Gubri Harus Copot 10 Kepala SKPD

Jumat, 02 September 2016 - 07:30 WIB
arsyadjuliandi rachman

PEKANBARU (RIAUMANDIRI.co)-Gubernur Riau berwenang mencopot pejabat yang dinilai tidak mampu melaksanakan tugas dengan baik. Sebab, bila aktivitas di Pemprov Riau tak berjalan dengan baik, maka akan menimbulkan dampak yang luas, termasuk untuk masyarakat Riau.
 

"Kalau memang tak mampu bekerja sesuai amanah yang telah diberikan, sebaiknya dicopot saja," ujar pakar hukum tata negara Riau, Mexasai Indra, Kamis (1/9).


Penilaian itu dilontarkannya menyikapi ekspos Sekdaprov Riau belum lama ini, tentang 10 satuan kerja perangkat daerah (SKPD) Pemprov Riau, yang disebut menerima rapor merah. Penilaian itu diberikan karena ke-10 SKPD tersebut belum kunjung maksimal dalam penyerapan dana APBD Riau tahun 2016.


Menurut Mexasai, kondisi itu sebenarnya merupakan tamparan keras bagi Pemprov Riau. Sehingga Gubernur Riau harus mengetahui Gubri
apa pokok permasalahannya, sehingga kondisi itu terjadi. Apalagi, hal itu juga akan menjadi salah satu dasar tolak ukur kinerja Pemprov Riau di bawah kepemimpinan Gubri Arsyadjuliandi Rachman.


Menurutnya, Gubri memiliki wewenang besar mencopot atau mengganti pejabat kepala SKPD yang dinilai tak mampu melaksanakan tugas dengan baik.


"Untuk mencari bahan evaluasi, Gubri bisa mengambil pertimbangan dari penilaian yang telah dilakukan Badan Kepegawaian Daerah," tambahnya.

Ditambahkannya, kondisi yang terjadi saat ini juga merupakan bukti, bahwa proses assessment tidak menjamin pejabat yang terpilih, benar-benar kompeten seperti yang diharapkan. "Idealnya, pejabat yang terpilih melalui proses ini, bisa menunjukkan kinerja yang maksimal, bukan sebaliknya," ujarnya lagi.

Ketakutan Namun di sisi lain, Mexasai juga tak menampik, masih rendahnya serapan APBD Riau 2016, bisa saja disebabkan faktor lain. Seperti adanya ketakutan dari pejabat tinggi pratama dalam dalam penggunaan anggaran, karena adanya bayang-bayang ancaman hukum yang akan menanti.

Namun demikian, bila anggaran sudah ada dan disetujui, sebenarnya tidak ada lagi permasalahan, tinggal menjalankan. Apalagi program yang ada, memang disusun sesuai dengan aturan yang berlaku, seperti diputuskan dalam forum Bappeda melalui Musrenbang.

"Jadi tidak ada salahnya, jika anggaran ada dan sudah disetujui. Tapi masih belum jalan juga tentu harus dikaji apa yang menjadi penyebabnya,"tambahnya.

Dampak Ekonomi Tidak hanya itu, masih rendahnya kinerja di lingkungan Pemprov Riau, juga dikhawatirkan akan berdampak terhadap masyarakat, yang merupakan tujuan dari program pembangunan. Apalagi, pemerintah pusat juga memotong Dana Bagi Hasil (DBH) Migas serta menunda penyaluran Dana Alokasi Umum (DAU).

Menurut Mexasai, dalam kondisi seperti inilah, peran anggota DPR RI asal Riau sangat diperlukan. "Seharusnya anggota DPR RI asal Riau, bisa memperjuangkannya di pusat. Mereka seharusnya bersatu memperjuang kepentingan Riau. Selama ini yang kita lihat mereka masih jalan sendiri-sendiri saja, dan dalam kondisi sekarang seharusnya mereka bisa memperlihatkan fungsinya,"tegas Mexasai.
 
Terpisah, pengamat ekonomi Riau, Peri Akri mengatakan, seharusnya pemerintah Riau dan kabupaten/kota, memiliki upaya-upaya ekstrim yang bisa menjadi jalan keluar bagi permasalahan Riau saat ini.

Jangan hanya karena adanya regulasi, roda pemerintah menjadi tidak berjalan. Apalagi regulasi atau aturan adalah hasil buatan manusia, sehingga pasti ada jalan keluarnya.

Senada dengan Mexasai, Peri menilai Gubri Arsyadjuliandi Rachman berhak mencopot atau mengganti pejabat yang dinilai tidak kompeten. Sebab, apa yang dihasilkan Pemprov Riau, itu adalah gambaran kinerja Gubri Arsyadjuliandi Rachman selama menjabat.

Menurutnya, Riau seharusnya bersyukur. Karena meski mengalami sejumlah hambatan, di Riau masih banyak perusahaan besar yang beroperasi. Sehingga dengan keberadaan perusahaan-perusahaan itu, aktivitas di sektor perekonomian masih bisa terbantu.

Introspeksi Diri. Sementara di mata pengamat kebijakan publik, Tarmizi Yusa, mencopot atau mengganti pejabat bukanlah satu-satunya jalan keluar. Bahkan jika dilakukan secara serampangan, dikhawatirkan malah akan membuat situasi semakin runyam, yang pada akhirnya akan membuat suasana menjadi bertambah rumit.

"Yang terpenting itu adalah bagaimana mencarikan jalan keluar. Pemimpin perlu introspeksi diri," ujarnya.

Ia menilai, kondisi yang terjadi saat ini juga ikut disebabkan para pejabat yang terkesan tidak mau tahu dengan bawahannya. Padahal, kondisi ini tentu sangat tidak kondusif. Karena bila dibiarkan, bisa dipastikan program kerja tidak akan berjalan sesuai harapan.

"Yang pejabat tak percaya dengan anak buah, sementara bawahan selalu dibayang-bayangi ketakutan terhadap pemimpinnya. Belum lagi bayang-bayang ancaman hukum, kalau ada aturan yang dilanggar. Ini tidak kondusif," ujarnya.

Ketegasan dari Gubri Arsyadjuliandi Rachman memang diperlukan. Namun bukan berarti harus mencopot atau mengganti pejabat. Sebab, hal itu sebenarnya juga menunjukkan ketidakmampuan pemerintah dari segala segi, baik administrasi mapun sinergi.
 
"Ketegasan itu harus didasari dari sikap saling dukung dan menerima sumbang saran dalam menciptakan suasana yang terbuka," sebutnya.

Yang tak kalah penting, pemimpin di semua tingkatan perlu lebih banyak introspeksi diri, berkaca dengan keadan yang telah lalu, jika ini akan terus terjadi dikawatirkan akan berdampak tidak baik.

"Kalau kondisinya seperti ini terus, pembangunan tidak akan berjalan. Nanti yang merasakan dampaknya juga masyarakat. karena itu perlu ada perubahan, untuk saling isi antara bawakan dan pimpinan dan begitu pula sebaliknya. Sehingga persoalan dapat diselesaikan," imbuhnya. (nie, ben)

Editor:

Terkini

Terpopuler