Peringati Hari Pahlawan, Ketua DPD RI Ingatkan Kalimat Merdeka atau Mati

Peringati Hari Pahlawan, Ketua DPD RI Ingatkan Kalimat Merdeka atau Mati

RIAUMANDIRI.CO - Ketua DPD RI AA LaNyalla Mahmud Mattalitti menegaskan, peringatan hari Pahlawan 10 November harus dimaknai dengan mengingat kembali pilihan kata yang diucapkan para pejuang kemerdekaan, yaitu Merdeka atau Mati.

Kata Merdeka atau Mati, lanjut LaNyalla, mungkin terasa absurd bagi generasi muda saat ini. Padahal kalimat itu adalah wujud kerelaan para pejuang demi kemerdekaan. Demi kecintaan mereka kepada tanah air. Dan demi satu harapan mulia; agar tumbuh generasi yang lebih baik.
 
“Tetapi apa yang tumbuh hari ini? Yang tumbuh subur adalah oligarki ekonomi yang menyatu dengan oligarki politik, yang menyandera kekuasaan agar berpihak kepada kepentingan mereka,” tandas LaNyalla, Kamis (10/11/2022).
 
Karena itu, tambahnya, dirinya terus meresonansikan pentingnya kesadaran kolektif berbangsa kepada seluruh elemen bangsa ini. Kedaulatan rakyat harus direbut kembali karena rakyat adalah pemilik sah negara yang dipenuhi darah para pejuang ini.
 
“Kedaulatan hakiki serta kesejahteraan rakyat, hanya dapat diraih melalui sistem demokrasi dan sistem ekonomi Pancasila. Yang telah kita tinggalkan demi demokrasi liberal yang tidak sesuai dengan DNA dan watak dasar bangsa ini,” tukasnya.
 
Karena itu, mantan Ketua Umum PSSI itu mengajak semua generasi muda, untuk membaca kembali pikiran-pikiran para pendiri bangsa. Serta kembali menyelami suasana kebatinan para patriot bangsa itu.
 
“Jauh sebelum Indonesia merdeka, Ki Hajar Dewantoro sudah mengingatkan, jika anak didik tidak kita ajar dengan kebangsaan dan nasionalisme, maka di masa depan, sangat mungkin mereka akan menjadi lawan kita,” tandasnya.
 
Karena penghancuran ingatan kolektif suatu bangsa dapat dilakukan dengan metode non perang militer. Tetapi dengan memecah belah persatuan, menguasai dan mengendalikan pikiran warga bangsa, agar tidak memiliki kesadaran, kewaspadaan dan jati diri.
 
“Sekarang kita menjadi bangsa yang terpolarisasi. Bangsa yang terbelah. Dan tidak mempunyai karakter serta jati diri. Karena bangsa ini dipenuhi buzzer yang menggunakan narasi kebencian dan penghinaan kepada sesama anak bangsa,” pungkasnya. (*) 



Tags Sejarah