Perkembangan Kognitif Piaget dan Implikasinya terhadap Pendidikan

Perkembangan Kognitif Piaget dan Implikasinya terhadap Pendidikan

Oleh: Ratri Isharyadi


Ketika kita melihat perkembangan pengetahuan anak yang melebihi usianya, terkadang terlintas dalam pikiran kita, apakah sebenarnya anak tersebut sudah waktunya mengetahui tentang hal itu? Teori perkembangan kognitif anak mungkin bisa membantu kita melihat bagaimana kita dapat bersikap.

Artikel ini membahas tentang teori perkembangan kognitif anak, serta bagaimana implikasinya terhadap pendidikan. Jika kita melihat definisi dari Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), kognitif merupakan kegiatan atau proses memperoleh pengetahuan yang mengacu pada proses mental seperti belajar atau persepsi yang membantu kita mengetahui tentang hal-hal baru melalui pengalaman sendiri.

Terdapat tokoh penting dengan teorinya yang berpengaruh dalam psikologi perkembangan, yaitu Jean Piaget. Jean Piaget merupakan seorang psikolog yang berasal dari Swiss dan juga seorang professor di University of Neuchatel dan University of Geneva, Swiss. Selama hidupnya telah menghasilkan karya-karya besar, diantaranya adalah Origins of intelligence in the child (1936); Play, dreams and imitation in childhood (1945); Main trends in psychology (1970); dan Genetic epistemology (1970).

Piaget dalam teorinya berpendapat bahwa perkembangan kognitif terjadi melalui interaksi antara kemampuan alami dan situasi lingkungan. Dia juga menyatakan bahwa setiap anak-anak selalu akan melewati empat tahap perkembangan kognitif dengan urutan yang sama, terlepas dari budaya dan jenis kelaminnya. Namun, masa/ lama waktu anak dalam melewati setiap tahap bisa jadi berbeda, karena beberapa anak mungkin membutuhkan waktu lebih lama untuk mencapai suatu tahap.

Terdapat tiga konsep utama yang dikemukakan oleh Piaget dalam kaitannya dengan bagaimana kognitif anak berkembang, yaitu skema, adaptasi, dan ekuilibrium. Skema dapat diartikan sebagai organisasi informasi yang terdapat dalam pikiran seseorang. Ini mirip seperti file-file yang tersimpan dalam suatu drive penyimpanan. Misalkan seorang anak memiliki informasi tentang seekor ikan, dimana dalam pikirannya, ikan adalah hewan yang berenang di air, memiliki sirip, dan memiliki ekor. Informasi tersebut dapat dikatakan sebagai sebuah skema.

Untuk memperoleh pengetahuan/ informasi baru, seseorang akan melakukan adaptasi yang terdiri atas asimilasi dan akomodasi. Asimilasi mengacu kepada bagaimana seseorang melihat informasi baru dengan menyesuaikan dengan skema yang telah ada dalam pikirannya. Misalkan seorang anak tadi dihadapkan dengan seekor paus di sebuah akuarium, maka berdasarkan skema yang telah dimilikinya, anak tersebut akan mengatakan bahwa paus adalah seekor ikan.

Dengan asimilasi ini kemudian terbentuk skema baru bahwa paus adalah ikan. Sedangkan untuk akomodasi terjadi ketika seseorang melihat informasi baru, lalu mengubah skema yang telah ada dan menyesuaikan dengan informasi baru tersebut. Misalkan seorang anak tadi, setelah melihat penjelasan di televisi ataupun dari orang dewasa akhirnya mengetahui bahwa ternyata paus bukan ikan. Sehingga skema awal yang menganggap bahwa paus adalah ikan akhirnya berubah melalui proses akomodasi menjadi skema baru bahwa paus bukan ikan, melainkan seekor mamalia laut. Penjelasan singkat mengenai konsep utama Piaget dapat dilihat pada gambar berikut.

