Aprindo Tagih Utang Rafaksi Migor Rp344 M, PKS: Zulkifli Hasan Jangan Buang Badan

Aprindo Tagih Utang Rafaksi Migor Rp344 M, PKS: Zulkifli Hasan Jangan Buang Badan

RIAUMANDIRI.CO - Wakil Ketua Fraksi PKS DPR RI Mulyanto mendesak pemerintah merespon surat Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) terkait tagihan utang pembayaran selisih harga minyak goreng (migor) atau rafaksi dalam program satu harga pada 2022 lalu.

Mulyanto menyebut pemerintah harus menyikapi permintaan Aprindo tersebut sesuai ketentuan yang ada. Pemerintah harus bertanggungjawab atas konsekuensi kebijakan yang dibuat.

"Apa yang disampaikan oleh Aprindo itu merupakan masalah yang serius. Mereka sudah berperan turut membantu menyukseskan program satu harga migor yang diluncurkan Pemerintah tahun 2022. Jadi sebisa mungkin Pemerintah menyikapi masalah itu secara konsekuen," kata Mulyanto kepada media ini, Sabtu (15/4/2023).

Mulyanto menyayangkan pembayaran selisih harga migor satu harga itu menyisakan masalah. Ia khawatir masalah dapat meluas sehingga mengganggu ketersediaan migor di pasaran.

"Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan jangan buang badan menghadapi masalah itu. Dia harus tampil di depan mencarikan solusi atas keluhan yang disampaikan Aprindo. Jangan malah mencari-cari alasan untuk menghindar dari tanggung jawab," jelas Mulyanto.

Mulyanto melihat sengkarut pembayaran selisih harga migor ini cerminan ketidakcermatan pemerintah mengelola sebuah kebijakan. Kebijakan Pemerintah sering tidak cermat, sembrono, grusa-grusu dan plin-plan. Hal ini terjadi bukan hanya pada komoditas minyak goreng sawit, tetapi juga batubara, nikel, tembaga, timah dll.

Indonesia sebagai negara besar, dengan potensi sumber daya alam yang juga luar biasa besar, membutuhkan kebijakan tata-kelola negara yang cermat (evident based policy), yang memperhitungkan aspirasi masyarakat dalam berbagai levelnya.

"Ibarat mobil, Indonesia itu truk gandeng.  Bukan bajaj. Kalau truk gandeng akan belok, dari kaca spion harus dilihat dengan cermat ujung gerbong gandengannya. Sehingga tidak membentur kendaraan lain atau bangunan di sekitar. Beda dengan bajaj, bisa belok kapan saja dan dimana saja," kata Mulyanto.

Artinya kata jelas Mulyanto, pemimpin Indonesia itu perlu SIM truk, bukan SIM bajaj. Agar Indonesia dikelola secara good governance bukan sradak-sruduk, tabrak sana tabrak sini karena bersifat sporadis. (*)



Tags Ekonomi