Gajah Sarma: Di Kala Manusia Berebut Lahan dengan Mamalia

Gajah Sarma: Di Kala Manusia Berebut Lahan dengan Mamalia

Oleh : Bagus Santoso

Surprise, tak disangka dan tak direncanakan. Aku ditemani 5 orang kawan dari Bengkalis di sela-sela acara agenda safari ramadan, berkesempatan melihat, menyentuh dan menunggang binatang super besar, Gajah Sarma di Muara Basung, Kecamatan Pinggir, wilayah daratan bagian pulau Sumatra, Kabupaten Bengkalis, Selasa (20/4/2021).

Berkah ramadan tidak hanya berjumpa dengan manusia baik, alhamdulillah juga dipertemukan dengan gajah berhati mulia. Di kala manusia berebut ladang dengan mamalia, maka ada hikmah tersembul sesudahnya.


Binatang tergolong langka itu sekarang bersahabat dan membantu manusia. Ya, ia adalah Gajah dengan panggilan Sarma, pemberian nama yang indah dari warga asal India.

Kini Sarma bersama 5 gajah keluarganya mendapat perawatan dan penjagaan pada kawasan kerja Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (KSDA) Riau, tepatnya di Pusat Pelatihan Gajah (PLG) Sebanga, Desa Muara Basung, Kecamatan Pinggir Bengkalis.

Untuk mengunjungi Gajah Sarma dan rombongannya sangat mudah, apalagi setelah dibangun jalan tol Pekanbaru-Dumai oleh Presiden Jokowi. Dari pintu keluar masuk Tol Pinggir, langsung masuk jalan depan Kantor Desa Muara Basung, sekitar 5 km sudah sampai di PLG.

Betapa sejak kebun sawit dibuka di Riau, dan puncaknya sesuai data Balai Besar Konservasi Sumber Daya Hayati (BBKSDA) Riau, pada awal Januari hingga Juni 2019, penanganan konflik gajah terjadi di berbagai wilayah seperti di Duri, Kabupaten Bengkalis. Kemudian di Kecamatan Peranap dan Kelayang, Kabupaten Indragiri Hulu, serta di Kecamatan Rumbai, Kota Pekanbaru.

Jadi perang manusia vs gajah hampir merata di hutan belantara hutan Riau. Terakhir, di Duri Kabupaten Bengkalis, seekor anak gajah harus dievakuasi BKSDA akibat terkena jerat. Periode tahun itu, hampir setiap hari selalu diberitakan konflik manusia dengan Gajah. Masa itu manusia mengejar jalan rejeki, membuka hutan dijadikan lahan untuk tanaman sawit dan bercocok tanam pangan.

Sang gajah mempertahankan rumahnya, sang manusia menebang hutan untuk mempertahankan kehidupan. Kontradiksi kepentingan yang tak dapat dielakkan. Konflik berakhir kekalahan sang Gajah.

Inilah kisah perlawanan gajah dengan manusia. Pertanyaanya, sampaikah anak cucu kita berjumpa sang gajah? Atau malah punah. Wallahu alam bishowab, hanya Tuhan yang Maha tahu atas segala sesuatu.

Banyak gajah mati bersimbah darah, jutaan hektare hutan belantara berubah fungsi menjadi sawah ladang dan pemukiman. Sang gajah pemilik rumah menyerah. Gajah liar itu sekarang menjadi gajah duduk dilatih untuk membantu dan menjadi tontonan penduduk.

Aku terharu sekaligus menunduk bersimpati atas semua yang terjadi pada gajah jantan Sarma yang kini sudah berusia 32 tahun. Sarma Gajah jantan kekar dengan reputasi pernah membunuh manusia di daerah pelalawan. Pejantan itu meski dimakan usia masih gagah perkasa tapi sekarang dibuat tunduk dan patuh pada manusia.

Aku dibuat tertegun memandangi sekujur tubuh besarnya. Kuraba kulit tebalnya, tak menyiakan kesempatan, akupun menempelkan wajah dan berbisik di telinganya. Seakan mendengar suara hatiku, Gajah Sarma mendekatkan wajah tanpa berkedip mata sipitnya.

Banyak kisah dan cerita bagaimana gajah mengamuk merusak rumah lalu menginjak injak manusia hingga remuk tulang dan pecah terburai perutnya. Gajah sejatinya bukan liar tapi sememang mempertahankan teras dan halaman hutan belantara miliknya.

Sambil kupegang pipi Sarma, setengah sadar akupun Berandai andai, jika saja penguasaan hutan bisa dilegalkan surat kepemilikanya atas nama Gajah, maka binatang besar inilah yang berhak atas surat hak milik (SHM), bukan kita manusia.

Lamunanku buyar ketika daun tebu menyepak lengan tanganku. Gajah baik yang ada di dekapanku asyik menikmati tebu yang ditanam di depan rumah  anak muda bernama Heri, penjaga setianya.

Maafkan manusia ya Gajah Sarma, yang telah memporak-porandakan rumahmu demi mempertahankan kelangsungan zuriat. Meski sejujurnya harus menimbalkan kehancuran rumah besar hutan miliknya, dan tega memutus keberlangsungan keturunan koloninya.

Tak terasa dalam keharuan yang bercampur aduk antara senang berjumpa Gajah Sarma, dan bayangan salah merusak rumah besarnya, matahari sudah menuju keperaduan ranjang petang jelang waktu buka puasa.

Aku tinggalkan Gajah Sarma menahan tangis duka lara campur suka cita. Selamat tinggal Gajah Sarma, Insya Allah kita akan berjumpa lagi di halaman rumahmu yang tak lagi hutan belantara.

Anda penasaran kisah kebaikan Gajah Sarma? Ajak keluarga dan handai taulan berkunjung ke PLG Muara Basung.

Anda saya jamin akan disapa dengan ramah tamah dan penuh kedamaian yang selama ini belum pernah anda rasakan. Selamat menikmati sensasinya.

*Penulis adalah Wakil Bupati Bengkalis

Catatan Redaksi: Tulisan ini telah disunting seperlunya, tanpa mengubah makna dan tujuan penulis. Judul awal artikel dari penulis adalah "Nikmati Sensasi Nunggang Gajah Sarma"