Konsep ekuilibrium sendiri merupakan keadaan yang mengacu pada keseimbangan antara asimilasi dan akomodasi. Dengan adanya keseimbangan, akan membantu dalam kemajuan antara tahap perkembangan kognitif.
Proses pemerolehan pengetahuan/ skema tersebut kemudian digunakan seorang anak untuk melewati empat tahap perkembangan kognitif Piaget. Keempat tahap perkembangan yang dikemukakan oleh Piaget adalah tahap sensorimotor yaitu umur 0 sampai 2 tahun, tahap praoperasional yaitu umur 2-7 tahun, tahap operasional konkret yaitu umur 7-11 tahun dan terakhir tahap operasional formal yaitu umur 11 tahun ke atas.

1.    Tahap sensorimotor
Pada tahap pertama ini, sesuai dengan namanya, skema anak berkembang melalui sensori (indera) dan motorik (gerak). Anak memperoleh informasi baru dalam pikirannya melalui interaksi fisik. Pada akhir tahap ini, anak mulai memahami objek permanen atau keabadian objek. Sebelum mencapai akhir tahap sensorimotor, seorang anak bila bonekanya disembunyikan dibalik kain, akan menganggap boneka tersebut telah hilang/ tidak ada. Sementara setelah mecapai akhir tahap sensori motor, anak sudah mulai memahami bahwa bisa saja sesuatu tidak terlihat, namun sebenarnya tetap ada/ tidak hilang. Inilah yang disebut dengan objek permanen.

2.    Tahap praoperasional
Pada tahap ini, anak mulai belajar berbicara dan memahami bahwa ada simbol-simbol tertentu yang mewakili sesuatu yang lain. Anak juga berpikir bahwa benda-benda mati juga dapat berbicara layaknya manusia. Pemikiran anak pada tahap ini masih bersifat egosentris, yaitu hanya melihat sesuatu dari sudut pandangnya.

3.    Tahap operasional konkret
Pada tahap ini, anak mulai berpikir logis dan memecahkan masalah peristiwa konkret (yang terlihat). Anak juga mengenal konsep konservasi bahwa sesuatu dengan kuantitas yang sama bisa jadi terlihat berbeda. Sebelum tahap ini, bila seorang anak dihadapkan dengan gelas lebar dan gelas tinggi dengan volum yang sama, maka mereka akan berpikir bahwa gelas tinggi memiliki volum yang lebih banyak. Pada tahap ini, anak juga sudah memiliki kemampuan untuk mengklasifikasikan menyortir objek dalam urutan tertentu. Sifat egosentris anak juga mulai berkurang.

4.    Tahap operasional formal
Pada tahap ini, anak mulai menggunakan logika dan operasi ilmiah untuk masalah abstrak (masa depan, politik). Anak sudah mulai memiliki argumen yang lebih panjang. Perbedaan antara operasi konkret dan formal adalah bahwa operasi konkret dilakukan pada hal-hal yang hanya dapat dilihat dengan mata, sedangkan operasi formal dilakukan pada gagasan.

Lalu, apa implikasi teori Piaget ini terhadap pendidikan? Berdasarkan teori yang disampaikan Piaget, tahap-tahap perkembangan kognitif tersebut dapat menjadi acuan guru dalam menginterpretasikan tingkah laku siswa dan mengembangkan rencana pelajaran.

Selain itu, tahap-tahap perkembangan kognitif juga memberikan petunjuk bagi guru dalam memilih strategi pembelajaran yang lebih efektif pada tingkat kelas yang berbeda. Guru dapat memulainya dengan melakukan penilaian terhadap kesiapan anak untuk mempelajari informasi baru, misalnya melalui penilaian formatif.

*Penulis adalah Mahasiswa Program Doktoral Pendidikan Matematika Universitas Pendidikan Indonesia, dan Dosen Program Studi Pendidikan Matematika Universitas Pasir Pengaraian.