi. Saya jual di stasiun. Lalu saya naik tingkat menjadi penjual koran, kemudian penjual rokok di dalam boks di kereta api," tuturnya.

Ia mengungsi dari satu kota ke kota lainnya. Sampai di Kediri, Try bertemu dengan satuan tentara di mana ada sang ayah di dalamnya.

"Nasib saya berubah, dari orang yang mandiri kemudian menjadi kacungnya tentara. Membantu membersihkan sepatunya, menyiapkan makan," ujar Try.

Pada usia 13 tahun, ia diberi kepercayaan menjadi penyelidik cilik oleh satuan tentara ayahnya. Ia pun ditugaskan pergi ke daerah pendudukan Belanda
"Saya diperintahkan membawa dokumen ke daerah pendudukan Belanda. Melalui garis batas antara RI dan daerah Belanda," jelasnya.

Selepas SMA, hasrat Try untuk mengabdikan diri kepada negara dan bangsa semakin besar. Ia pun memutuskan untuk bergabung dengan kemiliteran Indonesia.

Dalam kesempatan itu, Try juga menyindir 'jam karet' yang seakan menjadi budaya di kalangan pejabat. Ia mencontohkan pada pelaksanaan Konferensi Parlemen Asia-Afrika dalam rangka Peringatan ke-60 Konferensi Asia Afrika (KAA) di Gedung MPR/DPR/DPD RI. Saat itu acara molor sekitar 30 menit.
"Orang Indonesia kalau mau maju harus tepat waktu. Waktu di KAA, terlambat 30 menit, malu saya," terang Try.

"Waktu zaman saya tidak ada, keamanan, protokol, semua siap satu menit sebelum acara. Saya ingatkan beliau orang, Ketua MPR. Jangan terlambat lagi," lanjutnya.


Kami Punya Jalan Sendiri
Sedangkan Presiden pertama Timor Leste, Xanana Gusmao, menceritakan pengalamannya saat pertama memimpin negara pecahan Indonesia itu. Ia pula mengatakan perjuangannya yang ditempuh saat mengupayakan kemerdekaan Timor Leste.

"Banyak jalan menuju Roma, tapi kami punya jalan sendiri. Negara harus berani, kita punya bendera dan presiden. Kedaulatan itu semua diupayakan," ujarnya.

Dia berpesan, dalam berjuang sependek apapun waktu tapi agar tidak patah keyakinan. Semangat berjuang diperlukan untuk mendukung keyakinan serta prinsip yang sudah ada.

"Harus ada keyakinan, kemauan dan kerja keras. Semua dream yang menengah atas bisa jadi kenyataan untuk diri sendiri. Ini bagus untuk pemikiran bangsa yang lebih luas dan bagus," ujarnya.

Untuk generasi muda, dia juga menambahkan agar tak mudah menyerah dalam menjalani hidup di era yang sudah global dengan teknologi. Menurutnya, jangan sampai generasi muda dijajah teknologi sosial media yang kemudian menjadi belenggu.

"Kita berada di suatu zaman yang sulit, Kita sendiri adalah generasi baru untuk melihat dunia yang nyata," tuturnya.

"Lebih baik kita membawa generasi baru untuk melihat, punya visi, dan dari visi itu bisa meihat misinya sendiri untuk pembangunan yang riil," sebutnya. (dtc, ral, sis)