KI Riau Minta BPN Uji Konsekuensi Perkaban Tentang HGU

KI Riau Minta BPN Uji Konsekuensi Perkaban Tentang HGU

RIAUMANDIRI.ID, PEKANBARU - Komisi Informasi (KI) Provinsi Riau meminta Kanwil Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Riau melakukan uji konsekuensi terhadap Hak Guna Usaha (HGU) yang dalam Peraturan Kepala Badan (Perkaban) BPN no 6 tahun 2013 dinyatakan sebagai informasi yang dikecualikan. 

Permintaan itu disampaikan Wakil Ketua KI Riau Tatang Yudiansyah ketika menjadi narasumber dalam acara "Supervisi Hubungan Hukum Keagrariaan" terkait Implementasi Pelayanan Informasi Publik yang digelar Kanwil ATR/BPN Riau di Hotel Prime Park, Pekanbaru, Kamis (15/10/2020). 

Kegiatan itu berlangsung dua hari, 15-16 Oktober 2020, dan dihadiri para Kepala Bidang dan Kasi di lingkungan Kanwil BPN Riau serta Para Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten/kota se-Riau bersama Kasubag dan Kasi. 


Dalam pemaparan selama satu jam serta diskusi yang cukup seru juga sekitar satu jam itu, Wakil Ketua KI Riau Tatang Yudiansyah menyampaikan sejumlah hal terkait pelaksanaan Undang-undang No 14 tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (KIP). Salah satunya adalah tentang kontroversi atau pertikaian antara putusan Komisi Informasi dan Peraturan Kepala BPN.

Dalam Peraturan Kepala BPN (Perkaban) No 6 tahun 2013 tentang buku tanah, alat ukur dan warkah mengelompokkannya sebagai informasi yang dikecualikan. Dan HGU itu adalah bagian dari itu, sehingga secara otomatis dalam Perkaban itu HGU juga termasuk informasi yang dikecualikan.

Sementara di sisi lain, Komisi Informasi menyatakan dokumen HGU adalah informasi yang terbuka dan boleh diakses oleh publik. "Nah ini kan ada kontroversi. Artinya ini  bertikai antara putusan Komisi Informasi dan Peraturan Kepala BPN," kata Tatang Yudiansyah. 

Karena itu dalam kegiatan tersebut, Tatang meminta agar BPN menggunakan UU KIP sebagai dasar dalam menggunakan istilah "Informasi yang dikecualikan" tersebut. "Jadi 'pisau' yang digunakan itu adalah UU KIP, bahwa dokumen HGU itu adalah terbuka," papar Tatang. 

Tatang sendiri menjelaskan terkait HGU itu, sebenarnya sudah ada keputusan Mahkamah Agung (MA). Yakni, ketika FWI (Forest Watch Indonesia) memohon informasi agar seluruh HGU kelapa sawit di Kalimantan dibuka. Mereka mengajukan permohonan sengketa informasi publik (SIP) ke Komisi Informasi Pusat. Dalam SIP itu Majelis Komisioner KI Pusat memutuskan HGU adalah informasi terbuka yang dapat diakses oleh publik.

BPN kemudian BPN naik banding atau mengajukan keberatan ke PTUN. Hasilnya, tetap dimenangkan FWI. Terakhir, BPN melakukan Kasasi ke Mahkamah Agung. Dan di MA keputusannya informasi HGU itu tetap terbuka. "Inilah yang menjadi dasar yuridis kita, Komisi Informasi, membuat SK bahwa HGU itu terbuka," tegas Tatang.

Karena itu, sebut Tatang, pihaknya meminta agar Perkaban ini diperbarui atau direvisi. Apalagi, sejauh ini Komisi Informasi, tidak tahu dan belum tahu, apakah BPN atau Kementrian Agraria dan Tata Ruang (ATR), sudah melakukan uji konsekuensi terhadap keputusan menetapkan HGU sebagai informasi yang dikecualikan. "Sementara untuk mengecualikan sebuah informasi itu harus melalui uji konsekuensi," ungkap Tatang lagi. 

