Singgung Punya 3 Putri, Nadiem Bicara Permendikbud Kekerasan Seksual

Singgung Punya 3 Putri, Nadiem Bicara Permendikbud Kekerasan Seksual

RIAUMANDIRI.CO – Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek) Nadiem Makarim berharap tidak ada lagi kasus kekerasan seksual usai penerbitan Permendikbudristek Nomor 30 Tahun 2021 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (PPKS) di Lingkungan Perguruan Tinggi.

Nadiem menilai penerbitan Permendikbud PPKS tersebut menjadi salah satu cara untuk mewujudkan institusi pendidikan yang aman bagi seluruh siswa untuk mengenyam pendidikan. Selain itu, sambungnya, untuk menciptakan ruang pendidikan yang bebas dari tindakan kekerasan seksual.

"Saya punya tiga orang putri, yang paling tua umurnya masih 4 tahun. Saya selalu punya bayangan dalam 10 tahun lagi mereka akan nanya saya, 'Bapak (sudah) ngapain untuk melindungi kita (dari ancaman kekerasan seksual) waktu jadi menteri'," ujarnya dalam acara Mata Najwa yang ditayangkan Trans7, Rabu (10/11).


Oleh karena itu, dia mengatakan, penerbitan aturan tersebut akan menjadi suatu bukti bahwa dirinya sudah berupaya untuk menciptakan ruang aman di institusi pendidikan bagi generasi yang akan datang, termasuk tiga putrinya yang masih balita.

"Permen ini akan menjadi jawaban saya kepada anak-anak putri saya, bahwa saya telah melakukan apapun yang bisa saya lakukan untuk melindungi mereka dan generasi anak muda Indonesia ke depannya," ujar Nadiem.

Nadiem mengatakan peraturan yang baru diterbitkan Kemendikbudristek itu untuk menjawab keresahan civitas akademik khususnya para mahasiswa ihwal tidak adanya regulasi yang melindungi mereka dari tindakan kekerasan seksual di perguruan tinggi.

Ia mengatakan, banyak sekali kasus-kasus kekerasan seksual di perguruan tinggi yang akhirnya tidak terselesaikan karena tidak adanya kebijakan atau regulasi yang mengatur hal tersebut.

Padahal menurut Nadiem bukan tidak mungkin kasus-kasus kekerasan seksual yang terungkap ke publik selama ini hanyalah 'puncak es' dari banyaknya kasus kekerasan seksual yang terjadi di perguruan tinggi.

Di sisi lain, para korban pelecehan dan kekerasan seksual yang mencoba melapor justru kerap mendapatkan stigma negatif dan tekanan dari masyarakat. Akibatnya tidak jarang para korban terpaksa harus menyimpan rapat-rapat peristiwa yang dialaminya tersebut.

"Jadi ini satu situasi yang menurut saya tidak bisa pemerintah hanya duduk diam saja. Ini sudah menjadi situasi pandemi tersendiri yang menyebar, dan kita harus mengambil posisi yang tegas terhadap situasi ini," ujarnya.