Pemerintah Jangan Jadi Sumber Air Mata Masyarakat

Pemerintah Jangan Jadi Sumber  Air Mata Masyarakat

KEBERADAAN daerah pesisir sejak dekade lalu hingga dewasa ini, dirasakan terkesan senantiasa terdiskriminasikan. Baik oleh perlakuan Pemerintah Provinsi maupun Pemerintah Pusat. Hal itu terlihat dari kondisi daerah di berbagai wilayah pesisir yang sangat tidak semaju daerah-daerah yang berada di wilayah daratan.
Bupati H Irwan berjalan bergandengan dengan Wakil Menteri Keuangan RI, Prof Mardiasmo.Ketertinggalan berbagai sarana dan prasarana dasar itu sangat menyulitkan masyarakat dari daerah pesisir merubah nasib daerahnya. Kondisi ini memiskinkan masyarakat yang sebelumnya terbelenggu dengan berbagai keterbelakangan itu.
Program pembangunan sebagai program pemberantasan kemiskinan dan keterbelakangan itu bagi daerah pesisir terkesan hanya asal ada. Sehingga secara umum jika dibanding besarnya volume perhatian dan realisasi pembangunan yang diarahkan ke daerah pesisir masih sangat ketinggalan dengan anggaran dan pembangunan yang dikucurkan pemerintah di luar daearah pesisir.
Baik program pembangunan atau anggaran dana dari provinsi maupun dari pusat tersebut dalam APBN.
Akibatnya daerah pesisir tetap dalam posisi tertinggal dan belum terakomodirnya kebutuhan masyarakat secara strategis seperti pemenuhan kebutuhan bahan pokok juga kebutuhan masyarakat lainnya sebagai penunjang atau pendorong pertumbuhan ekonomi. Seperti kebutuhan dasar sembako, maupun kebutuhan bakar minyak dan gas.
Melihat kondisi itu, Bupati Kabupaten Kepulauan Meranti Drs. H. Irwan, MSi berharap, agar keberadaan pemerintahan hendaknya menjadi sumber mata air kehidupan bagi seluruh masyarakat, dan bukan menjadi sumber air mata masyarakat.
"Kami berharap keberadaan pemerintah baik di Provinsi Riau ke depan benar-benar menjadi mata air bagi masyarakat daerah pesisr seperti Kepulauan Meranti, dan juga daerah-daerah lainnya di Provinsi yang kaya dengan sumber daya alam itu, “ungkap Bupati Kepulauan Meranti H Irwan, di hadapan Wakil Menteri Keuangan RI, Prof. Mardiasmo, dan Irjend Kemendagri Heru Santoso, serta Deputy SDA Kementerian Lingkungan Hidup RR Endah Murniningtyas juga didengarkan oleh Plt. Gubri H Arsyadjuliandi Rachman, saat pembukaan Musrenbangprov di Hotel Labersa, Kampar, beberapa hari lalu.
Dianaktirikan
Dipaparkan Bupati, dirinya sangat sedih melihat kondisi Meranti yang seolah-olah dianak tirikan oleh Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Pusat, hingga saat ini.
Oleh Pemerintah Provinsi, diakui Bupati, Kabupaten Meranti memang dijanjikan akan mendapat alokasi dana infrastruktur yang cukup. Tapi hal itu selama ini tidak direalisasikan. Akibatnya rencana alokasi hanya terdapat dalam program awal saja, namun akhirnya jadi tak berguna.
"Akibat perencanaan pembangunan di Provinsi yang kurang baik mengakibatkan alokasi dana pembangunan untuk Meranti banyak tidak terealisasi. Bahkan rencana program  pembangunan itu   hanya menjadi program mercusuar yang tidak diwujudkan, "jelasnya.
Masalah selanjutnya, seperti ketersediaan BBM dan Sembako yang terus menipis sehingga menyebabkan kenaikan harga dan peningkatan angka kemiskinan di Kabupaten termuda di Riau itu.
Pada hal sebagai salah satu daerah penghasil Migas di Riau, namun justru mendapat kuota BBM yang sedikit. Sehingga sejak Kabupaten Kepulauan Meranti berdiri sampai saat ini, masyarakatnya belum pernah menikmati BBM bersubsidi itu.
"Hingga saat ini Meranti belum pernah menikmati BBM bersubsidi, harga perliter dijual 15 sampai 18 ribu rupiah,"aku Bupati.
