Keuangan Haji Bisa Kolaps, Komisi VIII DPR Sarankan UU Haji dan UU BPKH Segera Direvisi

Keuangan Haji Bisa Kolaps, Komisi VIII DPR Sarankan UU Haji dan UU BPKH Segera Direvisi

RIAUMANDIRI.CO - UU tentang Haji dan UU tentang Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) harus segera direvisi untuk menyesuaikan dengan kebijakan pelaksanaan ibadah yang dikeluarkan Perintah Arab Saudi.

Kebijakan terbaru yang dikeluarkan secara mendadak oleh Arab Saudi adalah menaikkan harga paket layanan di Masyair, baik Arafah, Muzdalifah, dan Mina (Armuzna). Kebijakan tersebut berdampak terhadap adanya penambahan biaya bagi jemaah haji Indonesia yang mencapai Rp1,5 triliun.

Wakil Ketua Komisi VIII DPR Marwan Dasopang menilai kebijakan yang dikeluarkan Arab Saudi mengeluarkan betul-betul menyulitkan Pemerintah Indonesia dalam pembiayaan haji. Apalagi kebijakan itu menjelang pemberangkatan jemaah.

Karena itu menurut dia, kebijakan Arab Saudi itu harus diikuti dengan perubahan aturan keuangan haji. Yaitu dengan merevisi UU tentang Haji dan UU tentang Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH).

"Harus ada pasal-pasal yang dibuat untuk mengantisipasi kebijakan yang tidak terduga tersebut,” kata Marwan dalam diskusi soal haji di Media Center DPR RI, Kamis (2/6/2022).

Pihaknya akan mengidentifikasi pasal-pasal apa saja yang menghambat. Selain itu, pasal-pasal apa yang diperlukan untuk mengganti dan mengantisipasi perubahan mendadak aturan haji.

Menurut dia, jika tidak diantisipasi, keuangan haji bisa kolaps. Dia mewanti-wanti kepada pemerintah dan BPKH untuk membuat sistem baru tentang keuangan haji.

Dia mencontohkan, sekarang ini kuota jamaah haji Indonesia hanya 100.051 orang. Tapi, nanti jika tiba-tiba Indonesia mendapatkan kuota 300.000, maka dana yang ada tidak akan cukup. Nilai manfaat dana haji juga tidak akan cukup.

Politikus PKB itu mengatakan, setelah selesai pelaksanaan ibadah haji tahun ini, Komisi VIII dan pemerintah berkomitmen untuk membahas tata cara dan aturan yang dibuat Arab Saudi.

Selain itu, dia mendorong Pemerintah Indonesia bersama negara-negara Islam lainnya untuk melakukan negosiasi kepada Saudi. Tujuannya agar negara-negara pengirim jamaah haji dilibatkan dalam pembahasan aturan pelaksanaan haji. Bukan hanya soal hukum-hukum haji, tapi juga terkait pembiayaan.

”Jadi, ketika muncul aturan baru soal biaya haji, negara-negara itu cepat mengetahuinya,” urainya.

Memang, lanjut dia, tempat pelaksanaan haji ada di wilayah Arab Saudi. Namun, umat Islam yang melaksanakan ibadah haji berasal dari seluruh dunia. Umat Islam dari seluruh dunia mempunyai hak yang sama dalam menunaikan haji.

”Biaya yang muncul harus ada kompromi. Bukan tiba-tiba tambah biaya,” ujarnya. (*)