Penguatan Control Environment pada Kementerian atau Lembaga Negara

Penguatan Control Environment pada Kementerian atau Lembaga Negara

Oleh: Adrin Guntura

RIAUMANDIRI.ID – Berita di berbagai media menginformasikan adanya kejadian Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo yang merupkan salah satu pengurus Partai Gerindra, dan beberapa orang lainnya ditangkap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di Bandara Soekarno-Hatta, Tangerang, Banten, Rabu (25/11/2020), dini hari, setelah melakukan perjalanan dari Amerika Serikat.

"Benar, jam 01.23 dini hari di Soetta," kata Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron dalam keterangannya kepada wartawan di Jakarta.


Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri memastikan bahwa penangkapan ini terkait dengan  proses penetapan calon exportir benih lobster. "Kasus ini diduga terkait dengan proses penetapan calon exportir benih lobster," kata Ali dalam keterangannya, Rabu (25/1/2020).

Penangkapan tersebut tidak lepas dari kebijakan Menteri KKP yang mengizinkan ekspor benih lobster, tertuang dalam Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 12/Permen-KP/2020 tanggal 4 Mei 2020. Regulasi ini mengatur pengelolaan hasil perikanan seperti lobster (Panulirus spp), kepiting (Scylla spp), dan Rajungan (Portunus spp).

Aturan Menteri KKP Edhy ini sekaligus merevisi aturan larangan ekspor benih lobster yang dibuat di era Susi Pudjiastuti yakni Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 56 /Permen-KP/2016 tanggal 27 Desember 2016.

Pertimbangan dalam menerbitkan Peraturan Menteri  KKP Nomor 12/Permen-KP/2020 tanggal 4 Mei 2020 adalah menjaga keberlanjutan ketersediaan sumber daya perikanan, peningkatan kesejahteraan masyarakat, kesetaraan teknologi budi daya, pengembangan investasi,vpeningkatan devisa negara serta pengembangan pembudidayaan lobster ), kepiting dan rajungan.

Dalam Peraturan Menteri tersebut, uraian peraturan terkait dengan pengeluaran Lobster di dalam dalam negeri dan untuk luar negeri lobster terdapat pada pasal 2. Sedangkan penangkapan dan pengeluaran untuk benih bening lobster pasal 3 sampai dengan 6. Pasal  3 Ketentuan tentang penangkapan dan atau pengeluaran benih bening lobster untuk pembudidayaan di dalam negeri, pasal 4 terkait dengan bentuk usaha pembudidayaan lobster dan pasal 5 ketentuan dilakukannya ekspor benih lobster seperti kuota dan lokasi penangkapan, persyaratan sebagai eksportir, pengangkutan ekspor benih lobster, sumber benih lobster, waktu pengeluaran, harga patokan dan pasal 6 terkait dengan biaya ekspor benih lobster yang merupakan PNBP (Penerimaan Negara Bukan pajak).

Pada saat Susi Pudjiastuti menjadi Menteri KKP, dengan Permen 56/2016 tanggal 27 Desember 2016, Susi melarang ekspor benih benur lobster. Kebijakan ini diterapkan dengan mengacu pada Permen KP nomor 1 Tahun 2015. Terdapat dua alasan utama kenapa Susi menerbitkan larangan tersebut.

Mengutip artikel dalam laman resmi KKP disebutkan bahwa salah satu alasan Susi melarang ekspor benih lobster adalah untuk meningkatkan nilai tambah dari lobster itu sendiri sebelum diperjualbelikan di pasar global. Selain itu, Susi ingin populasi lobster dapat tumbuh berkelanjutan di laut Indonesia sebelum terjadi kelangkaan.

Sebab, selama ini, penangkapan benih lobster malah menguntungkan bagi negara tetangga terutama Vietnam. Masyarakat yang diizinkan menangkap benih lobster akan menjual benih lobster ke negara lain, lalu diekspor oleh negara tersebut dengan nilai lebih tinggi dari yang dijual oleh Indonesia.

Vietnam sering diuntungkan jika mendapat pasokan benih lobster dari Indonesia. Angka ekspor Vietnam mencapai 1.000 ton per tahun, sementara Indonesia hanya dapat ekspor 300 ton per tahun.

