Senator Hasan Basri: Atasi Perda Bermasalah dengan One In One Out Policy

Senator Hasan Basri: Atasi Perda Bermasalah dengan One In One Out Policy

RIAUMANDIRI.CO – Badan Urusan Legislasi Daerah (BULD) DPD RI kembali menggelar kegiatan Temu Konsultasi Pusat-Daerah dengan merajuk tema Tantangan dan Peluang Mengawal Produk Legislasi yang Aspiratif, di Denpasar, Bali Kamis, (3/02/2022).

Kegiatan tersebut dihadiri langsung oleh pimpinan dan anggota BULD DPD RI, Ketua Bapemperda DPRD Prov. Bali, Kepala Biro Hukum Setda Prov. Bali, Hakim Mahkamah Konstitusi RI Periode 2014-2019 Igd Palguna, Dosen Fisipol Universitas Warmadewa dan pihak-pihak terkait lainnya.

Kegitan ini bertujuan dalam konteks pemantauan dan evaluasi ranperda dan perda dengan output berupa rekomendasi holistik yang berkaitan dengan harmonisasi legislasi.

Kunjungan Kerja dibuka langsung oleh Pimpinan BULD DPD RI Pangeran Syarif Abdurrahman di Gedung Inspektorat Pemprov Bali.

Syarif Abdurrahman menyampaikan konstruksi pelaksanaan kewenangan pemantauan dan evaluasi terhadap ranperda dan perda sudah semestinya ditetapkan sesuai kedudukan DPD.

“Tugas kita dalam rangka melaksanakan pemantauan dan evaluasi terhadap ranperda dan perda  dilaksanakan sebagai upaya DPD RI dalam rangka melakukan harmonisasi legislasi pusat dan daerah,” ujar Syarif Abdurrahman.

Pengawasan dan evaluasi legislasi DPD RI bukan hanya melakukan analisis secara parsial, melainkan mendalami secara komprehensif dengan lebih lanjut mencermati kedudukan ranperda atau perda dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi dalam hierarki peraturan perundang-undangan.

Senator asal Kalimantan Utara Hasan Basri menyampaikan, sesuai dengan kedudukannya sebagai lembaga perwakilan daerah justru DPD RI ingin memfasilitasi dan mempercepat proses pembentukan perda di daerah.

“kata kuncinya adalah kami (DPD) justru ingin mengadvokasi daerah untuk menjembatani persoalan pembentukan produk legislasi daerah, sehingga daerah mempunyai payung hukum bagi penyelenggaraan tata pemerintah di daerah,” ujar Hasan Basri.

Kepala Biro Hukum Setda Provinsi Bali, Sudarsana menilai dengan adanya UU Cipta Kerja berimplikasi terhadap 13 Peraturan Daerah Provinsi Bali dan 22 Peraturan Gubernur Bali.

“Sejak keberlakuan UU Cipta Kerja, permasalahan yang dihadapi saat ini di Bali terbagi menjadi 2, baik secara internal maupun eksternal,” ujar Sudarsana.

Di internal saat ini perangkat daerah belum memahami muatan lokal  dalam materi muatan perda sebagai turunan dari UU Ciptaker. Sedangkan di eksternal pemerintah belum sepenuhnya  memahami materi muatan perda yang disesuaikan dengan kebutuhan daerah yang kewenanganya belum diatur dalam peraturan perundang-undangan.

Menanggapi permasalahan tersebut Hasan Basri yang akrab disapa HB menghimbau agar pemerintah, khususnya kementerian terkait untuk  segera melakukan langkah konkrit.

“Kami (DPD RI) mengimbau kepada kementerian terkait untuk segera melakukan langkah konkrit dengan menerapkan one in one out policy. Jadi, bila ada pencabutan regulasi, di saat yang bersamaan harus segera menerbitkan regulasi pengganti sehingga nantinya tidak terjadi ketimpangan,” ujar Hasan Basri.

Hasan Basri juga menilai dengan adanya permasalan ranperda dan perda berdampak pada perhambatan pertumbuhan ekonomi daerah dan terhambatnya aliran investasi ke daerah. (*)