MA Kurangi 4 Tahun Vonis Mantan Pejabat Kementan dalam Kasus Korupsi Benih Rp209 M

MA Kurangi 4 Tahun Vonis Mantan Pejabat Kementan dalam Kasus Korupsi Benih Rp209 M

RIAUMANDIRI.ID, JAKARTA - Mahkamah Agung (MA) mengurangi hukuman mantan pejabat di Direktorat Tanaman Pangan Kementerian Pertanian (Kementan), Hidayat Abdul Rahman dalam kasus korupsi Bantuan Langsung Benih Unggul (BLBU) paket 1 di tahun 2012. MA mengurangi hukuman Hidayat dari 9 tahun penjara menjadi 5 tahun penjara.

Kasus bermula saat Kejagung menduga penyaluran BLBU berupa padi lahan kering, padi hibrida, padi non hibrida, dan kedelai tidak sesuai varietasnya pada 2012. Proyek tersebut tidak sesuai dengan peruntukkannya atau fiktif. Nilai proyek dalam kasus ini diperkirakan mencapai Rp 209 miliar.

Penyaluran BLBU Paket I Tahun 2012 ini mencakup wilayah Aceh, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Riau, Jambi, Bengkulu, Sumatera Selatan, dan Bangka Belitung. Kejagung kemudian menyidik dan mendudukkan beberapa pejabat Kementan dan rekanan ke kursi panas. Salah satunya adalah Hidayat.


Pada 11 Januari 2016, Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus) menjatuhkan hukuman 2 tahun penjara kepada Hidayat. Hukuman diperberat di tingkat banding menjadi 4 tahun penjara.

Pada 23 Agustus 2016, majelis kasasi memperberat hukuman Hidayat menjadi 9 tahun penjara. Empat tahun setelah itu, Hidayat mengajukan Peninjauan Kembali (PK) dan dikabulkan.

"Mengabulkan permohonan pemohon PK," kata jubir MA, hakim agung Andi Samsan Nganro saat dikonfirmasi detikcom, Kamis (8/10/2020).

Duduk sebagai ketua majelis hakim agung Suhadi dengan anggota majelis M Askin dan Eddy Army. Majelis mengubah hukuman Hidayat menjadi 5 tahun penjara dengan denda Rp 200 juta. Bila tidak membayar denda, maka diganti 6 bulan kurungan. Putusan itu diketok pada 28 September 2020.

Adapun pertimbangan Majelis hakim PK mengurangi hukuman terpidana/Pemohon PK karena terjadi perbedaan hukuman yang menjolok dengan hukumun perkara splitsingnya, sehingga untuk menghindari disparitas pemidanaan yang mengusik rasa keadilan maka pidana yang dijatuhkan kepada Terpidana/Pemohon PK perlu diperbaiki/dikurangi.

"Putusan tersebut tidak bulat sehingga diputus dengan suara terbanyak, karena ketua majelis PK Suhadi menyatakan DO," ucap Andi Saman Nganro. (*)



Tags Korupsi