Polemik Pasir Rupat

Dewan dan Eksekutif Diminta Duduk Satu Meja

Dewan dan Eksekutif Diminta Duduk Satu Meja

BENGKALIS (HR)-Sejumlah kalangan berharap Legislatif dan Eksekutif segera menuntaskan persoalan penambangan pasir di pulau Rupat. Perang argumantasi melalui media tidak akan menuntaskan persoalan yang ada, sementara sebagian masyarakat mengeluhkan tingginya harga pasir dari Tanjung Balai.

Seperti disampaikan tokoh muda Bengkalis, Hamidi SH, Minggu (17/5). Menurutnya, kalau memang SK Bupati No 504 Tahun 2001 sudah kadaluarsa alias bertentangan dengan aturan terbaru, maka harus ada solusi yang mesti dilakukan. Bisa jadi dengan membuat SK bar sejalan dengan aturan yang lebih tinggi atau solusi lainnya.

“Kita apresiasi kawan-kawan di DPRD yang sepertinya begitu semangat memperjuangkan aspirasi masyarakat. Persoalannya memang tidak hanya pada mereka yang terlibat langsung di usaha penambangan ini tapi juga masyarakat yan membutuhkan pasir. Intinya, Pemkab harus segera mencarikan solusi,” ujar Hamidi.

Jika memang SK yang pernah diterbitkan sebelumnya (pelarangan penambangan di zona 4 mil) telah kadaluarsa, tentunya ada penjelasan lain atau aturan terbaru yang bisa digunakan saat ini. “Seperti apa petunjuk dalam aturan terbaru itu, kalau memang harus melalui rekomendasi Gubernur atau Menteri ya harus diurus, kasihan masyarakat yang sudah berpuluh tahun menggantungkan hidupnya dari menggali pasir secara tradisional,” sebut Hamidi.

Persoalan penambangan pasir di Rupat memang agak pelik kata Hamidi, satu sisi ada perushaan besar dengan peralatan canggih sudah bertahun-tahun diberikan izin untuk melakukan penambanga di Rupat (di atas 4 mil). Di sisi yang lain, ratusan masyarakat yang sudah berpuluh tahun melakukan aktifitas secara tradisional (di wilayah 4 mil) dilarang melakukan penambangan.

“Kalau alasannya dampak yang bakal ditimbulkam pastinya sudah tidak relevan lagi. Karena, aktifitas besar-besaran yang dilakukan oleh salah satu perusahaan penambangan pasti berdampak lebih besar dibanding dengan dampak yang bakal ditimbulkan olh aktifitas penambangan secara sederhana oleh masyarakat,” sebut Hamidi lagi.

Kuncinya kata Hamidi, DPRD bersama Pemkab Bengkalis segera duduk bersama membahas persoalan ini dengan satu komitmen demi masyarakat dan tentunya tidak mengabaikan hal-hal yang berdampak kepada persoalan lingkungan.
Pertanyakan SK

Sebelumnya,  Ketua Komisi II DPRD Bengkalis Syahrial, mempertanyakan dasar masih diberlakukannya SK Bupati Nomor 504 Tahun 2001 tersebut. Selain sudah terjadinya pemekaran Kabupaten Kepulauan Meranti, dasar atau payung hukum SK tersebut juga sudah kadaluarsa atau dilakukan revisi oleh DPR dan Pemerintah Pusat.

“Lihat saja di SK Bupati nomor 504 tahun 2001 itu, acuannya adalah Undang-Undang nomor 11 tahun 1967, UU nomor 24 tahun 1997, UU nomor 23 tahun 1997, UU nomor 22 tahun 1999 dan UU nomor 25 tahun 1999. Sementara UU untuk Minerba (Mineral dan Pertambangan,red) yang dipakai sekarang adalah UU nomor 04 tahun 2009 serta UU nomor 23 tahun 2014 yang diperkuat dengan Peraturan Pemerintah nomor 01 tahun 2014, jadi Pemkab Bengkalis sepertinya terlalu lengah selama 5 tahun ini,”sindir Syahrial.

Pria asli Rupat ini menegaskan, soal penambangan pasir laut, khususnya di Pulau Rupat ia meminta Pemkab Bengkalis merujuk kepada Undang-Undang terbaru, yaitu UU nomor 23 tahun 2014 tentang kewenangan perizinan pertambangan. Dalam UU tersebut dikatakan yang memiliki kewenangan menerbitkan izin adalah Pemerintah Provinsi, sehingga tidak ada kewenangan Pemerintah Kabupaten.

Lantas sambung Syahrial, SK nomor 504 itu sudah lari dari esensi persoalan, karena seharusnya dengan adanya kewenangan perizinan ditangan pemerintah Provinsi, Bengkalis bisa mengambil manfaat dari kondisi tersebut. Pemkab Bengkalis bisa membuat kajian Analisa Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal) dan mengajukannya pada RAPBD tahun depan.

“Amdal itu nantinya akan memuat tentang kawasan yang bisa dieksploitasi dan yang tidak. Selanjutnya Pemkab Bengkalis membuat kebijakan melalui SK Bupati, Peraturan Bupati atau Peraturan Daerah (Perda) yang baru tentang kawasan pertambangan pasir laut untuk masyarakat. Untuk izinnya, Pemkab bisa mengajukan ke Pemprov Riau,”terang Sekretaris DPD II Partai Golkar Kabupaten Bengkalis itu menyarankan.

Alasan perlunya dibuka area atau kawasan pertambangan pasir laut rakyat, Syahrial mengatakan karena di Pulau Rupat, ratusan keluarga menggantungkan hidupnya dari penambangan pasir laut yang boleh dikategorikan ilegal sekarang ini. Disinilah menurutnya, peran pemerintah untuk menyelamatkan hajat hidup orang banyak dipertanyakan, termasuk soal payung hukumnya.

“Kalau perizinan pertambangan minerba itu kewenangan Provinsi, kan kita bisa membuat kajian, mengatur tata kelola penambangan pasir laut untuk rakyat dan mengajukan izin ke Pemprov Riau. Logikanya, kok perusahaan besar bisa mendapat izin menambang pasir laut di Rupat, sementara warga Rupat sendiri tidak boleh, karena diganjal SK Bupati 504 yang sudah kadaluarsa tersebut. Pemkab Bengkalis harus pro aktif, jangan “tidur” terus,”ujar Syahrial mengigatkan.***