Potensi Bahaya AI Dalam Pemilu 2024

Potensi Bahaya AI Dalam Pemilu 2024

Riaumandiri.co - Microsoft mengingatkan akan adanya potensi bahaya kecerdasan buatan (AI) dalam pelaksanaan Pemilu 2024. Potensi tersebut salah satunya dapat membuat disinformasi.

Panji Wasmana, National Technology Officer Microsoft Indonesia mengungkap AI bisa saja dipakai untuk "tujuan yang tidak baik" seperti memunculkan disinformasi selama Pemilu 2024.

"Kalau menggunakan beberapa tools seperti llm (large language models), search engine atau apa pun, coba ketik siapa pemenang presiden, bagaimana menjadi presiden 2024, akan keluar sebuah informasi. Dan kita akan mudah melakukan disinformasi di dalamnya. Itu kemungkinan bisa terjadi dengan melakukan teknologi AI," kata Panji di kantor Microsoft Indonesia, Jakarta, Rabu (18/10).


"Kita bisa menggunakan teknologi AI untuk targeted campaign bahkan," ujarnya menambahkan.

Oleh karena itu, menurut Panji, masyarakat harus pintar memilah dan memilih informasi yang mereka terima. Mereka juga harus bijaksana dengan tidak langsung mempercayai informasi yang tersebar di media sosial.

Panji mengatakan bijak menerima informasi adalah dengan tidak hanya membaca satu paragraf, tapi juga melihat sumbernya.

Ia juga mengungkap bahwa penggunaan AI bak pedang bermata dua. Pasalnya, teknologi ini disebut juga bisa memberantas hoaks yang menyebar di media sosial.

"Saya juga rekomendasikan penggunaan AI untuk memberantas hoaks. Itu yang sebenarnya udah banyak dilakukan belakangan. Dan kalau dilihat ketika bertahun-tahun sebelumnya, AI itu udah di-deploy untuk mengklasterkan gerakan dari sosial media, melihat tren, temperatur di sosial media terkait politik, dan itu yang terjadi," paparnya.

"Jadi kalau kita lihat ini dua mata pisau, sekali lagi sangat penting melihat pemanfaatan AI ini menjadi dua bagian yang tidak terpisahkan dan menjadi bertanggung jawab," kata Panji menambahkan.

Secara umum, Panji menegaskan bahwa berkembangnya teknologi AI ini juga perlu diimbangi dengan regulasi yang tepat. Saat ini, di Indonesia belum ada aturan yang jelas mengenai penggunaan dan pemanfaatan AI.

Panji kemudian berkaca dari regulasi yang ketat di Amerika Serikat mengenai AI. Baru-baru ini, Presiden AS Joe Biden telah mengajak perusahaan-perusahaan teknologi pengembang AI untuk meneken White House Voluntary AI Commitments.

"Mereka mengundang beberapa big player seperti kami, Microsoft, dan industri lain yang memang berkecimpung dalam pengembangan AI dan kita berkomitmen bahwa semua teknologi AI harus bersifat safe, secure, dan trustworthy," tuturnya.

Menurutnya keberadaan regulasi penting untuk memastikan bahwa teknologi AI berjalan di koridor yang tepat.

"Kalau kita enggak regulate dan tidak memiliki framework untuk memastikan bahwa AI yang dikembangkan itu secure, maka akan jadi bencana," papar Panji.

Sebelumnya, Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Budi Arie Setiadi menegaskan bakal mengatur kampanye partai politik di jagat maya yang melibatkan kecerdasan buatan alias AI.

"Nanti kita kaji, kita atur yang baik," kata Budi Arie.

Budi mengaku pihaknya masih akan mengkaji secara komprehensif mengenai aturan pemilu terkait metode kampanye mana yang diperbolehkan di jagat maya.

"Satu-satu dulu dong. Kita lihat mana yang secara regulasi diperbolehkan dan mana yang tidak diperbolehkan," tuturnya.

Sementara itu, secara umum Kominfo tak mau buru-buru membuat aturan yang melarang penggunaan AI generatif seperti yang telah dilakukan negara-negara lain. Wamenkominfo Nezar Patria mengatakan saat ini pihaknya masih mencermati banyak segi dari penggunaan AI.

"Yang kita cermati sekarang sebetulnya banyak segi, di antaranya pemanfaatan AI untuk ekonomi misalnya, lalu kemudian untuk mempercepat penyebaran informasi yang positif. Lalu juga kita melihat AI untuk kepentingan industri dan semacamnya. Jadi cukup luas," kata Nezar.

"Jadi kita coba petakan semuanya. Regulasi yang selama ini ditakuti seakan-akan akan membatasi perkembangan AI, saya kita kita belum sampai ke sana bicaranya," imbuhnya.