Reshuffle Kabinet, Waka DPD RI: Jauhkan dari Penebus Utang Politik

Reshuffle Kabinet, Waka DPD RI: Jauhkan dari Penebus Utang Politik

RIAUMANDIRI.CO, JAKARTA - Wakil Ketua DPD RI Sultan B Najamudin meminta Presiden Jokowi mempertimbangkan beberapa hal dalam melakukan reshuffle kabinet, menyusul dileburnya Kementerian riset dan Teknologi (Kemenristek) ke Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud).

"Evaluasi menyeluruh terhadap jalannya roda pemerintahan adalah keniscayaan bagi Presiden Jokowi saat ini. Sebab periodesasi saat ini sudah berjalan hampir dua tahun. Maka memang mesti ada penilaian terhadap kinerja serta capaian kabinet dibawahnya terhadap misi pembangunan dari Kepala Negara," ujar Sultan, Rabu (14/4/2021).

Menurut Sultan, jika reshuffle dilakukan dalam waktu dekat ini maka kepentingan yang harus mampu dijabarkan presiden adalah ruang dan porsi pembangunan yang ingin dicapai. Semua landasan harus berorientasi terhadap kemajuan kinerja seluruh lembaga pemerintahan.


Menurutnya ada dua hal yang harus diturunkan menjadi level indikator agar semua bisa benar-benar terukur. Pertama adalah kinerja dari seorang menteri dalam penguasaan masalah di bidang lembaga yang dipimpinnya. Kedua dari segi akseptabilitas atau penerimaan publik terhadap para menteri dan beberapa kebijakan-kebijakan yang dikeluarkannya.

"Dalam kurun waktu kurang lebih dua tahun di periode kedua masa pemerintahan Presiden Jokowi kita melihat ada beberapa sektor yang dirasakan memiliki perubahan secara signifikan, khusus terhadap pembangunan di sektor ekonomi melalui program Pemulihan Ekonomi Nasional dan penegakan hukum yang tidak tebang pilih," tambahnya.


hal ini dapat dinilai bagaimana kabinet yang dibentuk bekerja melalui skema kebijakan yang dihasilkan untuk mengatasi situasi (kontraksi) ekonomi dalam tekanan pandemi, serta bagaimana kerja-kerja dari penegak hukum yang sudah menunjukkan taring dalam penanganan kasus-kasus besar.

Selain itu menurut senator muda asal Bengkulu tersebut bahwa dalam Reshuffle kali ini ada tantangan yang harus dihadapi oleh presiden terkait pertimbangan politik. Dimana antara kepentingan publik dan kebutuhan stabilitas politik harus tercipta secara konvergensif, agar kemudian kabinet dapat menghimpun secara kolektif untuk meng-agregasi pembangunan diseluruh sektor. 

"Posisi dilematis adalah ketika kepentingan publik vis a vis oleh kepentingan politik. Di sinilah ujian dalam sikap kenegarawanan. Presiden harus mampu memilah dan menemukan formulasi kontruksi yang dapat menciptakan kondusifitas iklim politik (baik eksekutif maupun legislatif) didalam koalisi dan secara bersamaan tetap dalam orientasi kepentingan publik untuk meletakan orang yang benar di tempat yang tepat dalam fungsi menjalankan visi pembangunan negara," ujarnya.

Beban utama Presiden bersama Wakil Presiden saat ini adalah membuktikan kepada rakyat untuk dapat memenuhi janji politiknya, tidak ada yang lain. Sultan berharap bahwa reshuffle harus dijauhkan hanya dari semangat (akomodatif) penebusan hutang politik saja, tetapi objektifitas terhadap "nama" yang berkompeten tetaplah harus menjadi indikator yang utama. 

Selain berorientasi terhadap kepentingan publik dan kompetensi dibidangnya, Sultan juga berharap kepada presiden terhadap menteri yang khusus "diutus" oleh parpol mesti dapat memenuhi kriteria yang dinilai dari rekam jejak serta platform (ide) yang akan ditransformasikan.

Menurut mantan Wakil Gubernur Bengkulu tersebut, untuk meminimalisir terhadap potensi hadirnya konflik kepentingan akibat dari perbedaan fungsi partai politik dalam memperjuangkan kepentingan (segmentasi) kelompok atas dasar dukungan pemilih terhadap fungsi pemerintahan untuk membuat kebijakan atas dasar kepentingan umum yang menyeluruh. Maka kebijakan Presiden terkait masalah ini harus fokus kepada cara mencapai tujuannya (how) dan siapa yang mampu melakukannya (who).

Selama ini dalam reshuffle kabinet menjadikan pertimbangan politik hanya satu-satunya indikasi dalam pemenuhan kebutuhan dari dinamika dan stabilitas pemerintahan. Padahal seharusnya geometri pemerintahan mesti menjadi titik temu dari berbagai macam garis singgung dari setiap (subjek) kepentingan bagi publik agar tak ada lagi tempat bagi pemenuhan hasrat yang "pragmatis" bagi oknum/kelompok tertentu saja dilingkungan kekuasaan.

"Maka penting juga untuk berpikir ulang mempertimbangkan pemberian porsi yang lebih besar kepada menteri dari kalangan (profesional) diluar partai politik. Padahal banyak sekali opsi dari tokoh-tokoh bangsa yang memiliki integritas, dedikasi dan hidup dengan mengabdikan diri dalam rasa nasionalisme yang besar untuk memajukan bangsa dan negara. Seharusnya hal tersebut juga layak menjadi pertimbangan utama. Sebab susunan kabinet bukan hanya akan menampilkan representasi dari suatu pemerintahan, tetapi juga wajah bangsa (seluruh rakyat) Indonesia," tandasnya.

Apalagi menteri dari parpol akan sangat sulit untuk efektif mengerjakan tugas-tugas kementeriannya hingga akhir masa jabatan, karena tenaga dan pikiran mereka akan terkuras untuk kepentingan partai menjelang tahun politik 2024. Saat itu, sangat tidak menutup kemungkinan bahwa kepentingan pemerintahan akan dikalahkan kepentingan partai.