Masalah minimnya kuota BBM subsidi di Meranti sudah sering disampaikan kepada pihak Pertamina. Baik perwakilan dan pemasaran Pertamina di Pekanbaru, maupun di Medan. Dan terakhir kepada Presiden Jokowi dalam kunjungan kerjanya di Kabupaten Meranti beberapa waktu lalu.
"Kami sudah berkali-kali menyampaikan kepada Pertamina dan bahkan kepada bapak Presiden Jokowi, tapi sejauh ini belum ada realisasinya,"sebut Irwan tetap berharap.
Kuota BBM Masih Kuota Kecamatan
Lebih jauh dijelaskan Bupati Irwan, sejauh ini Kabupaten Kepulauan Meranti telah bersusia 6 tahun, namun kuota BBM subsidi selama ini masih dijatah dengan kuota Kecamatan Tebingtinggi.
Sebab sebelum mekar menjadi sebuah kabupaten baru di Riau, Kepulauan Meranti yang ibukotanya Selatpanjang masih di bawah pemerintahan kabupaten induk dengan ibukota Kecamatan Tebingtinggi itu.   
Setelah resmi menjadi sebuah kabupaten, hal ini diusulkan kembali untuk dilakukan penambahan kuota BBM subsidi itu, sesuai dengan jumlah pendudk kabupaten yang sudah pasti meningkat dari tahun ke tahun itu.
Namun  walau dengan berbagain upaya dilakukan Pemerintah Kabupaten Kepulauan Meranti, baik menyampaikan langsung kepada pihak Pertamina, namun sejauh ini belum ada penambahan yang bersifat permanen.
Belum ada penambahan sejak Meranti dimekarkan dari Kabupaten Bengkalis. Kondisi ini memaksa terjadinya kelangkaan BBM subsidi dan tingginya harga jual.
Selain itu masih terdapat perbedaan perlakuan kebijakan Pertamina yang akan mendistribsuikan BBM tersebut ke berbagai daerah yang ada.
Dalam hal ini kebijakan itu juga menyedihkan buat masyarakat yan berada di daerah pesisir. Sebab SOP Pertamina hanya mendistribusikan BBM di daerah daratan saja. Akibatnya bukan saja terjadi kelangkaan BBM di daerah pesisir seperti Meranti, tapi juga harga yang sangat mahal.
Masyarakat Meranti sangat berharap adanya pergeseran kebijakan Pertamina untuk memberikan subsidi angkutan laut menuju daerah pesisir.
Kalau tidak, Pertamina juga diharapkan memiliki armada kapal pengangkut BBM subsidi khusus untuk melayani kebutuhan bagi daerah-daearah pesisir. Sehingga masyarakat seperti masyarakat Kepulauan Meranti dapat menikmati subsidi pemerintah itu.
Saat ini ibu kota Kabupaten Kepulauan Meranti telah membangun dua unit SPBU bahkan kondisinya telah rampung. Keberadaan SPBU tersebut memang sangat ditunggu kehadirannya.
Hanya saja menjadi persoalan apakah mobil truck Pertamina akan bisa sampai ke Selatpanjang. Sebab jika toh belum ada kapal Pertamina atau berfungsinya kapal roro Tanjung Buton Kampung Balak, maka kehadiran  dua SPBU tersebut belum akan mampu menjawab persoalan harga dan kelangkaan BBM yang terjadi selama ini.   
Persoalan ini juga diminta keseriusan Pemerintah Provinsi untuk menutaskan pembangunan jalur darat lintas Mengkikip- Alai. Sebab disadari bahwa bahwa di Meranti sendiri belum memiliki jalan provinsi. Artinya jalan yang memang didanai sepenuhnya oleh APBD Provinsi Riau.
Keterlambatan rampungnya lintas darat Alai Mengkikip ini turut menghambat pertumbuhan ekonomi masyarakat Meranti yang terus mencoba mengejar berbagai ketertinggalan itu.                                                                                                                                                                                                 
Termiskin di Riau
Kondisi pembangunan infrastruktur yang tertinggal jauh, ditambah lagi dengan tingginya biaya hidup sehari-hari masyarakat, sulitnya mendapatkan BBM dan mahalnya harga sembako, menjadi faktor utama memiskinkan masyarakat Meranti.
Hal ini juga menghambat upaya masyarakat selama ini untuk mengecap pendidikan yang berkualitas dan jenjang yang lebih tinggi.
