Rekomendasi 'Lengserkan' Hamdani Final dan Mengikat, Putusan BK Tanpa Pendapat Tim Ahli

Rekomendasi 'Lengserkan' Hamdani Final dan Mengikat, Putusan BK Tanpa Pendapat Tim Ahli

RIAUMANDIRI.CO - Badan Kehormatan (BK) Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Pekanbaru merekomendasikan Hamdani 'lengser' dari jabatan ketua bersifat final dan mengikat.

BK DPRD Kota Pekanbaru sudah menjalani tugasnya yang bersifat menjaga marwah DPRD, rekomendasi putusannya dilakukan atau tidak di luar kewenangan mereka, melainkan ranah pimpinan dewan.

Hal itu diutarakan oleh Ketua BK DPRD Kota Pekanbaru Ruslan Tarigan dan anggota BK DPRD Kota Pekanbaru Pangkag Purba dalam konferensi pers, Senin (1/11).


Dalam kesempatan itu, hadir juga Wakil Ketua DPRD Kota Pekanbaru Tengku Azwendi Fajri dan anggota BK DPRD Pekanbaru Masni Ernawati.

Ketua BK DPRD Kota Pekanbaru Ruslan Tarigan mengatakan bahwa dalam kesempatan ini pihaknya mengklarifikasi berita yang beradar, di mana BK DPRD Kota Pekanbaru disebut tidak adil.

"Dalam hal ini, putusan memang tidak boleh diperdebatkan. Pintu sudah kita berikan, sudah tiga kali kita sampaikan kepada teradu dalam hal ini Hamdani. Dalam kesempatan itu, dia memberikan surat penolakkan tidak bersedia menghadiri sidang," kata Ruslan menjelaskan.

Bahkan pihak BK DPRD Kota Pekanbaru sebelum mengambil keputusan telah menyampaikan kepada teradu untuk menjumpai para pelapor dan ditemani ketua fraksinya.

"Supaya tuntutannya tidak ditambah dan dikurang, kita tetap objektif. Bisa (dilakukan) apabila cabut laporan dan bantah laporan, jangan dibilang (laporan) kadaluarsa," paparnya sambil menjelaskan Firmansyah saat itu masih menjabat kursi Ketua Faksi PKS.

Sebenarnya, BK DPRD Kota Pekanbaru tidak ingin (mempublikasikan) hal ini, sebab ada unsur pidananya. 

"Kami tidak mau cerita tentang itu, kami mengerjakan bagian kami. Dan dia terbukti melanggar sumpah janji jabatannya (yang) mementingkan kelompok," ulasnya.

BK DPRD Kota Pekanbaru tidak ujug-ujug dalam merekomedasikan hal ini, putusan itu berdasarkan 22 alat bukti yang telah dilaporkan oleh 13 orang dan keterangan 13 orang saksi.

Namun dalam hal putusan ini, BK DPRD Kota Pekanbaru hanya mendengarkan pendapat dari saksi ahli yakni ahli tata negara dan ahli adminitrasi negara. Sementara, DPRD Kota Pekanbaru mempunyai tim ahli dalam hal ini namun tidak dipergunakan oleh BK dan lebih memilih saksi ahli.

"Pendapat ahli karena simpang siur, karena pendapat ahli itu dibiayai oleh pengguna anggaran (dalam hal ini) adalah Sekwan, dan dia pernah dilaporkan oleh terlapor ke inspektorat," jelas Pangkat Purba memberikan alasan.

"Jadi kami tidak mau gegabah akan hal ini, kami tidak mau minta pendapat karena kami khawatir keakuratan dari pendapat ahli. Cukup dengan saksi ahli, Doktor loh (gelar saksi ahli), cukup akurat," sambungnya.

Selain itu, BK DPRD Kota Pekanbaru tidak ingin dinilai memihak jika meminta pendapat kepada tim ahli yang dimaksud. 

"Kami tidak mau itu, makanya kami panggil saksi ahli yang indenpenden. Kami merasa cukul, tidak perlu lagi. Itukan hanya pendapat saja, boleh diterima atau tidak, kami tidak mau mengada-ada, harus akurat," tambahnya.

Disinggung soal apa saja yang menjadi pelanggaran fatal, Purba menjelaskan beberapa hal diantaranya ada pembohongan publik bahwa beliau (Hamdani) tidak mau tandatangan, kemudian RPJMD, palaporan terhadap sekwan ke Inspektorat.

"Kemudian ada mosi tidak percaya, ada lagi (Hamdani) telah diperiksa oleh Pidsus Kejaksaan," kata Purba lagi.

Putusan ini terbilang cepat diambil BK DPRD Kota Pekanbaru, namun Pangkat menyebut bahwa hal ini perlu disegerakan untuk antisipasi hal-hak yang tidak diinginkan.

"Kami takut masuk angin, bisa membuat kami (angin) sepoi tertidur, bisa membuat kami (entah) anginnya topan, dan kami tidak mau itu. Sebelum itu datang, kami harus mengambil sikap dulu," sambungnya lagi.

Masih kata Pangkat Purba, keputusan tersebut sesuai dengan De Facto De Juro. Di mana keputusan untuk memberhentikan Hamdani dari kursi Ketua DPRD merupakan hal De Facto. Secara De Juro, ada keterkaitan dari pusat melalui Gubernur Riau yang melantik.

"Putusan BK sifatnya final dan mengikat, tapi negara hukum, (kalau) kurang puas bisa menempuh upaya hukum yang lain. Ingat, putusan BK final dan mengikat," paparnya lagi.

Terkait pelakasaan putusan itu, BK menyerahkan semuanya ke pimpinan untuk dilakukan atau tidak, dan hal ini sudah bukan ranah mereka.

"Dalam waktu 10 hari putusan, harus ada tindaklanjut (dari pimpinan). Pimpinan DPRD bersifat kolektif kolegial, salah satunya tidak ada masih ada yang lain, siapa pun menandatangani surat dan memimpin rapat, itu sah," tutupnya.