Rata-rata Masa Tunggu Calon Jemaah Haji Indonesia Selama 41 Tahun

Rata-rata Masa Tunggu Calon Jemaah Haji Indonesia Selama 41 Tahun

RIAUMANDIRI.CO - Rata-rata antrean calon jemaah haji Indonesia untuk bisa berangkat ke Tanah Suci mencapai 41 tahun. Sehubungan dengan itu,  Kementerian Agama (Kemenag) akan mencari formulasi agar masa tunggu bisa dipangkas.

"Rata-rata (antrean) 41 tahun secara nasional. Kita sudah membuat beberapa simulasi terkait penyiasatan agar antrean itu tidak terlalu panjang. Jadi, kita akan membuat kuota yang berkeadilan," kata Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas dalam rapat kerja bersama Komisi VIII DPR di Jakarta, Senin (7/11/2022).

Dijelaskan Menag,soal antrean dan kuota haji menjadi salah satu pembahasan ketika Menteri Haji dan Umrah Arab Saudi Tawfiq F. Rabiah berkunjung ke Indonesia beberapa pekan lalu.

Dia berharap Pemerintah Arab Saudi dapat mengembalikan kuota seperti sebelum pandemi Covid-19 serta memberikan kuota tambahan agar masa antrean jamaah haji Indonesia tidak terlalu panjang.

"Dengan antrean sepanjang yang dimiliki Indonesia, berat jika kuota tidak ditambahkan," kata dia.

Soal kuota haji ini, kata Menag, akan dibahas dalam forum Muktamar Perhajian yang rencananya digelar pada awal tahun depan. Muktamar perhajian ini akan membahas sejumlah catatan penting selama pelaksanaan ibadah haji 1443 Hijriah.

Selain kuota, Kemenag juga akan membawa sejumlah catatan ke forum tersebut, seperti batasan usia jamaah, terbatasnya mobilitas fasilitas dan tenaga kesehatan, hingga kenaikan biaya masyair yang belum sebanding dengan fasilitas layanan yang diberikan.

"Kita akan cari solusi bersama di Muktamar perhajian ini. Harapan tahun depan kuota bisa ditambah, bukan hanya 48 persen atau 52 persen sisanya, tapi bisa ditambahkan lebih banyak, karena ini akan sangat bermakna bagi calon jamaah yang mengantre," kata dia.

Menag juga memaparkan sejumlah permasalahan penyelenggaraan ibadah haji tahun 1443 H/2022 M serta solusi untuk tahun depan. 

Di antaranya, masih banyak jemaah yang belum memahami manasik haji, terbatasnya mobilitas fasilitas dan tenaga kesehatan, kurangnya MCK bagi jemaah perempuan hingga kenaikan biaya Masyair belum sebanding dengan fasilitas layanan yang diberikan. (*)