Sebab kondisi wilayah yang dibentengi pulau dan diatur oleh pasang surut laut itu, juga menjadi kendala dan tuntutan biaya hidup yang lebih mahal dari biaya hidup masyarakat yang berdomisli di daerah daratan.
Kalau sebelum Meranti terbentuk menjadi sebuah daerah otonomi baru, posisi Meranti pada persentase tingkat kemiskinan di Riau terpaut di angka 42 persen tahun 2009 lalu.
Dan setelah kehadiran pemerintahan daerah baru, telah memperpendek jenjang birokrasi pemerintahan telah berhasil menurunkan angka persentase kemiskinan itu menjadi 35 persen.
“Bila tahun sebelumnya kita telah berhasil menekan angka kemiskinan hingga 35 persen dari 42 pesen sebelumnya, namun kini kembali naik menjadi pada posisi 40 persen diakhir tahun 2014 lalu.
Kanaikan persentase kemiskinan itu kembali mendekati posisi persentase awal berdirinya pemerintahan daerah itu, akibat musibah bencana kebakaran hutan dan lahan yang terjadi tahun 2014 lalu.
Dimana puluhan ribu hektar lahan pertanian dan perkebunan masyarakat ludes dilalap api, hal ini kembali memaksa masyarakat berada pada posisi miskin. Sebab suber mata pencaharian seperti hasil menyadap karet hilang seketika.
Begitu juga harapan nafkan dari hasil perkebunan sagu, menjadi merosot tajam bahkan untuk jangka lama. Sebab pohon sagu baru bisa panen setelah di atas usia 8 tahun, sementara masih usia belum cukup umur pohon sau ludes terbakar,”ujar Irwan, berharap mendapat perhatian dari Pemerintah Pusat.
Berharap Masuk Kawasan FTZ
Selain persoalan BBM yakni dengan kerabnya terjadi kelangkaan, dan harga BBM yang tinggi, persoalan mendasar lainnya yakni masalah ketersediaan Sembako.
Letak posisi daerah Kepulauan Meranti yang berada di daerah pesisir, dari zaman dahulu kala masalah perdagangan antar pulau bahkan perdagangan lintas batas menjadi keseharian kehidupan masyarakat di daerah pesisir.
Malaysia dan Singapura dua negara tetangga itu menjadi negara tujuan perdagangan maupun sebagai negara pemasok berbagai kebutuhan hidup masyarakat seperti di Kepulauan Meranti.
Mulai dari kebutuhan beras, gula, tepung, kacang, susu dan berbagai kebutuhan keseharian masyarakat di zaman dahulu sepenuhnya dipasok dari negara tetangga itu.
Sementara dari negara kita juga ada komoditi ekspor yang bersumber dari dalam negeri yang sebelumnya dikenal dengan cara belanja sisitem barter. Dan itu selama dekade lalu  masih dibenarkan. Sehingga selama ini hampir tidak terdengar keluhan masyarakat terkait masalah sembako. Karena pelaut atau pekerja yang datang dari seberang sekaligus membawa berbagai bahan kebutuhan rumah tangga.   
Salah satu faktor yang mengakibatkan eratnya hubungan perdagangan antar ke dua belah  masyarakat yang dipisah oleh kewarganegaraan itu adalah hubungan kekeluargaan antar kedua negara. Baik dengan negara Singapura maupun Malaysia.
Banyak warga Meranti yang memiliki sanak saudara di negara Malaysia. Demikian juga sebaliknya. Hingga saat ini juga banyak masyarakat yang mencari nafkah di negara jiran itu. Sehingga sampai kapanpun hubungan keakraban dan kekeluargaan diantara dua warga negara bertetangga itu tidak akan berakhir.
Faktor kedekatan dan posisi daerah Meranti yang berada pada daerah pesisir seperti Tanjung Balai Karimun, Tanjung Pinang apalagi Dumai diharapkan menjadi daerah pelabuhan bebas (Free Trade Zone).
Alasan berharap menjadi bagian dari daerah pelabuhan bebas, karena sama dengan posisi Tanjung Balai Karimun yang sama-sama berada di daerah pesisir.
Sebab jika Meranti harus menerima bahan sembako dari Pulau Jawa, Palembang atau dari Sumatera Utara misalnya, maka harga sembako itu kan menjadi sangat mahal.
Para pedagang sangat kesulitan jika harus membeli berbagai bahkan kebutuhan rumah tangga dari Pulau Jawa misalnya. Selain butuh waktu tempuh yang lama, juga fluktuasi harga yang sangat tidak stabil.
