Simsalabim Putusan MK

Simsalabim Putusan MK

RIAUMANDIRI.CO - Skandal sulap putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait pemberhentian hakim Aswanto diproses secara etik oleh Majelis Kehormatan MK (MKMK). Sembilan hakim MK dan dua panitera dilaporkan ke polisi.

Menurut pakar forensik digital, Agung Harsoyo, pelacakan digital terhadap pengedit dokumen putusan MK itu bukanlah hal yang mustahil dilakukan. Soalnya, jejak digital pasti ada.

"Bisa. Artinya, nanti ditelusuri sedikit demi sedikit, kemudian dilacak jejaknya. Terkait dengan forensik, ada yang namanya Locard's exchange principle: Semua interaksi meninggalkan jejak," kata Agung Harsoyo membagikan perspektifnya, Senin (6/2/2023).

Ahli teknologi informasi dari STEI ITB ini menjelaskan, dokumen digital terdiri dari data dan metadata, termasuk dokumen putusan yang 'disulap' itu. Pengeditan dokumen putusan Nomor 103/PUU-XX/2022 itu bisa terlacak dari metadata.

"Ada yang namanya 'metadata' yang berkaitan dengan dokumennya. Dalam metadata ada catatan megenai kapan pembuatan dokumen tersebut, pakai software apa, dan seterusnya. Bahkan ada yang merekam jenis laptopnya, merek hardware-nya," kata Agung Harsoyo.

Peraih gelar doktoral dari L'Ecole Nationale Superieure des Telecommunications de Bretagne ini menjelaskan, lokasi pengdit dan pengunggah dokumen yang sudah diedit itu bisa terlacak pula dari IP Address. Bila saja dia menggunakan jaringan internet kantor, maka pelacakan bisa dilakukan terhadap siapa saja yang menggunakan internet kantor di jam-jam spesifik.

"Itu pasti meninggalkan jejak," kata Agung Harsoyo.

Barulah setelah ketahuan siapa peng-edit putusan itu, atau 'pesulap' dalam tanda kutip, maka bisa ditanya ke si pengedit tersebut, siapa gerangan yang menyuruhnya untuk mengedit putusan itu.

Saat ini, Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) sedang memproses dugaan pelanggaran etik mengenai perubahan putusan MK tersebut. MKMK kini diisi oleh hakim aktif MK yakni Profesor Enny Nurbaningsih, mantan hakim MK Dewa Gede Palguna, dan ahli pidana UGM Profesor Sudjito.

Ahli tata negara dari Sekolah Tinggi Hukum (STH) Indonesia Jentera, Bivitri Susanti, berharap MKMK bisa mengungkap skandal ini. Meski begitu, dia menilai MKMK tidak sepenuhnya independen karena ada hakim MK di situ.

"Mudah-mudahan hasil kerja MKMK bisa membantu agar ada kejernihan dalam perkara ini. Kita harus lihat nanti kerja MKMK, karena MKMK ini secara struktur memang tidak independen karena UU MK bilang salah satu anggota adalah hakim aktif," kata Bivitri, seperti dilansir detikcom

Di sisi lain, ada pula laporan yang disampaikan oleh penggugat yang menerima putusan Nomor 103/PUU-XX/2022 itu, yakni pengacara Zico Leonard Djagardo Simanjuntak. Zico melaporkan sembilan hakim MK dan dua panitera ke Polda Metro Jaya. MKMK mempersilakan polisi memeriksa hakim MK.

"Tidak ada masalah (terkait pelaporan 9 hakim MK ke Polda-red). Silakan penyidik bekerja dan kami tidak boleh mencampuri, demikian pula kami bekerja sesuai dengan kewenangan kami (memeriksa dugaan adanya pelanggaran etik)," kata Ketua MKMK, I Dewa Gede Palguna

Berikut ini simsalabim putusan:

Putusan diucapkan hakim di sidang 23 November 2022:

"Dengan demikian, pemberhentian hakim konstitusi sebelum habis masa jabatannya hanya dapat dilakukan karena alasan mengundurkan diri atas permintaan sendiri yang diajukan kepada ketua Mahkamah Konstitusi, sakit jasmani atau rohani secara terus-menerus selama 3 (tiga) bulan sehingga tidak dapat menjalankan tugasnya yang dibuktikan dengan surat keterangan dokter, serta diberhentikan tidak dengan hormat karena alasan sebagaimana termaktub dalam Pasal 23 ayat 2 UU MK...".

Salinan putusan di situs web MK:

"Ke depan, pemberhentian hakim konstitusi sebelum habis masa jabatannya hanya dapat dilakukan karena alasan mengundurkan diri atas permintaan sendiri yang diajukan kepada ketua Mahkamah Konstitusi, sakit jasmani atau rohani secara terus-menerus selama 3 (tiga) bulan sehingga tidak dapat menjalankan tugasnya yang dibuktikan dengan surat keterangan dokter, serta diberhentikan tidak dengan hormat karena alasan sebagaimana termaktub dalam Pasal 23 ayat 2 UU MK...".

Sulap putusan itu tidak diterima penggugat perkara tersebut, Zico, sehingga mengambil langkah hukum pidana dengan melaporkan 9 hakim MK ke Polda Metro Jaya.

"Pada laporan kali ini kita membuat laporan (terhadap) 9 hakim konstitusi dan juga 1 panitera, 1 panitera pengganti atas adanya dugaan tindak pidana pemalsuan dan menggunakan surat palsu sebagaimana salinan putusan dan juga risalah sidang dan juga dibacakan dalam persidangan terkait dengan substansi putusan itu terdapat frasa atau substansi yang sengaja diubah karena bunyinya itu awalnya dengan 'demikian' kemudian (diubah menjadi) 'ke depan'," ujar Leon Maulana, salah satu kuasa hukum Zico, kepada wartawan di Polda Metro Jaya, Jakarta, Rabu (1/2/2023).

"Ini kan ada suatu hal yang baru, apabila ini dinyatakan dalam suatu hal yang typo sangat tidak substansial, karena ini substansi frasanya sudah berbeda," tambah Leon.(dtc, nan)



Tags Hukum