Terkait dengan perdebatan mana yang lebih baik pelarangan atau izin  ekspor  benih benur lobster, menurut saya kebijakan susi dan edhy prabowo sama saja, tentu dibuat untuk tujuan yang baik bagi negara. Apakah kebijakan larangan pada masa susi  lebih baik atau lebih buruk dibanding pada masa Edhy Prabowo yang membuka ekspor tentu dinilai setelah praktek atas kebijakan tersebut dijalankan..

Dari sisi kebijakan keduanya punya pandangan pada sisi yang berbeda. Pada masa Susi, poin utamanya adalah ketersediaan lobster di Indonesia jangka panjang. Ringkasnya pada masa Susi lebih baik kirim lobster dari pada kirim benih lobster karena harga lobster dewasa jauh lebih mahal di negeri tujuan ekspor.

Pengiriman benih lobster juga menimbulkan risiko punahnya lobster di Indonesia. Di sisi lain pelarangan pengiriman benih lobster membuka peluang risiko terjadinya penyelundupan karena permintaan negeri importir tetap tinggi.

Senin, 30 November 2020 Peneliti Indonesia Corruption Watch atau ICW, Tama Langkun, mengendus adanya bisnis ilegal pengiriman benih lobster (BBL) saat ekspor dilarang di era kepemimpinan Susi Pudjiastuti.

Tama mengatakan indikasi itu tampak dari data Badan Pusat Statistik atau BPS. Penyelundupan disinyalir terjadi sejak 2014 hingga 2019. Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan juga mengendus aliran dana dari luar negeri yang diduga mendanai pengepul untuk membeli benur tangkapan lokal. Pada 2019, nilainya mencapai Rp 300-900 miliar.

Adanya dugaan penyelundupan menjadi salah satu alasan Kementerian Kelautan dan Perikanan kembali membuka ekspor benih bening lobster pada Mei lalu. Melalui Peraturan Menteri KP Nomor 12 Tahun 2020, kegiatan ekspor harus disertai dengan budi daya dan penetapan kuota. Menurut Tama, ketentuan ekspor lobster ini sudah mencakup instrumen persiapan tata kelola dan pengawasan agar program berjalan dengan baik. Namun, pelaksanaannya di lapangan bermasalah.

Peneliti ICW menemukan beberapa fakta penyelewengan, seperti pemberian izin kepada eksportir hingga adanya dugaan monopoli terhadap perusahaan pengiriman. “Ternyata ada masalah hulu dan hilir. Problem dari tata kelola maupun tata niaga pun harus diselesaikan,” katanya.

Pada masa Edhy  peningkatan ekspor meningkat , sehingga pendapatan negara bukan pajak dari ekspor meningkat, pembelian benih benur dari nelayan juga meningkat, walaupun diikuti dengan  meningkatnya  juga risiko punahnya lobster di Indonesia dan monopoli pengangkutan ,disamping itu dalam mengekspor benih lobster peran negara  cukup besar timbul potensi conflict of interest.

Menko Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan yang juga menjadi Menteri KKP ad interim setelah ditangkapnya Edhy Prabowo oleh KPK , menilai tidak ada yang salah pada kebijakan ekspor benih lobster. Menurutnya, semua aturan soal ekspor benih lobster dibuat untuk memberikan manfaat yang bisa dirasakan masyarakat.

"Tadi kita evaluasi sebentar mengenai lobster, jadi kalau dari aturan yang ada, yang dibuat Permen, yang sudah dibuat itu tidak ada yang salah. Jadi sudah kita cek tadi, tadi saya tanya pak Sekjen, semua itu dinikmati oleh rakyat mengenai program ini. Tidak ada yang salah," ujar Luhut di gedung Mina Bahari I, Jumat (27/11/2020).

Manfaat kebijakan ini menurut Luhut paling terasa bagi nelayan-nelayan di pesisir selatan Indonesia. "Karena sekali lagi tadi Pak Sekjen sampaikan ke saya itu memberikan manfaat ke nelayan di pesisir selatan," ungkapnya.