Kalau sudah ada uji konsekuensinya, ujar Tatang lagi, pihaknya ingin melihat risalahnya. Sebab dari risalah uji konsekuensi itu, akan diketahui apa landasan UU yang digunakan. Begitu juga, apa konsekuensi yang timbul di masyarakat jika HGU ini dibuka. "Dan ada nggak kepentingan publik yang lebih besar di masyarakat hingga HGU itu harus dibuka. Kajian-kajian ini ada di uji konsekuensi," terang Tatang.

Kalau uji konsekuensi itu belum pernah dilakukan, tapi muncul produk, menurut Wakil Ketua KI Riau tersebut, berarti ada tahapan yang alpa di sana. "Sehingga saya meminta BPN kembali menguji Perkaban apakah harus direvisi atau diperbarui. Tentu dengan melalui uji konsekuensi, sehingga publik tahu konsekuensinya apa jika HGU ini dibuka. Dan ada dasar UU-nya untuk mengecualikannya," ungkap komisioner KI yang juga wartawan dan mantan Komisioner Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) Riau tersebut.

Dalam sesi tanya jawab dengan para peserta kegiatan "Supervisi Hubungan Hukum Keagrariaan" terkait Implementasi Pelayanan Informasi Publik itu, ternyata masih banyak para pejabat pertanahan di Kabupaten/Kota yang belum tahu bagaimana prosedur dan sistem layanan informasi publik sesuai UU KIP no 14 tahun 2008.

Beberapa peserta mengakui justru mereka baru tahu ternyata ada perintah untuk menyediakan informasi publik. "Karena (selama ini) yang selalu bersengketa itu Kanwil BPN, kemudian Kantor Pertanahan Pekanbaru dan Kampar. Tapi selebihnya itu belum pernah bersengketa, sehingga mereka belum tahu," ujar Tatang kepada media seusai kegiatan tersebut.

Karena itu pula, sebut Tatang, para peserta memberikan apresiasi dan mengucapkan terimakasih sudah mendapatkan edukasi tentang KIP oleh Komisi Informasi Riau. 

Kepada Tatang dalam kegiatan itu, pihak BPN juga minta hasil evaluasi KI Riau terhadap pelaksanaaan Keterbukaan Informasi Publik di Badan Publik tersebut. Tatang kemudian menjelaskan, bahwa evaluasi ini tidak bisa diukur dari jumlah sengketa yang termohonnya itu adalah BPN.

Memang menurut data KI Riau, selama dua tahun terakhir, yakni 20018-2020, tercatat ada tujuh Sengketa Informasi Publik (SIP) yang dimohonkan masyarakat terhadap BPN. Masing-masing satu SIP tahun 2018, lalu empat SIP tahun 2019 dan terakhir di tahun 2020 ini ada dua Sengketa Informasi Publik. "Meski sengketa (BPN) itu cukup banyak itu tidak bisa jadi ukuran. Karena parameter untuk mengukurnya yaitu monitoring dan evaluasi," terang Tatang.

BPN bersama Badan Publik Vertikal lainnya seperti Kementrian Agama, BPK, Polda, Kejaksaan Tinggi, Kanwil Kemenkum HAM dan lainnya, menurut Tatang, pada tahun 2020 ini juga diikutkan dalam kegiatan KI Riau Award yang merupakan ajang untuk menilai tingkat kepatuhan Badan Publik terhadap amanah UU KIP No 14 tahun 2008. Sekaligus akan diberikan reward terhadap Badan Publik Vertikal.

"Nah, nanti (lewat ajang itu) diukur, bagaimana layanan informasi publik yang ada di BPN. Hasilnya, akan diumumkan rencananya sekitar tanggal 15 November 2020 lewat kegiatan Malam Puncak KI Riau Award 2020. Saat itulah kita sampaikan hasil evaluasi terhadap Badan Publik, termasuk BPN. Hasil evaluasi itu juga akan disampaikan kepada publik atau masyarakat yang merupakan bagian dari kewajiban Komisi Informasi sebagai regulator UU No 14 tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik," pungkas Tatang Yudiansyah. (*)