Seperti gula putih misalnya. Kalau bisa dibawa dari Tanjung Balai Karimun maka harga di Selatpanjang bisa dijual Rp.9.000/ Kg.
Sementara jika  dari pulau Jawa, maka harga gula itu di Selatpanjang kadang harus dijual antara 12 sampai 14 ribu rupiah / Kg. Demikian juga harga komoditas lainnya, jika dari luar Tanjung Balai Karimun, semuanya menjadi sangat mahal.
Kemahalan berbagai kebutuhan sembako ini menyebakan tingginya angka inflasi di Kepulauan Meranti.
“Jadi sebagai daerah yang berada di pesisir, dan masuk menjadi kawasan FTZ, sehingga kebijakan ini juga memberikan sedikit kelegaan bagi masyarakat Meranti yang dikepung oleh berbagai kesulitan itu.
Kita berharap kebijakan yang dikeluarkan pemerintah pusat terhadap masyarakat di daerah pesisir, tidak untuk mematikan usaha masyarakat. Melainkan untuk membantu perbaikan kehidupan.
Kondisi masyarakat yang telah mengalami kesulitan itu, sulit karena jarak tempuh dengan ibukota propinsi dan ibukota negara yamg cukup jauh itu, hendaknya tidak lagi dipersulit oleh berbagai kebijakan yang justru mendatangkan air mata masyarakat.
Sehingga masyarakat Meranti bergumam. Pemerintah hendaknya menjadi  sumber mata air bagi kehidupan masyarakatnya, bukan justru menjadi sumber air mata,”kata Irwan.
"Banyak pedagang kami yang saat memasok Sembako ditangkap, karena belum adanya persepsi soal aturan import tadi.
Sebagai daerah pesisir yang letaknya cukup jauh dari daerah sentra-sentra produk sembako itu, setidaknya ada pengecualian. Tidak justru melarang para pedagang dari Meranti yang belanja dari Tanjung Balai Karimun atau dari Tanjung Pinang maupun dari Batam itu,”harap Irwan lagi.
Sangat diharapkan ada kelonggaran kebijakan pemerintah dari instansi terkait, terutama saat menjelang hari-hari keagamaan seperti perayaan Idul Fitri mendatang.
Dengan cukupnya stock Sembako di Meranti, diharapkan dapat mengatasi kebutuhan masyarakat, sehingga tidak memberatkan dan mampu meningkatkan taraf hidup masyarakat.
Penegakan Hukum
Masalah lainya yang perlu perhatian dari Pemerintah lanjut Bupati Irwan, yakni masalah penegakan hukum di bidang kehutanan. Masalah yang dihadapi Meranti saat ini banyak masyarakat yang ditangkap karena mengambil kayu dari hutan.
Padahal kayu yang diambil berasal dari hutan rakyat.
"Jika masyarakat kecil yang mengambil kayu untuk keperluan sehari-hari ditangkap, sementara pihak perusahaan, bebas mengambil berapapun," ucap Bupati.
Dipaparkan Bupati, situasi ini sangat berpotensi menyebabkan gangguan Kamtibmas. Untuk itu perlu adanya regulasi yang berpihak kepada masyarakat.
"Kami minta antara Kemendagri dan Kabupaten bisa melakukan koordinasi penegakan hukum, ini untuk meminimalisir konflik antara perusahaan dan masyarakat," ucap Irwan.
Masalah lainnya yang perlu menjadi perhatian oleh Pemerintah Pusat maupun Provinsi, yakni masalah rujukan rumah sakit bagi masyarakat miskin yang hanya memperbolehkan di RSUD Provinsi.
Seperti diketahui kadang kala RSUD di daerah memiliki keterbatasan fasilitas maupun obat-obatan. "Kadang kala karena masalah jarak dan jalan yang rusak, pasien keburu mati, kita berharap rumah sakit rujukan berada di remote daerah," jelas bupati.
Menyikapi masalah itu pihak Kementerian Dalam Negeri dalam hal ini, Irjend Kemendagri Heru Santoso, berjanji akan mencoba memfasilitasi di tingkat pusat baik masalah regulasi dan lainya, begitu juga masalah kebijakan yang berhubungan dengan Pemerintah Provinsi.
"Untuk masalah yang berhubungan dengan internal daerah akan kita bi carakan lebih lanjut untuk dicarikan solusinya," ujar Plt. Gubri kepada Bupati Irwan.(adv hms)