Menurut  penulis, penyusunan peraturan menteri  adalah perencanaan, yang dilanjutkan pelaksanaan atas kebijakan tersebut dan selanjutnya dilakukan pengawasan atau pengendalian agar kegiatan sesuai dengan tujuan yang diharapkan dari penyusunan aturan tersebut dan risiko yang menghambat pencapaian tujuan kebijakan tersebut  telah diidentifikasi dan dibuat pengendalian yang mengurangi dampak dan kemungkinan terjadinya.

Berbagai teori tentang fungsi, terdiri atas 4 fungsi utama yang dikenal dengan istilah POAC, yaitu Planning (fungsi perencanaan), Organizing (fungsi pengorganisasian) Actuating/ Directing (pengarahan) dan Controlling (pengendalian).

Untuk memperoleh hasil secara maksimal, para manajer harus mampu menguasai seluruh fungsi manajemen yang ada. Controlling atau pengendalian adalah salah satu fungsi yang harus ada manajemen organisasi termasuk Kementrian. Di pemerintahan konsep controlling diaplikasi dalam 2 bentuk yaitu control extern dan control intern.

Negara Indonesia memberikan BPK sebagai control ekstern pemerintah berdasarkan Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan; Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara Sedangkan BPKP sebagai control intern pemerintah berdasarkan peraturan pemerintah PP 60/2008  tentang SPIPB dan PP 192/2014  tentang BPKP.

Sebagai  lembaga pengendalian intern pemerintah, BPKP telah menerbitkan PP 60/2008 Sistim Pengendalian Intern Pemerintah yang bertujuan untuk menjadi panduan dalam membangun sistim pengendalian intern pemerintah pada kementrian, lembaga dan pemda.
Sistem Pengendalian Intern adalah proses yang integral pada tindakan dan kegiatan yang dilakukan secara terus menerus oleh pimpinan dan seluruh pegawai untuk memberikan   keyakinan memadai atas tercapainya tujuan organisasi melalui kegiatan yang efektif dan   efisien, keandalan pelaporan keuangan, pengamanan aset negara, dan ketaatan terhadap peraturan perundang-undangan.

Sistem Pengendalian Intern Pemerintah, yang selanjutnya disingkat SPIP adalah Sistem Pengendalian Intern yang diselenggarakan secara menyeluruh di lingkungan pemerintah  pusat dan pemerintah daerah.

Unsur SPIP dalam PP 60/2008 tersebut terdiri atas lima unsur: lingkungan pengendalian; penilaian risiko; kegiatan pengendalian; informasi dan komunikasi; dan pemantauan pengendalian intern.

Lingkungan pengendalian adalah pimpinan instansi pemerintah dan seluruh pegawai harus menciptakan dan memelihara lingkungan dalam keseluruhan organisasi  yang  menimbulkan perilaku positif dan mendukung terhadap pengendalian intern dan manajemen yang sehat.

Penilaian risiko Pengendalian intern harus memberikan penilaian atas risiko yang dihadapi unit organisasi baik dari luar maupun dari dalam. Kegiatan  pengendalian membantu  memastikan bahwa arahan pimpinan Instansi Pemerintah dilaksanakan. Kegiatan pengendalian harus efisien dan efektif dalam pencapaian  tujuan organisasi.

Informasi harus dicatat dan dilaporkan kepada pimpinan Instansi Pemerintah  dan  pihak  lain  yang  ditentukan. Informasi disajikan dalam  suatu  bentuk  dan  sarana  tertentu  serta  tepat waktu sehingga  memungkinkan pimpinan Instansi Pemerintah melaksanakan pengendalian dan tanggung jawabnya.

Pemantauan Pemantauan harus dapat menilai kualitas kinerja dari waktu ke waktu dan memastikan bahwa rekomendasi hasil audit dan reviu lainnya dapat segera ditindaklanjuti
Dari ke 5 unsur di atas secara umum dibagi 2 yaitu soft control dan hard control. Soft Control terdapat pada lingkungan pengendalian sedangkan hard control pada 4 unsur lainnya.

Konsep Internal Control yang digambarkan seperti piramida, menempatkan lingkungan pengendalian sebagai pondasi dasar yang dapat disimpulkan bahwa jika pondasi lemah maka bangunan atau organisasi diatasnya lemah dan dapat hancur. Dengan kata lain kuat lemahnya control dalam sebuah organisasi  tergantung pada manusia yang menjalankan organisasi tersebut.

Lingkungan Pengendalian antara lain meliputi penegakan integritas dan nilai etika; komitmen terhadap kompetensi,kepemimpinan yang kondusif , pembentukan struktur organisasi yang sesuai dengan kebutuhan, pendelegasian wewenang dan tanggung jawab  yang tepat; penyusunan dan penerapan kebijakan yang sehat tentang pembinaan sumber daya manusia;

Sebagai salah satu komponen dalam lingkungan pengendalian , penegakan integritas dan nilai etika sebagaimana dimaksud sekurang-kurangnya dilakukan dengan: .menyusun dan menerapkan aturan perilaku; .memberikan keteladanan pelaksanaan aturan perilaku   pada   setiap tingkat pimpinan Instansi pemerintah; menegakkan tindakan disiplin yang tepat    atas penyimpangan terhadap kebijakan dan prosedur, atau pelanggaran terhadap aturan perilaku; .menjelaskan dan mempertanggungjawabkan adanya intervensi atau pengabaian pengendalian intern; dan.menghapus  kebijakan atau penugasan yang dapat mendorong perilaku tidak etis.

Manfaat penegakan integritas dan nilai etika adalah: Menekan tingkat korupsi karena sebagian besar faktor penyebab korupsi terkait dengan permasalahan moral dan etika. Dengan terwujudnya moral dan etika yang baik dan benar akan menekan tingkat korupsi di pemerintahan. Meningkatkan kebersamaan yang dapat menyuburkan semangat kerja sama dan saling menolong dalam kebaikan di antara para anggota organisasi pada saat menjalankan tugas-tugasnya.

Membantu pimpinan instansi pemerintah dalam upaya membangkitkan komitmen kepada kejujuran dan kewajaran; pengakuan dan kepatuhan pada hukum dan kebijakan- kebijakan; rasa hormat kepada organisasi; kepemimpinan dengan memberi contoh; komitmen untuk berbuat yang terbaik; menghargai kewenangan; menghargai hak-hak pegawai; dan kesesuaian dengan standar-standar profesi. Membantu pimpinan instansi pemerintah dalam memutuskan bagaimana merespon tuntutan berbagai stakeholders organisasi yang berbeda.

Membantu dan menuntun pimpinan instansi pemerintah dalam memutuskan apa yang harus dilakukan pada berbagai situasi yang berbeda, serta membantu anggota organisasi dalam menentukan respon moral terhadap suatu situasi atau arah tindakan yang diperdebatkan. Menjadi landasan yang baik bagi para anggota organisasi dalam membuat dan menetapkan kebijakan-kebijakan publik.

Menurut PP 60/2008 , Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan, yang selanjutnya disingkat BPKP, adalah aparat pengawasan intern pemerintah yang bertanggung jawab langsung kepada Presiden.

Dengan peran tersebut diharapkan BPKP mensosialisasikan SPIP dan melakukan pengawasan terus menerus untuk memastikan bahwa SPIP telah diterapkan pada kementerian atau lembaga maupun pemda dengan memperhatikan aspek Penegakan Integritas dan  Etika pada Organisasi tersebut.

Setiap Penggantian pimpinan  di Kementerian BPKP bersama dengan KPK  melakukan penyampaian informasi bersama. BPKP berfokus pada pembangunan Sistim Pengendalian Intern Pemerintah yang didalamnya termasuk pembangaunan dan penegakan integritas dan etika pada instansi, sedangkan KPK berfokus kepada uraian tentang korupsi dan pencegahannya.

Dengan demikian diharapkan ke depan kejadian seperti yang dilakukan oleh Menteri KKP  atau pejabat lainnya tidak akan terjadi dimasa datang. Jaya lah Indonesia.

*Penulis adalah ASN Pengendali Teknis atau Pegawai pada Perwakilan BPKP Provinsi DKI Jakarta